Wednesday, December 3, 2008

nyasar

aku punya sahabat dekat di tempat kerjaku di serpong, namanya evi orang banjar. suatu hari di saat kami mudik, kami janjian ketemu. kami sepakat ketemuan di masjid agung, yang mudah dijangkau.

setelah nyampe masjid agung tasik, aku pun menelfon teh evi
"teh, dah nyampe belum?"
"udah nov, ini dah di masjid agung" kata teh evi
"saya juga dah nyampe masjid agung nich, teteh di sebelah mananya?" ujarku
"saya di deket bedug nov, alias dulag"
"ok, saya nyari dulag or bedug deh" kataku

lama saya berkeliling nyari bedug, tapi tak kunjung kutemukan juga sosok teh evi.
akhirnya kutelfon lagi
"teh, ini tadi gw dah nyampe bedug, ko sosok teteh g keliatan? ada gedung dawah ga didinya? tanyaku
kata teteh:"iya ini gedung dawah oge, ada yogya oge (yogya adalah nama mall)"

aku mulai curiga dengan kejanggalan ini
"emang teteh di masjid agung mana? tasik kan?
dan kecurigaan pun terjawab sudah
"lho ko tasik sih nov, saya di masjid agung banjar. rumah saya kan di banjar" kata t evi

jadi saudara-saudara, ternyata kami sudah sama2 nyampe masjid agung, sama2 deket bedug, tapi yg satu di task, yg satu dibanjar. yah ga akan ketemu lah kalo gitu mah. jarak tasik banjar kan lumayan jauh

akhirnya kami pun ketawa ketiwi alias seuseurian di telfon, aya2 wae ... kami pun pulang kembali ke rumah masing-2, padahal kami dah bikin banyak rencana kalo brtemu nanti. hahahahaha

lemah

merasa lemah adalah saat dimana kita bersandar pada selain Allah, saat hanya kekuatan dirilah yang kita andalkan. seandainya Rasulullah adalah orang yang takut gagal, tidak mungkin kita bisa rasakan indahnya Islam saat ini. dan bila kita takut gagal, maka sebetulnya saat itulah kita benar-benar gagal. gagal dalam mendapatkan sesuatu, gagal pula menuai pahala. yang ada hanyalah kemarahan-Nya karena ada makhluk-Nya yang lemah, dengan sombongnya mengandalkan kekuatan diri

(dari t ier, 19 okt 06, 12:35)

TAARUF KE-10: DAUN MUDA

Suatu hari, temen ngajiku menawarkan seseorang untuk berproses denganku. temen ngajiku yang biasa kupanggil bundo karena orang Padang, kebetulan punya kontrakan. nah dia menawarkan seorang laki-laki yang kost or ngontrak di tempatnya.

aku sering nginep dirumah bundo di kawasan pamulang. saat aku nginep di rumahnya pada hari senin tanggal 10 sept 2007, aku pun bertemu dengannya. dia 4 tahun lebih muda dariku, orang makasar, sarjana teknik dari unhas, sekarang bekerja sebagai manajer di superindo. kami ngobrol selama dua jam dari pukul 19.30 sd 21.30, ditemani bundo tentu saja. orangnya rame, cepet akrab dengan siapapun, seneng ngobrol, terbukti dengan bundo ada saja topik pembicaraannya.

setelah itu, kami tenggelam dalam kesibukan masing-masing. memang akadnya di awal adalah berteman, jadi memang tidak perlu menanyakan tahapan berikutnya.

tanggal 31 okt 07, dia menelfonku, pamit karena dipindahtugaskan ke bandung, aku pun menyimpulkan bahwa proses ini berakhir.

TAARUF KESEMBILAN: NUMPANG LEWAT

Suatu hari di bulan april 2007, ada teman yang menawarkan proses (lagi) dengan seseorang yang bernama Akmal (nama sebenarnya lho). Saat itu beliau menelfon ku hari Sabtu tanggal 7 april, sepertinya aku memang belum siap untuk berproses lagi, karena itu aku putuskan mundur perlahan setelah sebelumnya janji bertemu tapi tak kunjung terlaksana.

Proses ini pun berakhir dengan sendirinya tanpa ada kejelasan kapan berakhirnya. Aneh ...

TAARUF KEDELAPAN: VIA DUNIA MAYA

Entah bagaimana awalnya, kami bertemu lewat dunia maya. Di bulan juni 2006, aku menerima email dari seseorang yang menawarkan taaruf, tepat di hari Jumat tanggal 2 juni 2006, bersamaan dengan Didi datang ke tempat kerjaku di Serpong untuk meminjam handycam. Lucu juga ketemu Didi, sahabatku sekaligus calon pasangan taarufku ... tapi untunglah kami masih bisa mengendalikan keadaan.

di hari Senin tanggal 6 juni 2006, kami berkirim email, saya dan dia, sebut saja namanya Muhammad. Dia aktivis, ikut tarbiyah, lulusan S2 di sebuah universitas. Hari rabu tanggal 8 juni 2006 disusul dengan mengirim foto, dan setelah itu menghilang tanpa jejak. Ternyata memang menghindar benar-benar cara laki-laki ... inilah proses tercepat sepanjang karir taarufku (hehe) dari tanggal 2 juni 2006 sd 7 juni 2006, hanya 5 hari euy ...

Lalu, jawaban itu pun datang. Di hari Sabtu tanggal 15 juni 2006, muhammad mengabariku bahwa dia ditawari proses dengan yang lain. Dah telat mas, ngabarin nya juga ...
Yah, memang nasib, laki-laki memang sangat berkuasa untuk menetukan pilihan, satu diantara beribu pilihan pun bisa dia dapatkan ...

Tapi belakangan ini memang aku menjalani beberapa proses tanpa adanya gairah dan semangat, mungkin karena sudah lelah berkali-kali gagal ...

TAARUF KETUJUH: SECRET ADMIRER

Di bulan Mei 2006, sahabatku yang lain, di tempat kerja di tangerang, juga mengagetkanku. Mas nono, sebut saja namanya itu, bilang ke sahabat wanitaku bahwa dia ingin serius denganku. Reuwas oge, ada yang diam-diam mengagumiku. Masa persahabatan selama 2 tahun di tempat kerja, dengan intensitas kerja yang lumayan tinggi, memang memungkinkan untuk meningkatkan kadar persahabatan ke tingkat relasi yang lebih serius. Tapi aku tetap saja tidak bisa meninggalkan prinsip awalku, sahabat adalah sahabat.

Mas nono adalah seorang guru cerdas, lulusan magister manajemen di sebuah universitas. Aku tidak menyangka dia berniat serius denganku, karena selama kami bersahabat, tidak terlihat sedikitpun hal yang mencurigakan. Tapi aku pun beristikharah, kuungkapkan semua kebingunganku pada-Nya. Hasilnya? Seperti biasa, laki-laki menghindar untuk menyelesaikan masalah. Dan proses dengan para sahabatku ini pun gagal lagi. Andai tahu prosesnya akan berakhir seperti ini, mendingan tidak pernah terjadi proses taaruf dengan sahabat, lebih indah menjadi sahabat, tapi sayangnya waktu tidak bisa di rewind ...

TAARUF KEENAM: TERNODANYA PERSAHABATAN

Tidak mudah menceritakan ini, sepertinya ini proses yang paling menyita fikiran dan hati, melelahkan sekali ...

Kami bersahabat di Bandung sejak tahun 2006, sebut saja namanya Didi. Tidak pernah terjadi apa-apa diantara kami. Karena aku berprinsip selama koridornya persahabatan, aku tidak akan pernah menodai indahnya sebuah persahabatan dengan adanya relasi yang lebih. Aku bahkan pernah menawarkan teman kerjaku kepada Didi, dan mereka pun sempat bertaaruf, bahkan mereka bertemu pertama kalinya di tempat kakaku di tangerang. Didi pun pernah bersilaturahmi ke rumah teman kerjaku itu. Entah apa sebabnya proses mereka tidak berlanjut.

Hingga, setelah aku menunaikan ibadah haji, tak terasa teman-teman dan sahabatku satu persatu meninggalkan masa lajangnya. Aku dan Didi, entah kenapa belum diamanahi pasangan. Kami pun berkomunikasi lagi setelah sekian lama kehilangan kabar. Dan di bulan maret 2006, tepatnya tanggal 22 maret 2006, entah gimana awalnya, tiba-tiba kami ”terjerumus” jadi membicarakan masalah pernikahan. Aku minta dicarikan temannya, dia malah menyatakan dia juga lagi nyari, ya sudahlah akhirnya kami berisitikharah selama seminggu untuk memutuskan taaruf ga yah?? Khawatir kalau ini hanya tipudaya setan saja.

Dan di akhir maret 2006 kami memutuskan untuk saling kirim data kembali, karena walaupun kami sudah bersahabat selama 10 tahun, kami tetap saja tidak saling mengenal pribadi masing-masing.

Tapi, kabar duka itu pun datang juga. Setelah sepakat untuk saling berkirim data kembali via email, dengan berbagai alasan Didi pun menunda-nunda, alasannya cukup bisa diterima sich, sibuk kerja ... hingga di bulan april 2006, saat kukirim sms menanyakan kabar, tak ada balasan.



Di sela-sela proses ini, di tanggal 17 april 2006, teman kerja ku di serpong menawarkan saudaranya, wah rasanya penat sekali, aku merasa proses dengan sahabatku ini ga jelas, belum dimulai memang, tapi juga sepertinya belum berakhir. Maka aku pun dengan halus menolak tawaran dari teman kerjaku. Aku pengen menyelesaikan satu persatu.

Akhirnya aku pun menulis sebuah tulisan di sebuah milis, yg juga diikuti Didi. BERHASIL. Dia pun merespon dengan mengirim sms, meminta maaf atas semua yang terjadi. Aku pun menyimpulkan bahwa memang itulah cara laki-laki menyelesaikan masalahnya, yaitu dengan menghindar. Mungkin takut menyakiti, tapi sebenarnya lebih tersakiti jika diberi ketidakjelasan. Belakangan kemudian aku tahu bahwa sebenarnya dia sedang berproses dengan yang lain. Mungkin memang bukan yang terbaik, tapi ternyata berproses dengan sahabat itu lebih menyakitkan, karena relasi sebelumnya yang sudah terjalin indah sebagai seorang sahabat, ternyata tidak bisa dikembalikan seperti sediakala. Ada yang sudah ternoda dan susah dibersihkan ...

Di bulan juni 2006, kami bertemu, dia datang ke tempatku untuk meminjam handycam. Di bulan juli 2006, terungkap juga dari Didi alasan dia menghilang di bulan april, katanya dia tidak cukup pede untuk berproses denganku, tapi sepertinya itu alasan sekunder. Alasan primernya ternyata adalah karena dia sedang dalam proses pending dengan akhwat tarbiyah. Bulan agustus 2006, bersama seorang teman, kami melakukan sebuah perjalanan untuk merencanakan bisnis bersama. Sepulang dari perjalanan bersama, dia memberiku sebuah harapan. Harapan untuk kembali bersama, tapi ternyata itu pun dia ungkapkan saat dia berproses dengan akhwat lain, yang sudah direstui ibunya.

Didi bimbang. Satu sisi, dia lebih mengenalku dibanding akhwat itu, sisi lain proses dengan akhwat itu sudah melangkah terlalu jauh. Aku memang kecewa saat tahu bahwa ketika dia berniat berproses denganku dan tiba-tiba menghilang di bulan april 2006, sebenarnya itu dalam tahap pending proses dengan sang akhwat tarbiyah. Kenapa yah laki-laki yang seperti Didi ini tidak kuasa memberikan ketegasan? Jika memang sedang berproses dengan seorang wanita, berhentilah untuk memberikan perhatian dan harapan pada wanita lain. Jika takut menyakiti, sebenarnya lebih tersakiti lagi jika berpura-pura memberikan perhatian untuk menutupi keadaan yang sesungguhnya.

Untuk menjaga berbagai hal, rencana berbisnis bareng pun kuhentikan. Ada satu aib Didi yang tidak perlu kuungkap disini, yang belakangan kusadari inilah hikmahnya aku tidak jadi menikah dengan Didi. Tidak jadi menikah dengan Didi, karena beberapa bulan kemudian, Didi menikah dengan sang akhwat tarbiyah. Di hari pernikahannya dia meminta maaf dan sengaja tidak mengundangku. Entah apa sebab nya ...

Dan life must go on, tidak mudah memang melanjutkan hidup setelah persahabatan ternodai, setelah merasa berkali-kali dikhianati, tapi terus akan kucoba dan kucoba. Sepertinya aku merasa lelah sekali ...

TAARUF KELIMA: TERBELENGGU MASA LALU

Suatu hari di bulan feb 2006, sepulang dari ibadah haji, temen kerjaku di tangerang, menawarkanku untuk taaruf. Walaupun masih lelah sepulang menunaikan ibadah haji, tapi aku teringat dengan doaku di tanah suci, mungkin inilah jalannya, fikirku.

Dan di hari jumat, 17 feb 2006, dia pun sms, ”assalamu’alaikum bu guru, gimana kabarnya? Saya soleh (kali ini nama sebenarnya, mudah2n orangnya ga baca blog ku). Mudah2n silaturahmi sms ini bermanfaat untuk sebuah persaudaraan”

Setelah kubalas dan kutanyakan tahap berikutnya, dia bilang ”terserah deh atur aja yah. Kita awali dengan sebuah persaudaraan dulu yah untuk saling mengenal dan mengetahui pribadi masing-masing”

Dan kami pun bertukar biodata, beliau lahir tahun 1975, orang Tegal, S1 bidang agama islam di sebuah sekolah tinggi, dan sekarang merintis bisnis percetakan. Katanya baru ditinggal nikah 2 minggu yang lalu, (saat itu tgl 18 feb 06). Anak ke-6 dari 10 bersaudara, pindah dari LIPIA karena berbeda faham. Dia aktivis PMII, organisasinya orang-orang NU. Punya aktivitas sosial yang biasa menangani kegiatan anak-anak yatim. Cool euy

Sebenarnya ada kesamaan antara kami, yaitu sama-sama trauma dengan proses pra nikah yang ga jadi. Tapi karena sama-sama terjebak kenangan masa lalu, kami pun menjalaninya dengan santai. Bahkan kami pun memutuskan untuk bertemu langsung daripada tukeran foto. Dan di hari Rabu 22 feb 06, tepat 5 hari setelah kami proses, kami pun bertemu di sebuah tempat di Ciputat. Dia ternyata pebisnis tulen, punya 6 karyawan, bahkan di sela-sela pembicaraan kami, beberapa kali dia menerima telfon bisnis, dan aku dicuekin, hehe

Begitulah pertemuan kami, setelah itu kami memutuskan untuk istikharah dan meminimalisir komunikasi (tepatnya mah loss contact). Hingga di hari kamis 2 maret 2006, proses itu pun berakhir, tepat hari ke-14. Sepertinya faktor trauma masa lalu, mendominasi fikiran kami masing-masing.

TAARUF KEEMPAT

Suatu hari di bulan feb tahun 2005, sahabatku waktu kuliah, yang sekarang berdomisili di batam, menawarkanku untuk bertaaruf dengan teman suaminya. Setelah kupertimbangkan, ga ada salahnya juga ikhtiar lagi untuk bertaaruf yang keempat kalinya.

Di hari Kamis, tanggal 24 feb 2005, dia, sebut saja namanya tyar pun sms, ”ass sy tyar, insya Allah mau taaruf”. Dan setelah itu, kami pun saling berkirim biodata dan foto, via sms juga via email. Kadang-kadang, tyar juga menelfonku, sepertinya dia memang berniat serius. Ya iyalah serius, kalau ga serius mah dia ga akan taaruf yah.

Sekilas tentang tyar, dia kelahiran tahun 73, orang aceh, kerja di Batam, anak ke-2 dari 8 bersaudara. Selama sebulan kami berkomunikasi dan berdiskusi, dan masalah itu pun datang ...
terkait dengan rencana keberangkatan hajiku di akhir tahun 2005, dan juga terkait dengan kontrak kerjaku selama 2 tahun dari tahun 2004 sd tahun 2006. artinya sampai tahun 2006, diriku tidak boleh meninggalkan tempat kerjaku di tangerang, sementara tyar juga sudah menjadi pegawai tetap di Batam. Dan tyar sudah memutuskan untuk serius melanjutkan proses taaruf ini ke jenjang berikutnya. Long distance? Ngga lah, ngapain juga nikah kalo akhirnya terpisah juga. Dan kami pun sama-sama bingung ...

ternyata, tak kusangka, tyar berusaha mengalah, dia pun mencoba nyari kerja di jakarta. Berkali-kali dia kirim email ke beberapa perusahaan di jakarta, tapi ternyata hasilnya nihil. Akhirnya karena menemui solusi buntu, kami pun memutuskan untuk menyelesaikan proses taaruf ini di tanggal 7 maret 2005. yah, proses kami hanya berlangsung selama 14 hari. Karena khawatir kalau diteruskan malah akan berkomunikasi yang tidak syar’i, maka dengan saling berat hati proses ini pun selesai.

di tanggal 20 maret 2005, tyar kembali menghubungiku, hanya menanyakan kabar dan sepertinya mulai mengadakan proses pdkt, hingga bulan april 2005 kami menyambungkan silaturahmi lagi, ga jelas juga sich proses lagi atau tidak. Pembicaraan masih bersifat umum, tapi perhatian-perhatian kecil dia berikan. Kami pun secara tidak sengaja melanjutkan proses kembali (CLBK kah? Caaruf lama bersemi kembali hehe). Kami pun mulai mensosialisasikan ke orangtua, tapi orangtuaku keberatan jika aku pindah ke batam, selain itu, aku juga masih terikat kontrak di tempat kerja ... kami pun sama-sama bingung ...

belum lagi tahun depan aku berangkat haji ... walaupun secara implisit dia menyatakan akan menungguku sepulang haji, tapi aku merasa, tidak bisa menjamin akan kebersihan proses ini jika kuteruskan, aku berangkat januari 2006, pulang dari haji bulan februari dan sekarang masih bulan april 2005, berarti hampir setahun. Aku tak sanggup, takut prosesnya tidak bersih lagi. Akhirnya dengan berat hati lagi, kami pun memutuskan untuk mengakhiri proses ini di bulan juni 2005

Lalu, di bulan agustus 2005, aku memberanikan diri untuk menawarkan sahabatku ke tyar, mereka pun berproses. Saat aku menunaikan ibadah haji, tepatnya tgl 8 januari 2006, tyar datang ke rumah sahabatku untuk bertemu keluarganya. Untunglah waktu itu kami tidak meneruskan proses, kasihan sekali kalau tyar harus menungguku, sementara ketika aku berangkat haji, dia bisa melakukan proses dengan yang lain. Memang kalau tidak berjodoh, ada saja jalannya, seperti aku dan tyar. Begitupula kalau sudah berjodoh, ternyata jalan nya mudah saja, seperti sahabatku dengan tyar.

Dan di bulan april 2006, mereka pun menikah, dan sekarang mereka sudah berbahagia dengan satu orang putri, bahkan sekarang sahabatku itu sedang hamil lagi.

Alhamdulillah, aku berhasil jadi mak comblang, semoga bisa membangun rumah di surga kelak. Amin

Ko jadi kaya cerita sinetron yah. Udah ah. Case closed ...

TAARUF KEDUA

Ini mungkin proses terkilat yang pernah kujalani. Ditawarin teman kerja di tangerang, dengan seorang ustadz di kampungnya, di akhir desember 2003, lalu kami bertemu di tempat teman kerjaku itu. Dan di tanggal 2 januari 2004, proses kami pun berakhir. Haha secepat itu yah ...

Wednesday, November 19, 2008

Lelah dan Menjadi Kuat ...

"Ada yang mengeluh, merasa jenuh, ingin gugur dan jatuh, ia berkata "LELAH".
ada juga yang lelah, tubuhnya penat, tapi semangatnya kuat, ia berkata "LILLAH" karena Allah. ikhlaslah saudariku" (dari Rizka, 19 sept 08, 13.09)

"Nakhoda yang tangguh tidak lahir dari laut yang tenang, tapi dari ombak badai yang besar, tak ada yang sia-sia dari pemberian Allah. selalu ada rencana Allah dibalik suatu ujian"
(dari t kiki, sept 08)

"Baru saja saya bertemu dengan 4 sekawan, KESEHATAN, KEDAMAIAN, KEBAHAGIAAN DAN KESEJAHTERAAN. Mereka perlu tempat tinggal yang tetap. mereka saya arahkan ke alamat saudariku. semoga mereka dapat bermukim selamanya"
(dari rizka, sept 08)

Hidup adalah untuk berasa, asa yang mesti kita gantungkan pada yang Maha Segala, iman semestinya berdegup bersama jantung, berdenyut bersama nadi, mengiringi hembusan nafas, malam adalah saat yang tepat ungkapkan asa. lambungkan asamu dan jangan lupa sertakan aku dalam doamu
(tahajud call dari t dini, arsip 06)

"Jika Engkau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sifatnya sia-sia, Allah Maha Tahu betapa kerasnya engkau berusaha"
(dari Ristin, sept 07)

terima kasih buat semuanya
wassalam
eva novita
setelah melewati ujian pasca haji,
3 tahun yang melelahkan tapi indah

indah pada waktunya

Aku minta setangkai bunga segar, Allah beri kaktus berduri. Aku minta binatang mungil nan cantik, Allah beri ulat berbulu. Aku sedih, aku protes dan kecewa. betapa tidak adilnya ini. namun kemudian ... kaktus itu berbunga sangat indah. ulat itupun tumbuh dan berubah menjadi kupu-kupu yang amat cantik, itulah jalan Allah, "INDAH PADA WAKTUNYA"

Allah tidak memberi apa yang kita perlukan.
kadang kita sedih,kecewa dan terluka, tapi jauh diatas segalanya. Allah sedang merajut yang terbaik untuk kita. semoga kita menjadi orang yang bisa bersyukur kepada Allah,
Tetaplah menjadi orang yang sabar

dari bu dini
1 okt 07, 16.37

Cermin ...

"Akhir dari petualangan itu adalah sebuah kesadaran bahwa selama ini aku telah melupakan dzat Tuhan yang sebenarnya sehingga aku tenggelam dalam kebodohan dan terpasung keraguan. Oh rupanya iblis telah berhasil menjebak langkahku ke tepi neraka yang sesungguhnya. semoga masih ada waktuku untuk keluar dari jebakan iblis, dan semoga masih ada waktuku untuk beribadah kepada Tuhanseperti yang Tuhan maksudkan atas penciptaanku.

Kalau wajah Tuhan mulai samar pada cermin qalbu kita, mungkin ada baiknya kita mencari wajah Tuhan itu pada cermin alam yang tidak pernah retak kejujurannya. selamat bertemu kembali dengan cinta-Nya karena manusia tidak boleh terjebak terlalu lama agar tidak merugi"

sms dari Ida Siti Saadah
7 Nov 08, 15.06

pengajian nasaruddin umar

Menurut Prof Nasaruddin Umar ada 5 respons Emosi keagamaan yaitu:
1. Ketika Seseorang ditimpa musibah
2. Ketika seseorang mempunyai Hajat besar
3. Ketika seseorang sedang melakukan dosa besar
4. Ketika seseorang sedang dalam keadaan normal
5. Ketika seseorang sedang mencapai maqam tertinggi

akhirnya ku menemukan-Mu

bulan november 08 ini aku seneng banget, akhirnya ujian2 pasca haji selama 3 tahun, selesai juga, agak plong karena endingnya indah, walopun prosesnya berat banget. berkali2 jatuh bangun mempertanyakan takdir, protes sama Dia, kenapa beberapa kali mimpiku terhempas, melelahkan pokonya, tapi pertengahan november lalu, dengan berurai air mata, aku nyatakan "Tuhan, saya menyerah ..." terserah Engkau saja mau mengujiku dengan ujian apapun, asal aku tidak jauh dari-Mu.

ternyata buah dari ujian2 itu mulai terungkap satu2. tiba2 saja aku pengen kuliah lagi, lama banget aku istikharah memilih antara 3 universitas, UI, UIN atau IIQ. ternyata aku dimudahkan daftar k IIQ. dan mulai okt lalu aku pun mulai kuliah. dan ternyata menyenangkan. aku selalu menantikan hari selasa dan sabtu. sampe nyesel kenapa ga dari dulu kuliah
. tapi timingnya emang udah diatur juga.

tiba2 juga aku ketemu sama PSQ (Pusat Studi Al-Quran), punya nya Quraisy Shihab, disitu ada kajian mingguan, pematerinya dosen2 pasca UIN dan univ lain. Wah seneng banget deh pas ketemu sama pengajian ini. apalagi pas prof nasaruddin umar ngisi, tenang tapi bikin orang nangis (lihat di label Pikabungaheun).

makasih buat semua yang udah bantu aku melewati ujian ini.
Dan terpenting Thanks God dah ngasih kado terindah untuk ultahku.

nov 08
jelang ulang tahunku

Ketika Remaja merasakan indahnya Islam

KETIKA REMAJA MERASAKAN INDAHNYA ISLAM

Ini cerita tentang seorang siswa di sebuah sekolah, sebut saja namanya Ferry. Ketika saya masuk sekolah ini tahun 2004, Ferry sudah duduk di kelas XI IPS. Saat itu, Ferry dikenal sebagai siswa yang sering melakukan pelanggaran di asrama, terutama berkaitan dengan poin shalat berjamaah di masjid. Beberapa kali Ferry dicabut ijin keluarnya karena setelah direkap, poin pelanggaran shalat berjamaahnya sudah sangat banyak. Walaupun begitu, Ferry tidak menyerah. Dia pun memanggil orangtuanya untuk “merayu” guru asrama agar tetap bisa keluar asrama. Teman saya, yang saat itu berhadapan dengan orangtuanya, sempat bersitegang juga dan berdebat dalam rangka menyampaikan aturan sekolah.
Puncaknya, saya dan guru asrama lain beserta seorang wakil kepala sekolah sempat menyidang Ferry di malam hari, mengingatkan dan menasehati Ferry berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukannya. Bahkan saat itu, setelah berbagai tahap peringatan tidak mempan juga, wakil kepala madrasah pun sempat memberikan peringatan keras dengan cara menyuruhnya membereskan koper untuk bersiap-siap meninggalkan sekolah ini jika Ferry tidak memperbaiki kesalahannya.
Setelah proses sidang tersebut, mulailah terlihat perubahan pada diri Ferry. Ketika duduk di kelas XII IPS, dia sekamar dengan ketua OSIS, perubahannya semakin terlihat. Sang ketua OSIS ini dengan sabar mendampingi dan menjadi teman dekatnya. Sifat Ferry yang keras ditaklukkan dengan karakter sang ketua OSIS yang lembut. Bahkan lebih dari yang diperkirakan, Ferry berubah secara drastis. Akhlaknya terhadap orang lain semakin santun, shalat berjamaahnya rajin, bahkan yang membuat kami kaget, dia ingin melanjutkan kuliahnya di Mesir. Mungkin banyak yang tidak tahu, bahwa walaupun sekolah ini bernama MAN, tapi siswanya jarang sekali yang berniat melanjutkan studinya ke jurusan agama. Mayoritas siswa mengambil jurusan-jurusan exact, sehingga jika ada siswa yang ingin melanjutkan studi ke jurusan agama apalagi ke Mesir, ini biasanya menjadi perbincangan yang menarik dan menjadi oase yang menyejukkan.
Begitulah proses pendidikan, ada banyak faktor yang membuat berhasil. Selain kebiasaan baik yang ditanamkan disini, faktor teman juga bisa membuat seseorang berubah ke arah positif atau bahkan sebaliknya.
Saat Ferry berkonsultasi pada kami, guru asramanya berkaitan dengan rencana kepergiannya ke Mesir, saya sempat meledek dan mengingatkannya tentang proses sidang yang sempat membuatnya terusir dari sekolah ini. Ferry pun tersipu-sipu, malu katanya kalau mengingat saat itu.
Saat proses ujian negara selesai, sambil menunggu wisuda, Ferry dengan semangat mempersiapkan kepergiannya dengan cara belajar bahasa Arab dan menghafal Al-Quran kepada Syaikh Syahatah, Syaikh dari Mesir yang ditugaskan disini.
Kabar terbaru dari Ferry, saat datang beberapa waktu lalu sebagai alumni, mengatakan bahwa dia tidak lulus ujian seleksi ke Mesir. Kasian juga, tapi memang tidak mudah ujian ke Mesir kalau tidak berasal dari pesantren seperti Gontor. Sambil mempersiapkan kembali, kabarnya Ferry akan kuliah di UIN, sambil belajar bahasa Arab dan menghafal Al-Quran. Semoga apa yang dicita-citakannya tercapai.

Semoga Bermanfaat

Wassalam
12 des 06
Eva Novita
Menghargai sebuah PROSES
“Saat mimpi belajar ke Mesir belum jua terlaksana”

Ketika Beban Remaja semakin berat

KETIKA BEBAN REMAJA SEMAKIN BERAT

Ini sebuah cerita tentang 2 orang remaja, sebut saja namanya Edo dan Desi. Saat ini, Edo dan Desi duduk di kelas 3 IPA sekolah ini, MAN INSAN CENDEKIA. Dari luar, sepertinya mereka baik-baik saja. Tapi sebenarnya masalah yang mereka hadapi sangat berat, terutama berkaitan dengan orangtuanya. Dulu, orangtua mereka adalah orang yang sangat kaya, bahkan Edo pernah melakukan perjalanan ibadah haji sekeluarga. Tapi saat ini perlahan-lahan kekayaan mereka semakin menipis, bisnis pun mengalami kebangkrutan, hingga puncaknya kedua orangtua mereka harus berhadapan dengan pihak kepolisian terkait dengan masalah penipuan di dunia bisnis yang mereka geluti.
Orangtua Edo, terutama ayahnya, sampai sekarang termasuk dalam daftar DPO (Daftar Pencarian Orang) yang sangat dicari pihak kepolisian. Sementara Desi, kedua orangtuanya sudah mendekam di penjara sejak bulan Januari 2006. Tidak mudah bagi mereka untuk survive menghadapi hidup ini. Bagaimanapun mereka sudah bukan anak-anak lagi yang bisa cuek dengan permasalahan orangtuanya. Bagaimanapun permasalahan orangtuanya tetaplah akan menjadi beban mereka yang tidak ringan. Tetapi mereka berusaha dengan berbagai cara mencoba bertahan. Ternyata ada yang membedakan cara Edo dan Desi menghadapi permasalahan ini. Edo cenderung melampiaskannya terhadap hal-hal negatif sementara Desi lebih ke arah yang lebih positif, dengan cara lebih mendekatkan diri terhadap Allah, dan mencoba mengambil hikmahnya. Dalam hal ini, tingkat spiritualitas menjadi faktor penentu yang membedakan mereka dalam menghadapi permasalahan tersebut. Atau memang dari sisi gender, cara perempuan dan laki-laki memang berbeda dalam mencari pelampiasan??
Sementara Edo, entah sudah berapa kali harus dipanggil pihak sekolah karena melakukan berbagai pelanggaran, dari mulai sering bolos, sering tidak shalat berjamaah di masjid, dan puncaknya saat bulan Ramadhan lalu, melakukan aksi pengancaman terhadap salah satu pengurus OSIS yang mengetahui pelanggaran yang dilakukannya. Saat disidang tidak lama sebelum kasus Dika, Edo menceritakan semuanya dengan sikap yang sangat tenang, seolah sudah biasa menghadapi masalah berat. Tidak ada kata penyesalan, bahkan tidak terlihat raut kesedihan. Bagaimanapun, saya bersama guru lain yang mengikuti sidang tersebut dari awal, tidak bisa menyalahkan Edo sepenuhnya mengingat beban berat yang dipikulnya. Tapi, peraturan tetaplah peraturan yang harus ditegakkan sekaligus pembelajaran untuk siswa lainnya agar tidak melakukan pelanggaran yang sama. Bulan november pun Edo harus mengalami skorsing 2 minggu, itupun sulit sekali mendapatkan alamat rumah orangtuanya karena sering berpindah-pindah, maklum dengan statusnya yang DPO tentu terlalu beresiko jika punya satu tempat tinggal yang tetap.
Sementara Desi, tidak banyak hal negatif yang muncul dari pribadinya. Bahkan saya baru tahu permasalahan yang dialami Desi, hari Kamis kemarin, itupun dari guru lain, karena memang Desi seperti tidak sedang mengalami masalah berat. Dia sangat rajin pergi ke masjid, menjadi pengurus OSIS yang amanah saat kelas 2 setahun yang lalu, menjadi kakak kelas yang dapat diteladani adik kelasnya dll. Prestasinya pun stabil. Ketika Desi curhat pada teman saya (guru asramanya Desi), sambil menangis Desi mencoba menegarkan dirinya sendiri, bahwa apa yang dia alami saat ini pasti tidak seberat yang dialami orangtua nya di penjara. Teman saya itu sampai ikut menitikkan air mata mendengarkan alasan Desi kenapa sampai saat ini dia masih bisa survive. Kedewasaan ini tentu tidak mudah didapat dan melalui proses yang tidak singkat.
Demikian sebagian profil para remaja kita. Kalau saya berada di posisi mereka, entah akan sekuat mereka atau tidak. Yang pasti, para remaja saat ini memang menanggung beban yang tidak mudah, karenanya sangat wajar jika yang muncul ke permukaan (terutama di kota-kota besar) adalah para remaja yang mencari berbagai cara untuk mencari perhatian, baik dengan hal yang positif maupun yang negatif. Mungkin beberapa kasus remaja yang terlibat hal negatif, salah satu penyebabnya adalah dari orangtuanya sendiri.

Semoga bermanfaat

Wassalam
Eva Novita
Kenangan 2007
Insight Parenting CenterBelajar Berempati

Ketika Remaja Haus Ilmu Agama

KETIKA REMAJA HAUS ILMU AGAMA

Sekolah ini didirikan oleh Pak Habibie, memiliki visi menyeimbangkan IMTAK dan IPTEK. Awalnya, input sekolah ini adalah lulusan pesantren dan MTs yang berprestasi, untuk kemudian dibina dari sisi IPTEK-nya. Saat didirikan tahun 1996, sekolah ini beridentitas SMA. Mulai tahun 2000, identitasnya berubah menjadi MAN (Madrasah Aliyah Negeri), sehingga yang awalnya dibawah diknas, sekarang resmi di bawah naungan Depag. Inputnya pun mulai berkembang, bukan hanya dari pesantren dan Mts, tapi mulai banyak dari lulusan SMP Negeri dan Sekolah Islam lainnya. Kabarnya, tahun depan, Dirjen Depag akan mengembalikan input sekolah ini ke khittahnya semula, yaitu hanya menerima lulusan pesantren dan Mts. Tapi ini masih menjadi bahan perdebatan di beberapa kalangan.
Sesuai dengan visi sekolah ini, maka porsi IMTAK dan IPTEK lebih ditekankan. Tapi, implementasinya di kurikulum, porsi IPTEK dalam hal ini pelajaran-pelajaran exact lebih dominan. Sehingga tuntutan akademis terhadap pelajaran-pelajaran exact, lebih tinggi dibanding pelajaran-pelajaran lain. Siswa siswi disini banyak menghabiskan waktu untuk memenuhi tugas-tugas akademis, sehingga kurang memiliki waktu banyak untuk belajar hal lain.
Untuk meningkatkan sisi IMTAKnya, selain kebiasaan-kebiasaan rutinitas sehari-hari yang ditanamkan seperti shalat berjamaah dan tadarus, dalam seminggu ada 3 malam yang digunakan untuk mengkaji wawasan keagaamaan, dengan durasi 1 jam dari pukul 19.00 sd 20.00. Tapi karena siswa sudah lelah dengan berbagai aktivitas, kadang siswa baru pulang ke asrama pukul 17.30, kajian ini pun menjadi tidak maksimal. Walaupun begitu, tentu bukan berarti program ini harus dihentikan.
Setiap malam Sabtu setelah shalat Isya, saya mengisi kajian di kelas 3 putri. Saat saya mengisi kajian ini beberapa bulan lalu, yang hadir hanya beberapa orang dari yang seharusnya 28 orang. Kelas 3 memang memiliki kesibukan ekstra berkaitan dengan persiapan mereka untuk ujian nasional dan SPMB. Seringkali saya tidak banyak memberikan ilmu kepada mereka, tapi memancing mereka untuk berdiskusi.
Saat itu, saya membawa buku Even Angels Ask atau Bahkan Malaikat pun Bertanya karya Jeffray Lang. Saya ceritakan sebagian isi buku itu, karena ternyata sebagian besar dari mereka belum pernah membaca buku tersebut. Setelah berakhir, ada salah seorang siswi, sebut saja namanya Risa, yang ingin melanjutkan diskusi, kami pun ngobrol dan berdiskusi. Sempat juga dia curhat tentang beberapa hal.
Beberapa minggu kemudian setelah saya melupakan kajian kemaren, tiba- tiba Risa membawa sebuah buku karya Jeffrey Lang yang baru terbit bulan Oktober lalu, yang berjudul “Saya Beriman maka Saya Bertanya”. Risa berniat meminjamkan buku itu kepada saya, setelah dia selesai membacanya, tentu saja dengan penuh semangat saya menerima tawarannya. Lumayan, saya bisa baca buku pinjaman tanpa harus mengeluarkan uang, hehe.
Begitulah jika mereka sudah haus ilmu agama, ketika mereka tidak bisa dapatkan disini, mereka akan mencarinya dengan penuh kesadaran. Dan saya pun kini punya banyak teman diskusi, yaitu murid-murid saya …

Semoga Bermanfaat

Wassalam
20 des 06
Eva Novita
Mengajar sambil Belajar

Friday, August 15, 2008

MEMAKNAI KESENDIRIAN

Kesendirian. mungkin begitulah problema yang banyak dialami wanita atau pria yang belum menikah. Ada banyak faktor yang menyebabkan mereka, baik wanita ataupun pria, belum mengakhiri masa lajangnya.

sebagian penyebabnya ada yang merasa belum siap, ada yang memprioritaskan untuk membantu finansial keluarga, ada yang berkali-berkali proses tapi gagal maning gagal maning. ada juga yang trauma dengan luka masa lalu.

Apapun penyebabnya, satu hal yang pasti bahwa takdir bukan di tangan mereka. sejauh apapun ikhtiar, jika saatnya belum tiba dan ridha-Nya belum turun, maka itu tak akan terjadi.

UJIAN KEIKHLASAN

Dalam Al-Quran, seringkali kita menemukan beberapa ayat yang menyatakan relasi antara ujian dan keimanan, salah satunya dalam surat Al-ankabut ayat 2 yang artinya "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka (dibiarkan saja) mengatakan ‘kami telah beriman’ sedang mereka belum diuji??"
Maka berbahagialah orang-orang yang sedang diuji dengan berbagai macam persolalan, karena itulah sarana peningkatan kualitas keimanan kita.

Seringkali kita diuji pada titik kelemahan kita. Saya misalnya merasa titik kelemahan saya adalah pada keikhlasan. Saya selalu harus berjuang keras untuk menjadi orang yang ikhlas. Rasanya sulit sekali menjadi orang ikhlas, berbuat sesuatu semata-mata karena-Nya, berharap dan bersandar hanya kepadaNya. Karena itu, salah satu "oleh-oleh" yang saya minta dari perjalanan ibadah haji adalah agar saya menjadi orang ikhlas.

Tetapi apa yang terjadi??

TAARUF KETIGA: TERLALU CEPAT

Sewaktu kuliah, saat teman-temanku membicarakan pernikahan dan saling berdoa untuk segera memasuki gerbang pernikahan di usia muda, entah kenapa aku tidak ingin menikah di usia muda. Aku punya banyak mimpi yang sepertinya akan sulit bila aku menikah muda. Jadilah ketika teman-temanku mendoakan supaya menikah cepat, aku tidak meng'amin'kan, malah aku selalu bilang "ntar aja, kalian duluan deh" (emang apaan duluan)

Selepas kuliah di Bandung, aku pun mencoba mencari kerja di Bandung. Tapi berbulan-bulan kucoba, tak banyak yang kudapat sementara aku tetap harus mengeluarkan biaya untuk kost dan makan. Setelah istikharah, kuputuskan untuk hijrah dari kota Bandung. Kebetulan orangtuaku punya wartel di daerah pinggiran ibukota yang belum ada petugasnya, akhirnya kuputuskan untuk membantu usaha orangtuaku sambil mencari kerja.

Menjaga wartel ternyata membosankan, tak menantang untukku yang biasa banyak beraktivitas. Akhirnya aku pun melamar pekerjaan di berbagai institusi. Berbagai interview kuikuti. Alhamdulillah 5 bulan kemudian, usahaku berbuah. Aku diterima menjadi guru di sebuah sekolah islam elite. Ku masih ingat saat itu pertengahan tahun 2001.

Karena ini impianku dari dulu, aku pun menikmati pekerjaan ini. Berangkat kerja mulai pukul 6 pagi, pulang jam 5 sore, setelah magrib disambung dengan mengajar TPA di tempat kontrakan ibuku. Bertahun-tahun, kujalani rutinitas ini dengan penuh sukacita. Hingga tak terasa usiaku terus bertambah. Aku pun mulai jenuh dalam rutinitas pekerjaan, setelah 3 tahun bekerja, aku mulai mencari-cari pekerjaan lain tanpa sepengetahuan teman-teman kerjaku. Beberapa teman dan saudara bahkan mengingatkanku untuk segera mencari pasangan.

Suatu hari, pita, tetangga kontrakanku meminta kartu namaku. Katanya dia mau menawarkan bazaar pada event pengajian besar yang akan digelarnya bersama teman2 pengajiannya. Memang sambil mengajar, aku pun mulai merintis bisnis di bidang garment, pakaian muslim dan muslimah. Kadang sambil sekolah, kutawarkan kepada teman-temanku dengan sistem kredit. Di hari libur, kulanjutkan dengan berkeliling ke rumah saudara-saudaraku. Memang saat itu gajiku sebagai guru hanya cukup untuk ongkos dan makan plus jajan. Padahal aku ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.

Pita memberitahukan rencananya dengan mengundangku mengikuti bazaar. Aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan. Kutanyakan kepada pita tentang segala aturan mainnya tanpa curiga sedikit pun. Pita pernah menyebut-nyebut sang ketua panitia, tapi kupikir apa urusanku dengan si ketua panitia, toh lewat pita pun aku masih bisa daftar untuk menjadi peserta bazaar.

Ternyata, pita menyerahkan kartu namaku pada sang ketua panitia, tanpa sepengetahuanku. Aku tidak tahu kalo ternyata pita mempunyai rencana lain ketika meminta kartu namaku. Aku ingat saat itu di tahun 2004, aku sedang berusaha mewujudkan salah satu mimpiku yaitu mengabdi di sebuah pesantren di pedesaan atau pedalaman. Kebetulan aku membaca iklan, sebuah pesantren di daerah Kalimantan sedang membutuhkan seorang guru. Aku pun menghubungi cp nya. Kami pun "janjian" untuk ketemuan di daerah Jakarta di hari Sabtu.

Malam Sabtunya, pita menghubungiku, katanya kartu namaku sudah diberikan pada sang ketua panitia, sebut saja namanya Rahman. Aku kaget, setelah bazaar itu, aku sudah tidak ingat lagi tentang kartu nama, karena pita pindah tempat kontrakan. Kufikir, setelah bazaar selesai, urusan kartu namapun selesai, ternyata belum saudara-saudara. Pita memberitahu, bahwa besok hari Sabtu ikhwannya pengen ketemu. Lho ko jadi begini? Di saat aku sedang berusaha mewujudkan salah satu mimpiku, ko aku ditawarkan sebuah proses taaruf? Di hari yang bersamaan pula. Akhirnya kusampaikan pada pita bahwa aku sudah janji bertemu seseorang di Jakarta. Pita pun menawarkan sepulang dari jakarta, aku ke tempat kontrakannya yang baru. Aku agak kasian juga sama pita yang sudah semangat untuk memprosesku, lalu kubilang "diusahakan deh"

Bersama teman kerja, di hari Sabtu yang indah aku pun pergi ke Jakarta. Setelah bertemu dengan sang cp atau ust di pesantren tersebut, aku semakin yakin dengan kekuatan mimpi. Aku merasa kejenuhanku di tempat kerja bisa terobati dengan hijrahnya aku ke Kalimantan. Tapi kemudian aku teringat janji dengan pita untuk ketemu dengan Rahman. Saat itu aku sedang memfokuskan fikiranku untuk mewujudkan salah satu mimpiku, maka tawaran taaruf ini alih-alih membahagiakanku, malah kuanggap sebagai penghalang. Tapi janji adalah janji. Ya sudahlah kufikir apa salahnya ketemu, menambah teman dan menyambung tali silaturahmi.

Sepulang dari Jakarta, aku pun ke tempat kontrakan pita. Jam 4 sore kami pun bertemu. Disaksikan oleh pita dan teman-teman kontrakannya 2 orang, jadilah kami ber 5 ngobrol. Rahman ternyata sosok yang menyenangkan. Berusia 2 tahun lebih tua dariku, anak pertama dari 7 bersaudara, asli Tangerang dan aktif di kegiatan keislaman. Tampilannya yang berjenggot, ditambah wawasan keislamannya yang luas membuat diskusi kami bertambah hidup. Aku tak ingat mulai darimana, tapi diskusi kami berkembang ke masalah tarekat dan tasawuf. Pandangannya yang 'netral' dan tak menyudutkan, membuatku terpesona. Tapi aku tidak boleh melupakan impianku, kusampaikan pula pertemuanku tadi siang plus rencanaku ke kalimantan.

Obrolan yang seru ternyata membuat waktu semakin beranjak senja. Kami pun shalat magrib berjamaah. Rahman pun menjadi imam. Bacaan Al-quran nya yang fasih membuatku tertarik. Hingga ada debar-debar tak karuan yang tak kumengerti. Tapi kutepis setelah kuingat mimpiku yang sebentar lagi akan menjadi kenyataan.
Aku mengabaikan petunjuk apapun berkaitan dengan taaruf, karena aku sedang fokus istikharah untuk kepergianku ke Kalimantan.
Sama-sama tidak punya target yang muluk-muluk dengan proses perkenalan ini, membuat kami menjalani proses ini tanpa beban. Tapi jujur, aku sedang fokus untuk memikirkan kepergianku ke kalimantan, dibanding berfikir tentang pernikahan, padahal usiaku sudah 26 tahun saat itu.

Sebelum pulang, Rahman berjanji dalam waktu seminggu akan memberi jawaban tentang kelanjutan pertemuan ini. Bahkan berkali-kali dia menanyakan rencana kepergianku ke Kalimantan, letak Kalimantan nya dimana, kapan akan memberi keputusan pergi tidaknya ke Kalimantan. Dalam hati aku bergumam, kenapa Rahman seolah-olah khawatir dengan kepergianku, jangan-jangan ini petunjuk supaya aku lebih memikirkan proses ini dibanding rencana kepergianku ke Kalimantan.

Setelah itu, aku beristikharah, meminta petunjuk pada Sang Maha Tahu tentang keputusan apa yang harus kuambil. Melanjutkan rencanaku pergi ke Kalimantan dengan mengabaikan proses dengan Rahman, atau memilih untuk berproses dengan Rahman dan melupakan mimpi masa depanku.

Aku bingung, seminggu yang kulalui terasa bagaikan sebulan. Aku penasaran dengan keputusan Rahman. Tak kuceritakan proses dengan Rahman ini pada orangtuaku, dengan harapan orangtua akan mendukungku untuk mengejar mimpi ke Kalimantan. Karena kalau kuceritakan 2 peristiwa besar yang kualami ini, aku yakin orangtua pasti lebih memilih pernikahanku dibanding harus melepas anaknya ke pulau antah berantah diluar Jawa sana yang belum jelas rimbanya.

Akhirnya tibalah hari Sabtu itu, Rahman janji akan menguhubungiku sore ini. Dia pengen memberi jawaban dengan bertemu langsung denganku, tidak melalui hp atau orang ketiga. Lalu, kami pun "janjian" untuk ketemu jam 4 sore di sebuah tempat dekat pusat keramaian. Jam 4 kurang, Rahman sms, memberitahu bahwa dia terjebak hujan, dan mungkin datang telat. Jam 4 itu saat aku akan berangkat, hujan memang turun dengan lebat. Aku, yang sudah bersiap akan berangkat, akhirnya menunggu terhentinya hujan. Lantas aku menawarkan solusi, jawaban tetap diberikan tanpa harus dengan ketemu. Via sms pun aku terima dan tidak mempermasalahkannya. Tapi Rahman bersikeras harus dengan ketemu dan meminta waktu agar diundur minggu depan pertemuannya, karena jam 5 sore udah ditunggu janji berikutnya. Saat itu tak kujawab.

Aku sangat berharap Rahman saat itu bisa memberikan keputusan, sehingga dari situ aku bisa merencakan hidupku berikutnya. Andai Rahman memutuskan untuk tidak meneruskan proses ini, maka aku akan melanjutkan rencanaku pergi ke Kalimantan dengan meminta ijin orangtua terlebih dahulu. Andai Rahman memutuskan untuk meneruskan proses ini, maka akan kulupakan mimpi masa depanku.

Tapi, menunggu seminggu lagi dalam ketidakjelasan? Sementara deadline dari kalimantan semakin dekat, malam harinya aku berfikir dengan keras, haruskah aku yang mengambil keputusan? Tapi bagaimana jika keputusan yang kuambil ternyata salah? Ah aku bingung ... mana sedang tidak shalat, masa yang tidak nyaman untuk seorang wanita karena tidak bisa bercengkerama dengan Tuhan via shalat, kurang afdhal rasanya berdoa dalam kondisi haid. Tidak dilarang memang, tapi juga tidak meng enakkan.
Esok harinya tepat pukul 04.35, entah dalam kondisi labil atau normal, aku pun memberanikan diri untuk mengambil keputusan. Kukirim sms sbg berikut kepada Rahman:
" Kalo antum ga bisa cepat memutuskan, saya putuskan hari ini untuk tidak melanjutkan proses taaruf kita, maaf atas segala kekurangan saya. Saya tidak ingin berlarut-larut dalam masalah ini. Kalo memang mau, nanti saya perkenalkan dengan teman saya yang juga sedang menanti pasangan hidup. Semoga ini adalah keputusan terbaik, kalo memang jodoh insya Allah ketemu ko. Saya sedang fokus memikirkan rencana kepergian saya ke Kalimantan,saya harap silaturahmi diantara kita tidak terputus".

Aku berharap mendapat sms balasan dari Rahman, sekedar ingin tahu responnya. Sehari dua hari tidak ada respon. Ya sudahlah, mudah2n keputusan yang kuambil tidak salah.

Setelah itu, aku pun mulai fokus pada rencana kepergian ke Kalimantan. Aku pun mudik, meminta ijin pada orangtua. Sudah coba kujelaskan berbagai argumen dan mimpi-mimpiku, tapi tetap saja orangtuaku keberatan. Alasannya? Hanya ingin tidak jauh dari anaknya. Aku marah, aku sedih, hanya dengan alasan emosional aku kehilangan salah satu impianku. Tapi aku juga tak mungkin pergi tanpa restu orangtua. Aku pun kembali ke ibukota dengan membawa sejuta kekecewaan. Rab, salahkah dengan mimpiku? Aku hanya ingin mengembangkan diri.

Setelah itu, aku mengalami depresi berat, terutama juga karena mengambil keputusan untuk tidak meneruskan taaruf dengan Rahman hanya dalam waktu seminggu. Semakin merasa bersalah lah aku. Aku memutuskan tidak melanjutkan taaruf dengan orang yang shalih dengan alasan yang tidak jelas. Aku merasa bersalah. Bahkan aku pergi ke rumah pita dengan berjalan berkilo-kilo sambil puasa pula, karena tidak mau makan.

Seminggu setelah aku memutuskan taaruf dengan Rahman, kami bertemu dalam suatu forum pengajian. Kami bertanya kabar dan aku merasa semakin bersalah. Ingin kutanyakan banyak hal padanya, tapi kutahu aku yang salah. Jadi hanya diam dan beku.

Setelah itu kami tak saling berkirim kabar. Aku pun sibuk dengan tempat kerjaku yang baru. Hingga tak terasa, setelah menabung selama 3 tahun aku pun berencana menunaikan ibadah haji di akhir tahun 2005.

Saat aku sedang menyiapkan walimatussafar, aku teringat Rahman. Aku harus meminta maaf padanya karena entah kenapa aku merasa bersalah sekali padanya, hanya memutuskan taaruf via sms, sangat tidak sopan. Apalagi berdasarkan informasi dari pita sejak putus taaruf denganku, dia belum mau lagi untuk taaruf dalam jangka waktu yang sangat lama. Aku merasa semakin bersalah. Aku sendiri baru berproses lagi setahun kemudian.

Beberapa kali no telp nya kucari, tapi tak bisa kuhubungi, selalu tidak aktif, sepertinya dia sudah ganti nomor. Dari maret 2004 hingga akhir tahun 2005 aku tak tahu kabarnya lagi, berarti hampir dua tahun kami sudah tidak saling kontak.

Akhirnya kuhubungi no hp temannya. Alhamdulillah aku dapat no baru nya. Ketika kutelp, dia agak kaget juga ditelp, tapi setelah berbasa basi akhirnya ku undang dia ke acara walimatussafar ku, sambil tak henti-hentinya ku minta maaf atas segala kesalahan.

Saat walimatussafar, dia datang bersama adiknya. Memberi kado buku tentang persaudaraan iman, memberiku isyarat bahwa sepertinya jalan kami sudah berbeda. Dia semakin intens dengan kelompok pengajiannya, sementara saya semakin lama semakin memisahkan diri dari kelompok pengajian tersebut.

Tahun 2007, di bulan April Rahman pun mengundangku ke walimahannya. Tapi aku tidak bisa datang karena sedang ada tugas pekerjaan. Syukurlah dia mendapat isteri yang memang sejalan dengan idealismenya dan sekelompok pengajian.

Wassalam
Taaruf ketiga yang berkesan
(220204 – 070304)

TAARUF PERDANA: TIDAK SEKUFU

"Nge, tolong siapkan biodata lengkap, ada yang mau taaruf"
Begitulah Roz, teman kerjaku suatu saat mengagetkanku.

Roz, adalah seorang wanita cantik, keturunan Padang. Kami berkenalan di tempat kerja kami di sebuah sekolah di Tangerang. Waktu itu kami menjalani tes tertulis bersama-sama dan alhamdulillah dinyatakan lulus. Setelah bekerja, kami menjadi bertambah dekat sehingga kami sering berbagi cerita sampai hal-hal yang rahasia sekalipun. Puncaknya kalimat itulah yang menandakan kedekatan kami, dia bermaksud mencarikanku seorang (calon) suami, padahal dia sendiri belum menikah.

Saturday, August 9, 2008

ketika remaja dibohongi

Awalnya, kami benci sekali pada seorang siswa laki-laki, sebut saja namanya Iwan. Dia sekarang duduk di kelas I, masih di sekolah ini, boarding school di wilayah tangerang selatan. Sifatnya yang manja untuk remaja seusianya, serasa tak wajar bagi seorang siswa laki-laki. Saat MOS (Masa Orientasi Siswa) berlangsung, Iwan sudah menunjukkan ketidaksukaannya sekolah di tempat ini. Hingga puncaknya, dia menangis dan mengancam akan kabur dari sekolah ini bila tidak dijemput orangtuanya. Akhirnya, Iwan pun kami panggil. Saat itu saya bersama dua orang guru asrama putri, mencoba berdialog dan ngobrol untuk mengetahui penyebab ketidakbetahannya.
Lalu, mengalirlah cerita panjang itu dari mulutnya, sambil tentu saja menangis dan memakai pakaian seadanya, waktu itu Iwan memakai celana pendek, mungkin sudah bersiap-siap untuk kabur. Ternyata Iwan awalnya tidak ingin masuk sekolah ini, orangtuanya yang berambisi memasukkan anaknya ke sekolah ini, dengan harapan anaknya bisa berubah menjadi lebih baik. Sebelum tes masuk, Iwan mengadakan kesepakatan dengan orangtuanya. Iwan mau mengikuti tes ini dengan syarat orangtuanya juga mendaftarkan Iwan ke SMU-SMU negeri yang ada di Jakarta. Setelah orangtuanya menyetujui, Iwan pun mengikuti tes masuk ke sekolah ini, bahkan orangtuanya menjanjikan akan memberikan mobil bila Iwan lulus dan ternyata lolos.
Tapi apa yang terjadi?? Orangtuanya membohongi Iwan dengan melanggar kesepakatan yang dibuat. Iwan tidak didaftarkan ke sekolah negeri manapun, karena dari awal orangtuanya berambisi agar Iwan masuk sekolah ini, mobil yang dijanjikan pun tiada. Iwan kecewa dengan kebohongan orangtuanya, tentu saja Iwan tahu kebohongan itu karena dia sudah remaja, bukan anak kecil yang dengan mudah diiming-imingi sesuatu.
Setelah kami mengetahui duduk permasalahannya, kebencian kami berganti menjadi rasa kasian. Ada banyak remaja disini yang memiliki masalah, ternyata karena memang ada 'something wrong' dengan keluarganya, khususnya pengasuhan kedua orangtuanya. Setelah berusaha keras menenangkan Iwan, Iwan mau kembali mengikuti kegiatan sambil kami berjanji akan menyampaikan hal ini kepada orangtuanya. Akhirnya kedua orangtuanya dipanggil, dan diselesaikan oleh Guru BK/Bimbingan Konseling yang didampingi pimpinan sekolah ini (saya tidak mengikuti proses tersebut).
Waktu pun berlalu, saya kira masalahnya sudah selesai. Ternyata tidak, Iwan kembali melakukan pelanggaran, kali ini cukup berat, di kamarnya ditemukan bungkus rokok. Di tata tertib sekolah ini, hal tersebut merupakan pelanggaran sangat berat, sehingga Iwan harus mengalami skorsing selama 2 minggu. Sayang saya tidak mengikuti proses persidangannya, sehingga tidak tau persis alasannya melakukan hal tersebut.
Hikmahnya adalah hati-hati bila akan menjanjikan sesuatu kepada anak, terutama remaja. Karena remaja bisa nekad melakukan sesuatu yang tidak terduga, bahkan sesuatu berbahaya bila dia sedang mengalami kekecewaan, entah kekecewaan terhadap teman, orangtua, atau terhadap orang yang dicintainya.
Semoga bermanfaat 
Wassalam
Eva Novita
(arsip 2006)

ketika remaja rindu

Berinteraksi dengan remaja memang mengasyikkan. Banyak hal yang bisa digali dan dipelajari. Tidak mudah memang memahami dunia remaja saat ini yang semakin kompleks, tetapi justru disitulah sisi menariknya. Seperti yang saya alami saat ini. Berbeda dengan pekerjaan lain, pekerjaan sebagai guru memiliki tanggung jawab yang lebih besar karena berkaitan dengan pendidikan sesosok makhluk bernama manusia. Bila salah dalam mengarahkan, maka akan sangat fatal akibatnya. Output pendidikan Islam bukan hanya menjadikan seorang anak sebagai anak yang pintar, tapi jauh lebih dalam lagi, menjadikan seorang anak sebagai anak yang berakhlak mulia, memiliki kualitas hablum minallah dan bermanfaat bagi orang lain (hablum minan nas), rahmatan lil'alamin. 

Siswa siswi SMU yang tinggal di boarding school, lebih rumit permasalahannya dibanding siswa siswi yang tidak tinggal di boarding. Sesekali ada siswi yang mogok sekolah karena sedang mengalami konflik dengan orangtuanya. Atau pernah juga seorang siswi korban perceraian yang sedemikian stressnya sampai sakit berbulan-bulan. Kadang, ada beberapa siswa yang melakukan pelanggaran hingga harus diberi sanksi sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Ada banyak cerita yang menarik ketika berinteraksi dengan mereka. 

Suatu hari, saya keliling asrama malam hari untuk menanyakan beberapa siswi yang prestasinya menurun. Saya panggil mereka satu persatu, ngobrol dengan mereka, menanyakan penyebab prestasinya menurun, untuk kemudian memotivasi mereka. Hingga sampailah pada seorang siswi, sebutlah namanya Via. Via saat ini duduk di kelas 2 IPS, dia seorang yang punya segudang permasalahan. Kedua orangtuanya bercerai saat dia berusia kanak-kanak. Saat ini, kedua orangtuanya sudah menikah lagi, dan Via punya beberapa adik tiri. Ketika SMP, Via adalah remaja metropolis, yang menghabiskan waktunya hanya untuk having fun, pacaran berkali-kali, ke mall bareng teman-temannya, jalan-jalan dan nonton.  

Awal masuk sekolah ini, saat masa OSPEK berjalan, dia stress dan tidak kuat mengikuti masa orientasi, tapi dengan berbagai cara, akhirnya dia masih bisa bertahan sampai kelas 2 ini. Saat mengobrol tahun lalu, ketika saya menanyakan penurunan prestasinya, mencoba mengetahui permasalahannya, tak disangka tak dinyana, Via malah menangis. Dia mengeluarkan semua uneg-unegnya yang selama ini dipendam, bahkan kepada ibunya pun tidak dia ceritakan. Via merindukan sosok ayah kandungnya, tapi tidak tahu bagaimana menyampaikan kerinduannya. Pertemuannya dengan ayah kandungnya jarang dilakukan, sementara posisi seorang ayah kandung tidak bisa tergantikan, even oleh seorang ayah tiri, yang dengannya sekarang dia menghabiskan waktu bersama ibu dan adik tirinya. Akhirnya saya jadi bisa memahami kenapa prestasinya menurun.
Tahun ini, beberapa bulan lalu, Via datang ke kamar saya, kembali menangis, kali ini saya bisa menebak permasalahannya, sepertinya dia ingin keluar dari sekolah, benar saja sambil menangis dia menjelaskan alasannya ingin keluar dari sekolah ini. Sangat diluar dugaan, alasannya ternyata karena dia ingin memperhatikan adik-adik tirinya yang makin jauh dari Islam.  

Masih lekat dalam ingatan saya ketika kelas I tahun lalu, dia minta belajar baca Al-Quran karena beberapa huruf masih tertukar. Masih lekat dalam ingatan saya ketika dia protes banyak mempertanyakan aturan-aturan sekolah yang tidak dia mengerti, seperti jalur jalan putra putri yang berbeda, tentang pacaran dll. Tiba-tiba sekarang dia ingin membimbing adik-adik tirinya. Betapa cepat kedewasaan tumbuh dalam dirinya. Padahal dulu, untuk berjilbab saja, tidak mudah baginya. Perlahan-lahan, keshalihannya mulai terlihat. Dengan ringannya Via cerita, ketika di rumah dia sering merasa kehilangan bila sekali saja setelah shalat fardhu tidak tadarus. Atau sekarang mulai tidak nyaman bila tidak berjilbab.  

Saya kira dia sudah mulai betah disini, tapi ternyata Via ingin keluar dari sekolah ini dengan alasan tidak terduga. Via rindu ingin melihat keluarganya ikut merasakan keindahan Islam seperti yang dia rasakan. Via rindu ingin mendampingi adik-adik tirinya agar tidak terjerumus dalam kehidupan metropolitan Jakarta yang seringkali tidak bersahabat.  

Saya terpana mendengarkan ceritanya, terharu melihatnya menangis, terpana dengan kerinduannya akan perhatian orangtuanya. Akhirnya hanya pelukan yang bisa saya berikan. Entah memberikan solusi atau tidak. 

Itu adalah salah satu dari sekian banyak cerita tentang potret remaja di sekolah ini. Sesungguhnya bukan saya yang mengajarkan para siswa disini, justru lebih banyak saya yang belajar dari mereka, saya yang mendapatkan banyak hal dari cerita-cerita mereka. Masalah saya tidak seberat masalah mereka, beban saya tidak sebanyak beban mereka, begitulah indahnya seorang guru, bekerja sambil belajar, bekerja mendidik orang lain sambil belajar mendidik diri sendiri. Begitu pula para orangtua, sambil mengajar dan mendidik anak, pada hakikatnya orangtua sedang mengajar dan mendidik dirinya sendiri untuk lebih baik dalam segala hal.  

Begitulah lika liku kehidupan remaja sekarang. Yang mereka hadapi makin berat, masalah yang mereka rasakan juga makin kompleks. Yang mereka butuhkan bukan hanya sekedar materi, tapi mereka butuh teman ngobrol, mengharapkan waktu luang dari orangtuanya untuk mendengarkan keluh kesah mereka, dan yang paling penting teman-teman dan lingkungan yang kondusif terhadap perkembangan pribadinya.

Parenting untuk remaja lebih banyak bersifat pendampingan dan dialog. 

Semoga Bermanfaat

Wassalam
Eva Novita
(arsip 2005)

remaja dan KDRT


Bismillah
Aku mengenalnya sebagai siswa baru di sekolah ini. Saat tulisan ini dibuat, siswi ini, sebut saja namanya Fani, baru berada di sekolah ini selama satu bulan. Sejak aku ditugaskan untuk menjadi wali asrama siswi kelas X yang berjumlah 61 orang, aku harus mengenal pribadi mereka satu persatu, salah satunya Fani.
Aku mulai mengenal sosoknya sejak dia mencalonkan diri sebagai ketua angkatan kelas X putri. Saat berkampanye, Fani menguraikan program-programnya yang menarik. Dari situ terlihat potensinya, seperti jiwa kepemimpinanya tinggi, ide-idenya kreatif dan sosialisasi dengan teman-temannya bagus. Sekilas tidak ada yang berbeda dari sosoknya, tapi betapa kagetnya aku saat menerima telefon dari ibunya bahwa Fani ingin pindah sekolah. Ibunya meminta tolong agar anaknya tetap bertahan di sekolah ini.
Malam harinya, aku pun mengajak Fani mengobrol. Ketika saya gali lebih dalam, keluarlah berbagai rahasia yang mengagetkan. Inilan penuturannya:
Saya adalah anak ke-1 dari 2 bersaudara. Adik saya laki-laki, usianya 8 tahun. Orangtua saya tinggal di sebuah kota di Jawa Tengah. sejak kecil, saya menyaksikan sendiri papa saya melakukan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Terhadap ibu saya. Ibu saya sering mengeluhkan hal ini kepada saya, saya pun menjadi teman berbagi buat ibu saya.saya tumbuh menjadi sosok yang "gagah". Sejak saat itu, saya berusaha melindungi ibu saya. Dengan berani pula setiap papa saya akan melakukan aksinya, saya berusaha melarangnya. Tapi alih-alih aksinya berhenti, malah saya yang terkena imbasya. Tak jarang saya dipukul dan dikurung di kamar mandi. Tapi saya sudah kebal, saya hanya ingin melindungi ibu saya. Jangan sampai ibu saya tambah menderita. Berkali-kali ibu saya meminta untuk tidak mengorbankan diri demi melindungi ibu, tapi saya merasa bertanggung jawab untuk melindungi ibu dan adik saya.
Sebenarnya ibu saya sudah tidak tahan dengan perlakuan suaminya, tapi saya memintanya bertahan. Saya hanya tidak ingin adik saya mengalami broken home sebelum dia mengerti duduk permasalahannya. Tapi saya juga tidak mau adik saya menyaksikan kekerasan di dalam rumah. Apakah saya tega membiarkan ibu saya dipukuli terus menerus? Tentu saja tidak. Apalagi masih lekat dalam ingatan saya saat ibu saya dibenturkan ke tembok (fani terdiam dan menangis). Karena itulah keinginan saya untuk pindah dari sekolah ini semakin kuat, karena saya ingin melindungi adik saya dan ibu saya dari aksi papa saya.
Dampak dari KDRT yang saya rasakan, adalah saya tumbuh menjadi sosok emosional dan cenderung menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Apalagi baru2 ini tersiar kabar bahwa ayah saya selingkuh. Sebelum masuk sekolah ini, saya sedang mengumpulkan bukti perselingkuhan ayah saya. Tapi sebelum saya mendapatkan bukti, saya keburu masuk sekolah ini. Padahal andai saya menemukan bukti, saya akan "labrak" si perempuan itu.
Demikian kisah Fani yang membuat aku merinding. Ternyata siswi saya mengalami sendiri KDRT yang sering diberitakan di media dan efeknya terhadap jiwa remaja memang tidak bagus.
Saat ini aku masih melobi Fani untuk tetap bertahan di sekolah ini sambil mencari solusi untuk masalah keluarganya. Karena wala bagaimanapun, masalah keluarganya ini sangat mengganggu konsentrasi belajar Fani. Mohon doanya
Semoga bermanfaat
(Curhatnya Fani pada Senin malam 4 agt 08 di asrama putri IC, 20.30-21.30)

Postingan Favorit