Pada hari Kamis sampai Minggu
tanggal 13 – 15 April 2017, saya dan rekan kerja sekantor ditugaskan mengikuti
Konsolidasi Penyusunan & Evaluasi Program Madrasah yang bertempat di
Padjadjaran Suites Resort & Convention Hotel, Bogor Jawa Barat. Kegiatan
ini dibuka secara resmi oleh Bapak Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan
Kesiswaan (KSKK) Madrasah Prof. Dr. Phil. H. M. Nur
Kholis Setiawan M.A.
Saya sering mendengar penuturan
Bapak Direktur dalam beberapa acara kantor dan kementerian Agama. Kagum dengan
isi sambutannya yang tidak biasa, mendalam dan sarat makna. Setiap saya
mengikuti paparannya, isi nya selalu berbeda dan membuat saya terkagum kagum
dengan keilmuan yang dimilikinya. Pemahamannya terhadap beberapa referensi
kitab klasik dan aplikasinya dalam hidup berorganisasi dan pekerjaan, dikemas
dengan sangat indah melalui berbagai cerita menarik.
Ada 4 referensi yang menjadi kemasan
pembicaraan pa direktur yaitu :
1.
Kisah
Wali Songo, terutama Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga
2.
Sejarah
Cirebon
3.
Kitab
Alfiyah Ibnu Malik
4.
Muqaddimah
kitab I’ananuth Thalibin (اعانة الطاليبن)
Cerita pertama beliau menuturkan
kisah Sunan Bonang yang merupakan putra Sunan Ampel. Sunan Bonang adalah putra
keempat Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyai Ageng Manila putri Arya Teja,
Bupati Tuban. Mendengar kenakalan Raden Sahid (Sunan Kalijaga), Sunan Bonang
pun bertindak dengan caranya. Siapakah Raden Sahid ini?
Raden Sahid adalah putra Tumenggung
Wilatikta, Bupati Tuban. Masa mudanya dikenal sebagai remaja nakal yang suka
berjudi, mencuri hingga diusir dari rumahnya. Usai diusir, malah semakin nakal
dengan menjadi perampok yang membuat kerusuhan di Hutan Jatiwangi hingga
dikenal dengan sebutan Brandal Lokajaya. Konon Raden Sahid ini adalah perampok
budiman karena ia mencuri harta orang kaya untuk dibagikan pada orang miskin. Kenakalan
Raden Sahid ini pun menggugah hati Sunan Bonang.
Suatu hari, Raden Sahid melihat ada
seorang berjubah putih lewat di hutan Jatiwangi. Raden Sahid mengincarnya
karena lelaki berjubah putih itu membawa tongkat yang gagangnya berkilauan,
Raden Sahid mengiranya itu adalah emas. Ternyata gagangnya itu terbuat dari
kuningan yang berkilauan saat terkena sinar matahari. Lelaki berjubah putih itu
adalah Sunan Bonang yang menyamar untuk menyadarkan Raden Sahid.
Sunan Bonang menasehati banyak hal
pada Raden Sahid, diantaranya mengumpamakan beramal dengan sesuatu yang haram
itu seperti mencuci baju dengan air kencing. Ia juga memberi nasihat yang
tercakup dalam kata MURNI yaitu
Mersudi
Urip
Rukun : togetherness (kebersamaan)
Nuju Nur cahyaning Gusti
Ing Alam Sejati
Inti ajaran Sunan Bonang yang ditekankan pa Direktur adalah pada
kata Kebersamaannya. Bahwa pekerjaan yang dilakukan bersama-sama itu hasilnya
berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan sendiri. Membangun madrasah juga butuh
faktor kebersamaan ini, ujarnya. Faktor kedua yang diingatkan adalah
keikhlasan. Bahwa aktivitas apapun yang dilakukan, jika diniatkan ibadah karena
Allah, maka akan menjelma menjadi amal shalih. Membangun madrasah juga harus
diniatkan karena Allah.
Cerita kedua yang menghiasi sambutan
Pa Direktur adalah tentang sejarah Cirebon. Berdasarkan sumber sejarah lokal seperti
Babad Cirebon, Cakrabuana, Syarif Hidayatullah dan Kian Santang merupakan tokoh
utama penyebar Islam di seluruh tanah pasundan. Ketiganya merupakan keturunan
Prabu Siliwangi dan memiliki hubungan keluarga sangat dekat. Cakrabuana dan
Kian Santang adalah adik kakak, sedangkan Syarif Hidayatullah merupakan
keponakan Cakrabuana dan Kian Santang.
Cakrabuana (dikenal pula dengan nama
Walangsungsang) sebagai putra tertua, memiliki peran dominan dalam kehidupan bernegara.
Peran Kian Santang dan Syarif
Hidayatullah pun tak kalah pentingnya dengan Cakrabuana. Ketiganya merupakan
tokoh utama penyebar Islam di tanah pasundan. Ketiganya juga merupakan pencari
ilmu yang sangat serius berguru pada beberapa ulama hebat sebagai upaya untuk
mempelajari substansi keislaman. Ternyata para ulama zaman dahulu mengajarkan
islam secara substansif, bukan hanya kulitnya saja. Maka media yang digunakan
dalam menyebarkan Islam oleh para ulama zaman dahulu pun beragam, ada yang
melalui seni, budaya dan lain-lain. Pa Direktur mengingatkan kami para pendidik
di sekolah ini, untuk mengajarkan hal yang substansif, bukan hanya kulit
luarnya saja.
Referensi ketiga yang digunakan Pa
Direktur dalam mengemas sambutannya adalah kitab alfiyah Ibnu Malik. Kitab
Alfiyah ini adalah buah karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik al-Andalusy
atau lebih dikenal dengan nama Imam Ibnu Malik. Kitab ini membahas seluk beluk
gramatikal bahasa Arab. Kitab ini masyhur di kalangan para santri pada beberapa
pesantren, bahkan ada ungkapan yang mengatakan “belum dikatakan santri sebelum
menguasai kitab alfiyah ini”. Kitab ini dinamakan alfiyah karena berisi
1002 bait berupa nadham atau
bait-bait syair untuk memudahkan pembacanya dalam mempelajari ilmu nahwu
& sharf.
Salah satu bait yang dibahas Pa
Direktur adalah tentang jama muannats salim (kata benda jama’ feminim).
Isi baitnya adalah sebagai berikut :
وما بتا وألف
قد جمعا # يكسر في الجر وفي النصب معا
“Setiap kalimat yang dijamak dengan
tambahan alif dan ta (jama muannats salim) tanda jarr dan nashabnya sama
dikasrohkan.”
Pa Direktur mengaplikasikan bait
tersebut dalam konteks kondisi kekinian
madrasah yaitu bahwa kebersamaan ditandai dengan adanya kesamaan agenda dan
platform. Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong adalah “anak sulung”,
kakak tertua bagi 19 “adik-adik” nya, Insan Cendekia lain di seluruh provinsi. Maka
kesamaan agenda, platform, totalitas bekerja, harus ditularkan pada semua civitas
Insan Cendekia di seluruh provinsi.
Terakhir, referensi yang digunakan
untuk mengemas sambutannya adalah Muqaddimah kitab I’ananuth Thalibin (اعانة الطاليبن). Beliau mengutip sebuah kalimat dalam
muqaddimah kitab ini di halaman 2 yang berbunyi :
واعلم أيها الواقف على الجمع المذكور أنه ليس لى فيه
الا النقل من كلام الجمهور والاتيان فى ذلك بالشىء المقدور
“(1) Ketahuilah wahai para pembaca,
tidak ada sesuatu pun yang diungkapkan kecuali menukil dari pendapat jumhur (ulama
mayoritas) dan juga (2) menghadirkan pendapat atas sesuatu yang belum tersentuh
sebelumnya “
Kalimat (1) menurut Pa Direktur
konteksnya adalah tentang kontinuitas, bahwa program atau karya itu hendaknya
melanjutkan program atau karya sebelumnya, sedangkan kalimat (2) maknanya adalah
PERUBAHAN atau CHANGE.
Artinya sebuah institusi atau pun
diri kita, disamping harus memiliki referensi terpercaya dari para pakar
terdahulu di bidangnya, juga harus terus berinovasi melakukan perubahan untuk
menuju masa depan yang lebih baik.
Begitulah sambutan setengah jam dari Pa Direktur yang
sarat makna dan multi tema. Saya harus mencari informasi dari berbagai
literatur untuk dapat menulis sambutan beliau ini. Hikmahnya adalah bahwa saya
jadi banyak belajar berbagai disiplin ilmu untuk menyimpulkan sambutan beliau
yang kaya akan wawasan dan gagasan.
Semoga Bermanfaat
Kamis, 200417.13.20
#odopfor99days#part2#day67
" Artinya sebuah institusi atau pun diri kita, disamping harus memiliki referensi terpercaya dari para pakar terdahulu di bidangnya" Agree dengan statement ini.
ReplyDelete