Saya mengutip seluruh tulisan
ini dari pengantar Buku berjudul “MINHAJ: Berislam dari Ritual hingga
Intelektual” karya Hamid Fahmy Zarkasyi” agar tidak mengurangi esensi maknanya.
Berikut isi pendahuluan buku ini yang sangat menarik ...
Ada 4 kisah menarik dalam perjalanan keberagamaan umat
Islam yang perlu mendapat perhatian, kepedulian, keprihatinan dan sekaligus
jawaban para pakar. Empat kisah tersebut terjadi di 4 tempat yang berbda dan
pada waktu yang berbeda pula, tapi bermuara pada suatu masalah yang sama.
Kisah pertama terjadi pada tahun 1884 ketika Syaikh
Muhammad Abduh berkesempatan mengunjungi Kota Paris Perancis. Pada waktu itu
Paris telah menjadi kota yang teratus rapi, indah dan bersih. Penduduknya
memiliki etos kerja tinggi alias pekerja keras, ramah terhadap tamu, bersahabat
dan negaranya berkembang maju, bersih dan teratur.
Dari kunjungan ke Paris, Muhammad Abduh berkesimpulan
atas performa kota itu dan membandingkannya dengan di Arab:
رأيتُ الإسلام ولم ارَ مسلما ورأيتُ المسلكين في العرب ولم ار إسلاما
“ Aku melihat Islam –di paris- tapi aku tidak melihat Muslim,
dan aku melihat Muslim di Arab tapi tak melihat Islam.”
Apa yang dimaksud oleh
Muhammad sederhana, tapi di balik itu terdapat masalah kompleks. Nampaknya,
Abduh melihat bahwa amalan-amalan yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam
justru dilaksanakan oleh masyarakat Barat. Orang-orang Barat, misalnya,
benar-benar menjaga kebersihan kotanya. Sementara, orang-orang Islam di
negara-negara Islam pada waktu itu masih jorok dan tidak menjaga kebersihan,
padahal kebersihan adalah sebagian dari Iman.
Contoh lain, orang-orang Barat
adalah pekerja keras karena etos kerjanya tinggi. Sementara, etos kerja Muslim
di negara-negara Islam rendah. Padahal, dalam Islam, -misalnya- derajat profesi
saudagar yang jujur sangat tinggi serta orang Muslim yang kaya dan kuat lebih
disukai daripada yang lemah dan miskin.