Thursday, April 20, 2017

Sambutan Pa Direktur : Racikan Sejarah dan Kitab Klasik



Pada hari Kamis sampai Minggu tanggal 13 – 15 April 2017, saya dan rekan kerja sekantor ditugaskan mengikuti Konsolidasi Penyusunan & Evaluasi Program Madrasah yang bertempat di Padjadjaran Suites Resort & Convention Hotel, Bogor Jawa Barat. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Bapak Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Prof. Dr. Phil. H. M. Nur Kholis Setiawan M.A.

Saya sering mendengar penuturan Bapak Direktur dalam beberapa acara kantor dan kementerian Agama. Kagum dengan isi sambutannya yang tidak biasa, mendalam dan sarat makna. Setiap saya mengikuti paparannya, isi nya selalu berbeda dan membuat saya terkagum kagum dengan keilmuan yang dimilikinya. Pemahamannya terhadap beberapa referensi kitab klasik dan aplikasinya dalam hidup berorganisasi dan pekerjaan, dikemas dengan sangat indah melalui berbagai cerita menarik.

Ada 4 referensi yang menjadi kemasan pembicaraan pa direktur yaitu :
      1.      Kisah Wali Songo, terutama Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga
      2.      Sejarah Cirebon
      3.      Kitab Alfiyah Ibnu Malik
      4.      Muqaddimah kitab I’ananuth Thalibin (اعانة الطاليبن)

Cerita pertama beliau menuturkan kisah Sunan Bonang yang merupakan putra Sunan Ampel. Sunan Bonang adalah putra keempat Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyai Ageng Manila putri Arya Teja, Bupati Tuban. Mendengar kenakalan Raden Sahid (Sunan Kalijaga), Sunan Bonang pun bertindak dengan caranya. Siapakah Raden Sahid ini?

Raden Sahid adalah putra Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban. Masa mudanya dikenal sebagai remaja nakal yang suka berjudi, mencuri hingga diusir dari rumahnya. Usai diusir, malah semakin nakal dengan menjadi perampok yang membuat kerusuhan di Hutan Jatiwangi hingga dikenal dengan sebutan Brandal Lokajaya. Konon Raden Sahid ini adalah perampok budiman karena ia mencuri harta orang kaya untuk dibagikan pada orang miskin. Kenakalan Raden Sahid ini pun menggugah hati Sunan Bonang.

Suatu hari, Raden Sahid melihat ada seorang berjubah putih lewat di hutan Jatiwangi. Raden Sahid mengincarnya karena lelaki berjubah putih itu membawa tongkat yang gagangnya berkilauan, Raden Sahid mengiranya itu adalah emas. Ternyata gagangnya itu terbuat dari kuningan yang berkilauan saat terkena sinar matahari. Lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang yang menyamar untuk menyadarkan Raden Sahid.


Sunan Bonang menasehati banyak hal pada Raden Sahid, diantaranya mengumpamakan beramal dengan sesuatu yang haram itu seperti mencuci baju dengan air kencing. Ia juga memberi nasihat yang tercakup dalam kata MURNI yaitu

Mersudi
Urip
Rukun : togetherness (kebersamaan)
Nuju Nur cahyaning Gusti
Ing Alam Sejati

Inti ajaran Sunan Bonang yang ditekankan pa Direktur adalah pada kata Kebersamaannya. Bahwa pekerjaan yang dilakukan bersama-sama itu hasilnya berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan sendiri. Membangun madrasah juga butuh faktor kebersamaan ini, ujarnya. Faktor kedua yang diingatkan adalah keikhlasan. Bahwa aktivitas apapun yang dilakukan, jika diniatkan ibadah karena Allah, maka akan menjelma menjadi amal shalih. Membangun madrasah juga harus diniatkan karena Allah.

Cerita kedua yang menghiasi sambutan Pa Direktur adalah tentang sejarah Cirebon. Berdasarkan sumber sejarah lokal seperti Babad Cirebon, Cakrabuana, Syarif Hidayatullah dan Kian Santang merupakan tokoh utama penyebar Islam di seluruh tanah pasundan. Ketiganya merupakan keturunan Prabu Siliwangi dan memiliki hubungan keluarga sangat dekat. Cakrabuana dan Kian Santang adalah adik kakak, sedangkan Syarif Hidayatullah merupakan keponakan Cakrabuana dan Kian Santang.

Cakrabuana (dikenal pula dengan nama Walangsungsang) sebagai putra tertua, memiliki peran dominan dalam kehidupan bernegara.  Peran Kian Santang dan Syarif Hidayatullah pun tak kalah pentingnya dengan Cakrabuana. Ketiganya merupakan tokoh utama penyebar Islam di tanah pasundan. Ketiganya juga merupakan pencari ilmu yang sangat serius berguru pada beberapa ulama hebat sebagai upaya untuk mempelajari substansi keislaman. Ternyata para ulama zaman dahulu mengajarkan islam secara substansif, bukan hanya kulitnya saja. Maka media yang digunakan dalam menyebarkan Islam oleh para ulama zaman dahulu pun beragam, ada yang melalui seni, budaya dan lain-lain. Pa Direktur mengingatkan kami para pendidik di sekolah ini, untuk mengajarkan hal yang substansif, bukan hanya kulit luarnya saja.

Referensi ketiga yang digunakan Pa Direktur dalam mengemas sambutannya adalah kitab alfiyah Ibnu Malik. Kitab Alfiyah ini adalah buah karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik al-Andalusy atau lebih dikenal dengan nama Imam Ibnu Malik. Kitab ini membahas seluk beluk gramatikal bahasa Arab. Kitab ini masyhur di kalangan para santri pada beberapa pesantren, bahkan ada ungkapan yang mengatakan “belum dikatakan santri sebelum menguasai kitab alfiyah ini”. Kitab ini dinamakan alfiyah karena berisi 1002 bait berupa nadham  atau bait-bait syair untuk memudahkan pembacanya dalam mempelajari ilmu nahwu & sharf.

Salah satu bait yang dibahas Pa Direktur adalah tentang jama muannats salim (kata benda jama’ feminim). Isi baitnya adalah sebagai berikut :

وما بتا وألف قد جمعا # يكسر في الجر وفي النصب معا
“Setiap kalimat yang dijamak dengan tambahan alif dan ta (jama muannats salim) tanda jarr dan nashabnya sama dikasrohkan.”

Pa Direktur mengaplikasikan bait tersebut  dalam konteks kondisi kekinian madrasah yaitu bahwa kebersamaan ditandai dengan adanya kesamaan agenda dan platform. Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong adalah “anak sulung”, kakak tertua bagi 19 “adik-adik” nya, Insan Cendekia lain di seluruh provinsi. Maka kesamaan agenda, platform, totalitas bekerja, harus ditularkan pada semua civitas Insan Cendekia di seluruh provinsi.

Terakhir, referensi yang digunakan untuk mengemas sambutannya adalah Muqaddimah kitab I’ananuth Thalibin (اعانة الطاليبن). Beliau mengutip sebuah kalimat dalam muqaddimah kitab ini di halaman 2 yang berbunyi :

واعلم أيها الواقف على الجمع المذكور أنه ليس لى فيه الا النقل من كلام الجمهور والاتيان فى ذلك بالشىء المقدور

“(1) Ketahuilah wahai para pembaca, tidak ada sesuatu pun yang diungkapkan kecuali menukil dari pendapat jumhur (ulama mayoritas) dan juga (2) menghadirkan pendapat atas sesuatu yang belum tersentuh sebelumnya “

Kalimat (1) menurut Pa Direktur konteksnya adalah tentang kontinuitas, bahwa program atau karya itu hendaknya melanjutkan program atau karya sebelumnya, sedangkan kalimat (2) maknanya adalah PERUBAHAN atau CHANGE.

Artinya sebuah institusi atau pun diri kita, disamping harus memiliki referensi terpercaya dari para pakar terdahulu di bidangnya, juga harus terus berinovasi melakukan perubahan untuk menuju masa depan yang lebih baik.  

Begitulah sambutan setengah jam dari Pa Direktur yang sarat makna dan multi tema. Saya harus mencari informasi dari berbagai literatur untuk dapat menulis sambutan beliau ini. Hikmahnya adalah bahwa saya jadi banyak belajar berbagai disiplin ilmu untuk menyimpulkan sambutan beliau yang kaya akan wawasan dan gagasan.

Semoga Bermanfaat

Kamis, 200417.13.20
#odopfor99days#part2#day67


1 comment:

  1. " Artinya sebuah institusi atau pun diri kita, disamping harus memiliki referensi terpercaya dari para pakar terdahulu di bidangnya" Agree dengan statement ini.

    ReplyDelete

Postingan Favorit