Thursday, June 14, 2018

Al Zayyan Hari 29 : Perbedaan ar-Ru’ya dan al-Hilmu dalam al-Qur’an



Salah satu prinsip dalam struktur al-Qur’an adalah dipilihnya huruf sesuai dengan bunyi, harakat dan posisinya yang sangat berpengaruh terhadap makna. Setiap kata dalam al-Qur’an menduduki posisinya yang tepat dan jika salah satunya dibuang, digeser atau diganti dengan kata lain yang lebih baik dari seluruh perbendaharaan kata bahasa Arab, maka itu tak akan menjadi indah lagi.

Salah satu permasalahan bahasa yang masih menjadi sumber perdebatan para pakar bahasa Arab adalah masalah sinonim. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, sinonim adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun memiliki arti atau pengertian yang sama atau mirip. Sinomin bisa disebut juga dengan persamaan kata atau padanan kata. Masalah sinonim ini, masih menjadi salah satu persoalan yang menyibukkan perhatian Lembaga Bahasa Kairo di Mesir sana. Salah seorang anggotanya yang terhormat pernah mengusulkan untuk mengurangi beban kata-kata sinonim dengan menyusun sebuah kamus kosakata Arab yang menghindari adanya satu makna yang dimiliki oleh lebih dari satu kata.

Al-Qur’an adalah kitab berbahasa Arab terbesar. Oleh karena itu, kita tak layak mengeluarkan pendapat tentang masalah ini tanpa mengajukannya kepada kitab berbahasa Arab yang jelas ini. Kitab itulah yang akan menghentikan perselisihan yang sudah lama berlangsung. Banyak sinonim digunakan dalam al-Qur’an yang setiap katanya tak akan mampu mewakili yang lain karena penggunaan setiap katanya sudah sangat tepat.

Salah satu contohnya adalah kata yang digunakan al-Qur’an tentang mimpi. Ada 2 kata yang digunakan yaitu kata “al-hilmu atau al-ahlam” dan “ar-Ru’ya”.  Kata “al-ahlam” digunakan dalam al-Qur’an sebanyak 3 kali yaitu di surat al-Anbiya: 5, Yusuf: 44 dan ath-Thur: 32, sedangkan kata “ar-Ru’ya” disebutkan sebanyak 7 kali yaitu di surat Yusuf: 5, Yusuf: 43 (2x), Yusuf: 100, ash-Shaffat: 104-105, al-Isra: 60, al-Fath: 27.

Wednesday, June 13, 2018

Al Zayyan Hari 28 : Perbedaan Penulisan kata “ni’mah” dalam Al-Qur’an



Mujizat keindahan bahasa al-Qur’an tak pernah habis untuk dikaji. Banyak sisi menarik yang muncul dari ayat-ayat al-Qur’an, yang perlu dibahas dan mendapat perhatian khusus, diantaranya dalam hal penulisan kata ni’mah. Ternyata setelah diteliti, kata ni’mah ditulis dalam 2 bentuk yaitu dalam bentuk نعمة yang ditulis dengan ta marbuthah  dan dalam bentuk نعمت yang ditulis dengan ta mabsuthah. Hal ini menarik karena satu kata ditulis dengan menggunakan 2 jenis tulisan. Menurut beberapa ahli bahasa dan ahli tafsir, adanya penambahan huruf, pengurangan huruf maupun pergantian huruf dalam al-Qur’an selalu mengandung makna dan hikmah yang mendalam, tidak terjadi secara kebetulan dan tidak asal dicantumkan.

Kata ni’mah ditulis dengan 2 macam yaitu نعمت dan  نعمة. Kata نعمة yang ditulis dengan ta marbuthah disebutkan sebanyak 25 kali, sedangkan kata نعمت yang ditulis dengan ta mabsuthah disebutkan sebanyak 11 kali.

Kata نعمة dalam al-Qur’an terdapat dalam 25 ayat berikut ini :

al-Baqarah: 211, Ali Imran: 171, 174, al-Maidah: 7, 20, al-Anfal: 53, Ibrahim: 6, an-Nahl: 18, 53, 71, asy-Syu’ara: 22, al-‘Ankabut: 67, al-Ahzab: 9, ash-Shaffat: 57, az-Zumar: 8, 49, az-Zukhruf: 13, al-Hujurat: 8, al-Qamar: 35, al-Qalam: 2, 49, al-Lail: 19, adh-Dhuha: 11.

Tuesday, June 12, 2018

Al Zayyan Hari 27 : Penggunaan kata ganti “KAMI” Dalam Al-Qur’an



Dalam beberapa kesempatan, ada satu atau dua orang yang bertanya pada saya mengapa dalam al-Qur’an, ada kata ganti “kami” yang ditujukan pada Allah. Mengapa Allah menggunakan kata ganti kami? Apakah berarti Allah membutuhkan pihak lain? Atau itu bermakna bahwa Allah itu lebih dari satu? Bukankah kami itu bermakna banyak, apa itu berarti bahwa al-Qur’an mengakui Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Tuhan ROh? Hal inilah yang akan kita coba ulas dalam notes kali ini.

Saat kita membaca al-Qur’an, kita sering mendapati ada 3 kata ganti untuk Allah yaitu dia (هو), saya (انا) dan kami (نحن).

Contoh ayat yang menggunakan kata ganti dia adalah :

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, (QS al-Ikhlash: 1)

Monday, June 11, 2018

Al Zayyan Hari 26 : PENGGUNAAN KATA NI'MAH DAN NA'IM DALAM AL-QUR'AN



Kata an-Ni’mah dalam al-Qur’an terdapat pada 53 tempat, sedangkan kata an-Na’im terdapat pada 16 tempat. Dua lafal ini berasal dari satu kata. Keduanya bertemu dalam makna semantik umum yang dimiliki oleh akar katanya. Kamus-kamus bahasa hampir tidak membedakan makna kedua bentuk tersebut. Padahal tak mungkin kedua kata yang digunakan dalam al-Qur’an memiliki makna yang sama.

Mari kita lihat beberapa contoh penggunaan dua kata tersebut:
  1. Kata an-Nimah terdapat dalam beberapa ayat, misalnya
  • Surat al-Baqarah ayat 40
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).

Sunday, June 10, 2018

AL ZAYYAN HARI 25 : ADA APA DENGAN PERBEDAAN TULISAN بسم dan باسم DALAM AL-QUR’AN??



Al-Qur’an adalah kitab suci yang memiliki lafa-lafal paling fasih, terangkai dalam struktur paling indah dan mengandung makna paling sahih dan paling benar. Setiap kata dalam Al-Qur’an memiliki makna yang tepat dan mendalam. Struktur dan makna dalam setiap kalimat ini, tak bisa dipisahkan. Struktur kalimat dalam Al-Qur’an sangat sistematis dan itu berdampak pada makna yang dikandungnya. Jika pun keluar dari struktur umum yang berlaku saat itu, pasti ada rahasia hebat di baliknya.

Contohnya bisa kita lihat dalam surat al-Fatihah ayat 5:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”

Dalam struktur kalimat normal, seharusnya kalimat tersebut adalah إِيَّاكَ نَعْبُدُ , tapi al-Qur’an menggunakan struktur إِيَّاكَ نَعْبُدُ karena memiliki tujuan, yaitu di dalamnya terkandung makna pengkhususan sehingga bila struktur إِيَّاكَ نَعْبُدُ artinya adalah kami beribadah kepada-Mu, tapi struktur إِيَّاكَ نَعْبُدُ  artinya menjadi “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah”.

Saturday, June 9, 2018

Al Zayyan Hari 24: Perbedaan Nur dan Dhiya dalam Al-Qur'an



Dalam al-Qur'an, kita akan menemukan beberapa fenomena tata bahasa seperti ada dua kata yang (sepertinya) memiliki makna yang sama, ada lagi beberapa kata yang digunakan untuk menjelaskan satu makna, dll masih banyak lagi. Kali ini kita akan membahas penggunaan kata nur dan dhiya yang banyak diartikan sebagai cahaya, padahal maknanya berbeda, yang nanti akan kita lihat sumbernya dari ayat-ayat al-Qur'an.

Kata nur (نور) dalam al-Qur’an digunakan sebanyak 33 kali, sedangkan kata dhiya /ضياء  digunakan sebanyak 3 kali saja yaitu dalam surat Yunus ayat 5, al-Anbiya ayat 48 dan al-Qashash ayat 711.

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Dialah yang menjadikan matahari bersinar (dliyaa'an) dan bulan bercahaya (nuuron) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS Yunus: 5)



Friday, June 8, 2018

Al Zayyan Hari 23 : Pendengaran (السَّمْعَ) dan Penglihatan (الْأَبْصَارَ / بصَرَ ) dalam ayat-ayat al-Qur’an



Al-Qur’an adalah mujizat yang tak pernah habis untuk dikaji. Banyak aspek kemujizatan al-Qur’an yang menjadi sumber decak kekaguman, diantaranya aspek bahasa al-Qur’an (al-ijaz al balaghi). Mujizat tersebut dapat dikorelasikan dengan kemukjizatan ilmiah (al i’jaz al ‘ilmiy) al-Qur’an. Istilah al I’jaz al ‘Ilmiy (kemukjizatan ilmiah) al Qur’an mengandung makna bahwa sumber ajaran agama tersebut telah mengabarkan kepada kita tentang fakta-fakta ilmiah yang kelak ditemukan dan dibuktikan oleh eksperimen sains umat manusia, yang mungkin belum dapat dicapai atau diketahui dengan sarana kehidupan yang ada pada jaman Rasulullah saw.

Banyak sisi menarik yang muncul dari ayat-ayat al-Qur’an, yang layak dibahas dan mendapat perhatian khusus dari sisi bahasa dan sisi ilmiahnya, diantaranya dalam hal penyebutan kata pendengaran (السَّمْعَ) dan penglihatan (الْأَبْصَارَ بصَرَ ). Ada dua hal yang menarik saat membahas kata pendengaran dan penglihatan yaitu didahulukannya kata pendengaran dari penglihatan serta penggunaan bentuk tunggal untuk kata pendengaran, sementara untuk penglihatan kadang menggunakan bentuk tunggal, tapi lebih sering menggunakan bentuk jama’. Tentu ini bukan hal kebetulan da nada argumentasinya. Mari kita perhatikan korelasi antara kemujizatan bahasa dan kemujizatan ilmiah al-Qur’an saat membahas hal tersebut.

            Kata pendengaran (السَّمْعَ secara khusus dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 22 kali dan selalu disebutkan dalam bentuk tunggal yaitu dalam surat al-Baqarah: 7, 20, al-An’aam: 46, Yunus: 31, Hud: 20, al-Hijr: 18, an-Nahl: 78, 108, al-Isra: 36, al-Muminun: 78, asy-Syu’ara: 212, 223, as-Sajdah: 9, Qaaf: 37, al-Mulk: 23, al-Jinn: 9, al-Kahfi: 101, Fushshilat: 20, 22, al-Jatsiyah: 23,  al-Ahqaf: 26.

Thursday, June 7, 2018

Al Zayyan Hari 22 : Perbedaan Makna Khalaqa (خَلَقَ) dan ja’ala (جَعَلَ)



Jika kita membaca al-Qur'an secara teliti, ada beberapa kata yang digunakan untuk menjelaskan suatu makna. Tentang penciptaan misalnya, kata kerja yang sering digunakan  adalah جَعَلَ   dan  خَلَقَ . Dua kata tersebut, selalu disandingkan dengan proses penciptaan alam semesta beserta isinya. Dua kata tadi, sepintas memiliki makna yang sama yaitu menciptakan atau mengkreasi atau menjadikan. Tapi kalau diteliti, ternyata memiliki perbedaaan yang prinsipil dan jelas.


Kata خَلَقَ disebutkan lebih dari 200 kali dalam al-Qur’an, beserta kata ganti dan turunannya, seperti kata  خَلَقَ yang disebutkan sebanyak 76 kali, خَلَقْتُ yang disebutkan sebanyak 11 kali,   خَلَقَكُمْ yang disebutkan sebanyak 16 kali , خَلَقْنا yang disebutkan sebanyak 41 kali, dan sisanya dalam bentuk present tense (فعل مضارع), kata kerja pasif (مجهول) dan gerund (مصدر).

Kata جَعَلَ  disebutkan lebih dari 200 kali dalam al-Qur’an, beserta kata ganti dan turunannya, seperti kata  جَعَلَ yang disebutkan sebanyak 78 kali, جَعَلَكُمْ yang disebutkan sebanyak 9 kali, جَعَلْنا yang disebutkan sebanyak 113 kali , dan sisanya dalam bentuk present tense (فعل مضارع), kata kerja  perintah (فعل الأمر),kata kerja pasif (مجهول)  dan pelaku (اسم فاعل).

Wednesday, June 6, 2018

Al Zayyan Hari 21 : Kalimat Tak Bersubjek Pada Ayat Kiamat dalam Al Qur'an



Bahasa al-Qur’an adalah bahasa yang indah, mendalam, mudah dimengerti dan tak pernah habis untuk dikaji. Kajian tentang bahasa terpusat pada dua hal, struktur dan makna. Makna sangat terkait dengan konteks. Satu makna yang diungkapkan dengan berbagai kata, salah satu katanya tidak akan mampu mewakili atau menggantikan yang lain. Struktur bahasa al-Qur’an menempatkan posisi huruf dan posisi kata dalam kalimat sangat tepat dan mengandung makna mendalam. Gaya bahasanya, juga berbeda dengan gaya bahasa orang-orang Arab pada umumnya.

Di antara gejala stilistik (gaya bahasa) yang menarik perhatian dalam susastra al-Qur’an adalah gejala tidak diperlukannya fa’il (subjek) atau kalimat tak bersubjek dalam al-Qur’an, khususnya pada ayat-ayat yang berkaitan dengan hari Kiamat. Hal tersebut sangat menarik untuk dikaji, karena struktur kalimat ini konsisten dan terdapat di seluruh ayat tentang hari kiamat.

Tuesday, June 5, 2018

Al Zayyan Hari 20 : Penggunaan Fi’il (Kata Kerja) dengan Kata Ganti yang Bervariasi untuk Kata Malaikat




Ada fenomena menarik dalam Al-Qur’an saat menceritakan tentang Malaikat, terutama dari segi penggunaan fi’il atau kata kerjanya. Dari sisi bentuk kata, Malaikat adalah termasuk kata benda muannats atau berjenis kelamin perempuan, karena ada tanda ta marbuthah  di akhir sebagai ciri kata benda muannats. Kata malaikat adalah bentuk jama’ dari kata malak (ملك).

Ternyata, Allah menggunakan fi’il yang bervariasi saat berbicara tentang malaikat, kadang di satu ayat tertentu menggunakan kata kerja dengan bentuk mudzakkar atau berjenis laki-laki, tapi di ayat lain ada juga yang menggunakan kata kerja dengan bentuk muannats atau berjenis perempuan. Mari kita lihat contohnya

Menggunakan fiil madhi mudzakkar

فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ
Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuanya. (Surat Shad ayat 73)

Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah fiil madhi (past tense) yang berjenis laki laki yaitu kata sajada. Jika berjenis perempuan, seharusnya menggunakan kata sajadat ((سجدت.

Lalu, dalam ayat berikut, menggunakan fiil berjenis perempuan (muannats) yaitu :

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Surat Fushilat ayat 30).

Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah fiil mudhari (present tense) berjenis muannats yaitu kata tatanazzalu (تَتَنَزَّلُ).

Tentu ini menjadi pertanyaan besar, mengapa Allah menggunakan kata kerja yang seolah-olah tidak konsisten saat berbicara tentang Malaikat? Kenapa kadang menggunakan bentuk mudzakkar atau maskulin, dan di tempat lain bentuk muannats atau feminin yang digunakan. Ini menjadi perhatian banyak ulama bahasa dan bahkan para mufassir tekait hikmah dan rahasia dibalik fenomena menarik ini. Begitulah bahasa Al-Qur’an, tak pernah berhenti menuntaskan rasa penasaran para ahli bahasa saat itu, bahkan hingga saat ini masih banyak fenomena bahasa Al-Qur’an yang belum terungkap.

Monday, June 4, 2018

Al Zayyan Hari 19 : Keindahan Makna Ayyaman Ma’dudat (Perbedaan kata Ma’dudat مَّعْـدُودَاتٍ dan Ma’dudah معدودة), Bagian Kedua



Untuk melanjutkan pembahasan tentang ayyaman ma’dudat ini, awalnya saya fikir ini adalah hal sederhana, yang saya bisa fahami secara cepat. Ternyata saat membaca tafsir al-Mishbah karya M. Quraisy Shihab dan membandingkannya dengan analisa seorang dosen bernama Fadhil as Samirai dalam website www.albayanalqurany.com yang berbahasa Arab, saya kebingungan lalu saya pun mendiskusikannya dengan suami. Butuh waktu lama bagi saya untuk memahami ini, kembali bertanya pada suami tentang maksud dari berbagai referensi berbahasa arab yang terkadang membuat saya banyak bertanya tanya. Maka diskusi panjang pun terjadi, sejak sahur dilanjutkan setelah shalat shubuh, diiringi rasa kantuk yang mendera, lanjut lagi siang hari, ternyata seru dan menarik sekali karena analisanya berkembang ke pembahasan ilmu nahwu (sintaksis) dan balaghah.

Sisi menarik dari pembahasan tentang ayyaman ma’dudat ini adalah saat membandingkan redaksi ayat 80 surat al Baqarah dengan ayat 24 surat Ali Imran. Redaksi yang digunakan ternyata hampir mirip yaitu   قَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلا أَيَّامًا مَعْدُودَةً yang artinya mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja.". Secara umum kedua ayat tersebut menggunakan redaksi yang hampir sama, tapi jika kita amati,  ternyata ada penulisan yang berbeda untuk kata مَعْدُودَةً . Pada ayat 80 surat al Baqarah, tulisan yang digunakan adalah مَعْدُودَةً, sedangkan pada ayat 24 surat Ali Imran, menggunakan tulisan مَّعْـدُودَاتٍ. Mari kita perhatikan penulisan ayat lengkapnya berikut ini :

Sunday, June 3, 2018

Al Zayyan Hari 18 : Keindahan Makna Ayyaman Ma’dudat (Perbedaan kata Ma’dudat مَّعْـدُودَاتٍ dan Ma’dudah معدودة), Bagian Pertama



Sejak beberapa hari yang lalu, saya mencari berbagai referensi yang mengupas makna ayyaman ma’dudat secara bahasa, tapi rasa kepenasaranan saya tentang makna ma’dudat belum terpuaskan. Ada yang mengganjal dalam pikiran saya, mengapa kata ayyaman ma’dudat yang artinya beberapa hari tertentu, ditafsirkan menjadi sebulan penuh di bulan Ramadhan. Dan hari ini, akhirnya saya pun menemukan jawabannya. Semakin seru saat saya mendiskusikannya dengan suami, ternyata suami juga harus browsing lebih banyak. Jadilah hari Minggu siang tadi menjadi waktu yang kami habiskan di rumah, karena butuh berjam jam ngobrol sambil mencari referensi yang lebih meyakinkan, untuk memahami pembahasan ini.

Saat saya membaca banyak referensi tentang ayyaman ma’dudat, saya baru sadar ternyata ada perbedaan penulisan antara مَّعْـدُودَاتٍ dengan معدودة . Keduanya bisa digunakan untuk kata berbentuk jamak, tapi tulisannya sedikit berbeda, dan ternyata ini berefek pada perbedaan makna. Sangat menarik sekali, bahkan perbedaan tulisan ta marbuthah dengan ta biasa/ta zaidah ini tidak terjadi secara kebetulan, semuanya mengandung makna mendalam yang tak bisa diwakili oleh bahasa terjemahan.

Untuk memahami kandungan maknanya, mari kita lihat penggunaan kedua kata tersebut dalam Al-Qur’an.

Kata مَّعْـدُودَاتٍ  disebutkan 3 kali dalam Al-Qur’an yaitu

Saturday, June 2, 2018

Al Zayyan Hari 17 : Ada Apa dengan Kata Syahru (Antara Syahr, Qamar & Hilal)??



Hari ini saya kesulitan menentukan tema yang akan dibahas, karena saking banyaknya hal menarik saat saya berselancar mencari makna dari beberapa kata dalam Al-Qur’an. Awalnya ingin membahas tentang ayyam ma’dudat, tapi sepertinya referensinya belum cukup dan belum memuaskan rasa penasaran saya dari sisi aspek bahasanya. Lalu berkembang menjadi kemujizatan bilangan dalam Al-Qur’an, terutama saat saya mengkaji penggunaan kata syahr / bulan dalam Al-Qur’an. Ternyata ada yang lebih menarik lagi, saat Al-Qur’an menggunakan beberapa kata saat membahas tentang bulan.  

Setidaknya ada 3 kata yang digunakan Al-Qur’an saat berbicara tentang bulan yaitu syahr (شهر), qamar (قمر) dan hilal (هلال). Penggunaan setiap kata tersebut, tentu berbeda dan memiliki ciri khas tersendiri. Penerjemahan kata tersebut ke dalam bahasa Indonesia yang hanya memiliki kosa kata “bulan”, sebenarnya tak cukup mewakili kedalaman makna dari 3 kata tersebut.

Makna kata syahr, menurut Ibnu Manzhur dalam kitab lisan al Arab, mengandung 3 makna yaitu

1.             Syahr bermakna qamar yaitu bulan yang berada di langit (benda langit). Qamar secara akar kata bermakna putih, maka benda langit itu dinamakan qamar karena itulah yang tampak dan jelas cahayanya berwarna putih.
2.             Syahr bermakna hilal yaitu bulan sabit (bulan yang berumur dua malam awal). Hilal dalam bahasa Arab, secara akar kata bermakna tampak. Maka dinamakan hilal karena tampak dan jelas.
3.             Syahr bermakna sejumlah hari yang dikenal banyak orang, dinamakan demikian karena syahr ini dikenal lewat keberadaan bulan di langit (qamar), berdasarkan bulan inilah dapat diketahui awal dan akhir syahr. Makna syahr disini merupakan bulan dalam arti perjalanan waktu/zaman/masa. Makna syahr disini tetap terkait dengan qamar & hilal karena keberadaan posisi qamar & hilal lah yang menentukan perjalanan waktu yang kita sebut syahr.

Friday, June 1, 2018

AL ZAYYAN HARI 16 : RAMADHAN DAN DOA



Pada ayat-ayat puasa di surat al-Baqarah ayat 183-187, ada satu ayat terselip yang tidak secara khusus membicarakan puasa, tapi mengungkapkan tentang doa yaitu di ayat 186 berikut :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Sejak dulu, sudah banyak yang bertanya tanya, mengapa ayat doa ini “terselip” diantara ayat-ayat yang membahas puasa. Bahkan bagi yang tidak suka Islam dan Al-Qur’an, menganggap bahwa ini adalah bukti betapa tidak teraturnya susunan ayat-ayat Al-Qur’an. Beberapa ulama sudah banyak yang menjawab tentang hal ini, diantaranya Imam Ibnu Katsir yang menjelaskan bahwa sengaja Allah meletakkan ayat (186) ini diantara ayat-ayat tentang puasa yaitu sebagai tuntunan atau petunjuk supaya hamba-hamba Allah rajin berdoa ketika menyelesaikan bilangan puasa, terutama pada tiap-tiap berbuka puasa, karena orang yang berpuasa termasuk golongan orang yang do’anya tidak tertolak dan waktu berbuka adalah salah satu waktu diijabahnya doa.

Thursday, May 31, 2018

AL ZAYYAN HARI 15 : RAMADHAN DAN AL-QUR’AN : PERBEDAAN ANZALA (أنزل) DAN NAZZALA (نزل)



Al-Qur’an adalah kitab suci yang memiliki banyak fungsi. Selain sebagai petunjuk, obat, ia juga adalah sumber ilmu, terutama terkait kehebatan dan kekayaan bahasa Arab yang tak pernah habis  dan usang untuk dikaji dan dipelajari. Kata-kata yang digunakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an sangat detail dan teliti. Setiap jenis kata, walaupun artinya sama, tapi pasti mengandung makna yang berbeda. Tidak mungkin dua jenis kata digunakan jika memiliki makna sama. Inilah yang membuat Al-Qur’an menjadi mujizat hingga akhir zaman, karena selalu ada temuan baru dalam setiap ayatnya.

Seperti saat membicarakan turunnya Al-Qur’an, ada 3 kata yang biasanya digunakan yaitu nazzala (نزل) / menurunkan, anzala (أنزل) / menurunkan dan unzila (أٌنزل) / diturunkan. Anzala dan unzila memiliki bentuk yang sama, hanya yang satu aktif (menurunkan), dan yang lainnya pasif / diturunkan. Mari kita cermati penggunaan ketiga kata tersebut dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Dalam kitab Mu’jam Mufahras Li Alfazh Al Qur’an, kata nazzala disebutkan sebanyak 12 kali yaitu dalam surat al Baqarah ayat 176, Ali Imran ayat 3, an-Nisa ayat 136 dan 140, al-A’raf ayat 71 dan 196, al-Furqan ayat 1, al-‘ankabut ayat 63, az-Zumar ayat 23, az-Zukhruf ayat 11, Muhammad ayat 26 dan al-Mulk ayat 9.

Sementara kata anzala disebutkan sebanyak 63 kali, belum termasuk yang digabung dengan dhamir atau kata gantinya, seperti anzalnaa (أنزلنا) yang disebutkan sebanyak 40 kali dan anzalnaahu sebanyak 14 kali, sedangkan kata unzila disebutkan sebanyak 49 kali, belum termasuk yang digabung dengan kata gantinya.

Kita akan membahas sedikit saja ayat-ayat tersebut, untuk melihat perbedaannya.

Dalam surat Ali Imran ayat 3 yang berbunyi :

نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ

Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.  

Kata yang digunakan dalam ayat tersebut ada 2 yaitu nazzala saat menjelaskan turunnya Al-Qur’an, dan anzala saat berbicara turunnya kitab Taurat dan Injil. Jika diterjemahkan, artinya sama-sama “menurunkan”, tapi sebenarnya maknanya agak berbeda.

Menurut kaidah ilmu sharf (morfologi), kata dasarnya adalah nazala artinya adalah turun, kata ini tak membutuhkan objek, lalu turunannya adalah nazzala yang mengisyaratkan litaktsir yaitu menunjukkan peristiwa yang terjadi secara berulang ulang.

Beberapa ulama berpendapat, bahwa kata nazzala biasanya digunakan untuk menjelaskan proses turunnya Al-Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur. Sementara kata anzala digunakan untuk menjelaskan diturunkannya secara sekaligus. Dalam ayat tersebut, terlihat perbedaannya bahwa kitab Taurat dan Injil diturunkan secara sekaligus, isyaratnya adalah dengan menggunakan kata anzala, sementara Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur yang terlihat dari penggunaan kata nazzala.

Tetapi kata anzala ternyata digunakan juga saat menjelaskan tentang diturunkannya Al-Qur’an seperti yang terdapat dalam surat al-Qadr ayat 1 berikut :

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan.
Ada juga yang mengungkapkan bahwa kata anzala digunakan jika terkait dengan waktu dan tempat tertentu, sedangkan kata nazzala tidak dikaitkan dengan waktu. Ayat lain yang menjelaskan hal tersebut, salah satunya adalah pada surat al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Pada ayat tersebut, kata kerja yang menunjukkan diturunkannya Al-Qur’an menggunakan kata kerja pasif unzila (أنزل) yang dikaitkan dengan waktu turunnya Al-Qur’an pada bulan Ramadhan.  Sebagaimana yang dijelaskan diatas, kata anzala digunakan saat menjelaskan kitab yang diturunkan secara sekaligus. Jadi, Al-Qur’an turun pada bulan Ramadhan ini secara sekaligus. Hal ini berkaitan dengan tahapan diturunkannya Al-Qur’an.

Ada 3 tahap turunnya Al-Qur’an yaitu:
1.             Tahap pertama yaitu Al-Qur’an ditempatkan atau diturunkan di lauh mahfuzh yaitu suatu tempat gaib yang tak bisa diketahui secara pasti. Hal ini dijelaskan dalam surat al-Buruuj ayat 21-22
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ   فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ
Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauhmahfuz.

Ayat tersebut menggunakan kata anzala yang berarti bahwa proses pertama ini diturunkan secara sekaligus.
2.             Tahap kedua yaitu Al-Qur’an turun dari lauh mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia. Hal ini dijelaskan dalam surat ad-Dukhan ayat 3, al Qadr ayat 1 dan al-Baqarah ayat 185.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (ad-Dukhan ayat 3)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan.
(al-Qadr ayat 1)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an (al-Baqarah ayat 185)

Ketiga ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus pada satu malam di bulan Ramadhan yaitu pada lailatul Qadar yang disifati dengan lailah mubarakah (malam yang diberkahi).
3.             Tahap ketiga yaitu Al-Qur’an turun dari baitul izzah di langit dunia, langsung kepada Nabi Muhammad Saw secara berangsur-angsur. Hal ini dijelaskan oleh hadits berikut:

انزل القران جملة واحدة إلى سماء الدنيا في ليلة القدر ثم أنزل بعد ذلك في عشرين سنة وقرأ (وقرأنا فرقناه لتقرأه على الناس على مكث)

“Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada lailatul qadar, kemudian setelah itu diturunkan kepada Rasul selama 20 tahun, dan ia membaca surat al-Isra ayat 106”
(HR an-Nasai, as-Sunan al-Kubra, VI: 421 no hadits 11.372)

Proses turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad, dilakukan secara bertahap selama di Mekah (12 tahun 5 bulan 13 hari) dan Madinah (9 tahun 9 bulan 9 hari).

Demikianlah perbedaan penggunaan kata nazzala dan anzala terkait dengan proses turunnya Al-Qur’an, dimana kata nazzala biasanya digunakan saat menjelaskan tentang diturunkannya Al-Qur’an pada tahap ketiga yaitu secara berangsur angsur kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara kata anzala digunakan saat menjelaskan proses turunnya Al-Qur’an pada tahap pertama (lauh mahfuzh) dan kedua (baitul izzah).

Wallahu’alam
Dari berbagai sumber

Semoga bermanfaat

Wassalam
Serpong, Kamis, 31 Mei 2018 / 15 Ramadhan 1439 H, 19.00

#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan
#AlZayyanHari15
#Karya5TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab

Postingan Favorit