Showing posts with label Parenting Remaja. Show all posts
Showing posts with label Parenting Remaja. Show all posts

Tuesday, June 6, 2017

Tadabur Sosial : Mengembangkan Kesalehan Diri & Sosial (Bagian Ketiga)




Setelah sesi bakti sosial di sore hari, agenda berikutnya adalah buka puasa bareng. Dengan menu seadanya, semua siswa dan siswi menikmati makanan yang telah disediakan. Suasananya khidmat walo tetap rame karena jumlah siswa nya sekitar 300 orang lebih. Setelah itu mereka sholat magrib dan shalat tarawih.

Usai sholat tarawih, ada sesi sharing alumni dari sepasang pengantin (lama) Andam Deatama Defino dan Halida Umi Balkis yang mengambil tema, Menjadi Insan Cendekia. Ada 3 hal besar yang menjadi ilustrasi materi ini yaitu Self Competences, Humnaity & Spirituality. Self Competences terkait dengan tugas dan bekal sebagai khalifah yaitu knowledge dan character. Humanity adalah hablum minan nas yang  menyoroti relasi murid dengan guru. Sementara spirituality terkait dengan visi hidup, menjadikan shalat sebagai kebutuhan dan kembali pada Al-Qur’an.

Pada sesi tanya jawab, alih-alih menanyakan materi, malah ada yang bertanya perjalanan mereka menuju pernikahan, dari koordinator kegiatan ko bisa menjadi koordinator rumah tangga, heboh lah tuh suasana malam di masjid Adz-Dzikra Sentul. Untunglah tips dari kakak alumni keren banget yaitu jadikan shalat dan sabar sebagai penolong serta datangi Allah untuk memudahkan segala urusan. Semoga pada semangat untuk mendekat pada Sang Maha Pencipta, bukan malah mendekati sang makhluk yang disukai. Acara yang seru ini baru berakhir pukul 22.30. Dilanjutkan dengan istirahat malam untuk mempersiapkan esok hari..

Esoknya setelah sahur dan berkegiatan pagi seperti mandi dan lain-lain, sesi terakhir diisi oleh Ridwan Mukri, yang mengambil tema, Membangun Generasi Indonesia yang Fathonah, Amanah, Shiddiq dan Tabligh (FAST)”. Ridwan Mukri ini mantan trainer EQ yang menemukan teori baru berdasarkan sifat mulia yang dimiliki Rasulullah yaitu yang disingkat FAST.


 Menariknya, di sesi ini, kami para peserta diminta mengisi test kepribadian berdasarkan standar FAST. Tes ini secara sederhana dapat menggambarkam kepribadian kita mana yang lebih dominannya, apakah Fathonah nya, siddiq, amanah atau tabligh nya. Saya iseng-iseng mengikuti tes ini bareng siswa, dan alangkah kagetnya saya bahwa ternyata saya yang paling dominan adalah tablligh nya atau komunikasinya. Padahal saya merasa aspek komunikasi ini tantangan nya lumayan tidak ringan, tapi ternyata disitu saya lebih dominan tablighnya dibanding karakter lainnya. Baiklah semoga menjadi bahan renungan dan pemikiran tersendiri untuk menentukan langkah ke depannya.

Setelah sesi ini berakhir pukul 11 siang, acara dilanjutkan dengan penutupan oleh ketua panitia kegiatan tadabur sosial ini. Dan setelah itu, kami pun meninggalkan lokasi masjid Adzikra Sentul untuk kembali ke kampus kami tercinta, MAN Insan Cendekia Serpong. Alhamdulillah perjalanan lancar dan tiba di kampus pukul 1 siang. Semoga para siswa mendapat pencerahan dan bergerak menuju lebih baik. Aamiin

Semoga Bermanfaat

Selasa, 060617.23.10

#odopfor99days#semester2#day25

Monday, June 5, 2017

Tadabur Sosial : Mengembangkan Kesalehan Diri & Sosial (Bagian Kedua)



Pada sesi kedua yaitu jam satu siang, para siswa mendapat pencerahan dari yayasan kita dan buah hati yang biasanya concern ke pendidikan seks untuk remaja, kali ini pembahasannya tentang Etika Berselancar di Sosial Media. Seru dan menarik sekali, karena membahas tema keseharian mereka sebagai remaja. Pembahasan pun sangat ilmiah karena menggunakan istilah yang biasa digunakan dalam dunia sains.

Para remaja saat mengakses media sosial, biasanya menjadi ajang menumpahkan kekesalan atau mencari kesenangan. Banyak pula remaja yang akhirnya mengenal pornografi melalui media sosial. Ada beberapa istilah terkait yang dibahas seperti testosteron adalah hormon seks berkaitan dengan hasrat seksual agresi dan dominan, norepinefrin ini berfungsi meningkatkan memori akan hal-hal kecil dan membekaskan pengalaman di otak, meningkatkan energi dengan melepaskan adrenalin dan menjadi mental model, Dopamin ini merupakan zat bahagia, membuat orang fokus dan menjadi ketergantungan, Serotenin yang menimbulkan kepuasan dan ketenangan. Dopamin yang berlebih akan mengakibatkan kecanduan.

Apa yang harus dilakukan para remaja? Ada 7 tips yang disampaikan Hilman Al Madani, sang narasumber dari yayasan kita dan buah hati, yaitu

Tadabur Sosial: Mengembangkan Kesalehan Diri & Sosial (Bagian Pertama)



Tadabur sosial adalah kegiatan rutin tahunan yang diadakan sekolah untuk seluruh siswa dan siswi kelas X dan XI, setelah beres ujian semester 2. Sambil menunggu pengolahan nilai, siswa dibekali dengan berbagai pengetahuan dan pembiasaan agar seimbang asupan gizi untuk jiwa dan raganya. Untuk tahun ini, kegiatan tadabur sosial dilaksanakan hari ini, Senin dan Selasa tanggal 5 dan 6 Juni 2017 dan bertempat di Masjid Adz-Dzikra Sentul Bogor. Selama dua hari satu malam, kami beritikaf di masjid Adz-Dzikra yang merupakan “basecamp” majelis dzikir Ust Arifin Ilham.

Ada 4 narasumber yang kami hadirkan untuk memberikan pembekalan pada siswa, yaitu Ust Khotib Kholil terkait dengan makna ibadah dalam kehidupan sehari-hari, Hilman Al Madani dari Yayasan kita dan buah hati tentang Pendidikan Seks untuk Remaja, dengan tema Etika Berselancar di Media Sosial, Sharing Alumni dari Andam Deatama & Halida Umi Balkis, serta pembekalan ESQ dari Ridwan Mukri.

Kami berangkat pukul 6 pagi dari sekolah menuju Sentul dengan menggunakan bis. Bis saya malah sempat bermasalah saat di Gunung Sindur karena mesinnya panas. Untungnya bisa diatasi dan tak perlu ganti bis. Kami tiba di lokasi pukul 9 pagi. Siswa langsung beres-beres barang dan persiapan materi dari Ust Khotib Kholil.

Sang ustadz yang merupakan mantan direktur yang membawahi puluhan hotel domestik dan manca negara, memilih untuk fokus mengurus masjid agar bisa leluasa beribadah. Saat menjabat sebagai direktur, ia merasa tak bisa shalat berjamaah 5 waktu. Maka ia tinggalkan semua jabatan, dan fokus beraktivitas di masjid. Ia pun memberikan tips mencapai sukses untuk para generasi muda, yaitu Perkuat niat, Belajar giat dan pantang menyerah, berdoa tak putus-putus, silaturahmi, active listening (memperhatikan pembicaraan orang lain), Rendah hati (tawaddhu) dan meneladani 4 sifat Rasul yaitu Sidiq (jujur), Fathonah (cerdas), Amanah (berintegritas) & Tabligh (komunikatif).

Pada sesi tanya jawab, ada beberapa pertanyaan dari siswa siswi diantaranya tentang public speaking, komunikasi, motivasi meninggalkan karir yang sedang berada di puncak, dan cara berdiplomasi. Pertanyaan-pertanyaan pun dijawab narasumber dengan tuntas.

Semoga Bermanfaat

Senin, 050617.18.55

#odopfor99days#semester2#day23

Thursday, May 18, 2017

Takut Ditolak


Apa rasanya jika jika tak dianggap oleh teman-teman kita? Bagaimana perasaan kita jika kita merasa terbuang dalam keluarga, hingga akhirnya terdampar dalam sebuah sekolah berasrama? Bagaimana pendapatmu jika saat ulangan dan teman kita memanggil untuk menanyakan jawaban, kita diam saja, dan mereka mengatakan bahwa kita “pelit’? Apakah kita akan diterima dengan baik oleh teman-teman kita??
Saya menghabiskan masa remaja SMP dan SMA di dua sekolah yang sangat kontras. SMP saya habiskan di sebuah pesantren di kawasan Balaraja Tangerang, dan SMA saya habiskan di sebuah SMA swasta di Tasikmalaya. Pesantren yang mayoritas santrinya sangat religius, sementara SMA swasta, mayoritas siswanya gaul, kadang shalat juga jarang, bahkan setiap pagi saat masuk sekolah, ada saja yang matanya merah abis ngedugem atau sekedar merokok.
Dari kedua situasi yang kontras ini, apa yang saya takutkan? Takut akan sebuah penolakan. Takut ditolak berteman, takut ditolak bergabung dalam sebuah “geng” dan di keluarga pun, akibat pola asuh yang tidak sehat, saya jadi takut tidak diterima sebagai anak yang baik. Saya tumbuh menjadi remaja yang introvert, tidak kreatif dan serba takut dalam melakukan sesuatu.
Saat SMP, saya merasa dibuang oleh kedua orangtua saya karena mereka memasukkan saya ke pesantren. Apalagi, saya pertama kali mendapat haid juga di pesantren ini, tak ada orangtua, tak ada guru, yang ada hanya teman-teman yang bisa saya tanya gimana menghadapi haid pertama. Rasanya merasa sedih dan tersisih sekali sendirian mengatasi masa balig saya. Tak mudah juga untuk adaptasi karena baru lulus SD, tiba-tiba masuk pesantren dan orangtua jauh di Tasik sana, tapi kelak saya bersyukur pernah sekolah di pesantren karena ini banyak membentuk karakter positif saya di masa depan.
Awalnya saya takut untuk mendekati teman, karena takut ditolak, takut teman-teman ga suka dengan karakter saya dan lain-lain. Saya berusaha untuk berprestasi di pesantren ini, dan alhamdulillah peringkat paralel pun didapat. Selain itu, saya juga berusaha aktiff mendekati dan bergaul dengan teman-teman saya. Seiring berlalunya waktu, saya pun diterima dengan baik oleh teman-teman SMP saya. Bahkan kami sempat jalan-jalan saat liburan, bareng-bareng ke luar kota saat usia kami  baru 15 tahun. Menyenangkan sekali...
Menginjak SMA, saya kaget sekali dengan pergaulan di SMA ini. Antar teman begitu bebas, laki-laki perempuan tak ada batas, berteman tapi boleh bersentuhan, apalagi di kelas saya, ada beberapa pasang yang pacaran, makin lah saya merasa takut ditolak oleh teman-teman saya. Saat itu, saya masih sendiri yang memakai jilbab. Saat itu, jilbab belum seheboh sekarang. Dulu jilbab adalah simbol keberagamaan, bukan trend. Saya harus berjuang keras menjaga diri saya dari pergaulan bebas sekitar teman SMA saya, dengan ketakutan akan ditolak oleh lingkungan sekitar.

Tuesday, April 11, 2017

Homestay 2017 : Pembelajaran Kehidupan Bermasyarakat



Homestay adalah program tahunan yang diadakan MAN Insan Cendekia Serpong untuk siswa kelas XI. Untuk tahun 2017 ini, kegiatan Homestay dilaksanakan di Kampung Tajur, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat. Pada kegiatan homestay ini, siswa tidur di rumah masyarakat sekitar yang kami sebut orang tua asuh, berkegiatan bersama mereka, merasakan nafas kehidupan masyarakat disana untuk belajar memaknai kehidupan dan belajar hidup bermasyarakat.

Kegiatan Homestay tahun 2017 ini seharusnya diikuti siswa kelas XI berjumlah 158 orang yang terdiri dari 77 orang siswi dan 81 orang siswa. Namun berhubung ada yang sakit dan halangan lain, ada 4 orang siswa yang tidak mengikuti kegiatan ini, sehingga yang bisa berpartisipasi dalam kegiatan ini adalah 76 siswi dan 78 siswa sehingga total berjumlah 154 orang. Sumber pendanaan kegiatan ini adalah sepenuhnya berasal dari komite.

Setiap rumah dihuni 6 orang siswa sehingga total ada 27 orang tua asuh yang dengan baik hati turut membantu keberhasilan program ini. Setiap kelompok didampingi oleh para pendamping yang siap membantu segala hal untuk kesuksesan program ini. Berikut adalah beberapa foto siswa dengan para orang tua asuh beserta pendampinnya.





Kami berangkat pukul 6 pagi dengan menggunakan 3 bis besar Symphoni dan satu mobil dinas innova untuk membawa perlengkapan yang dibutuhkan disana. 



 Setelah berjuang dengan kepadatan lalu lintas, akhirnya kami tiba disana pukul 11 siang dan disambut dengan hangat oleh aparatur desa dan orang tua asuh dalam acara pembukaan. Para orang tua asuh sudah siap menjemput “anak-anaknya” yang akan tinggal selama 2 malam tiga hari disana. Setelah sesi pembukaan, para orang tua asuh ini membawa siswa kami untuk menyimpan barang di rumah nya masing-masing, dilanjutkan dengan sholat dan makan siang.



Acara dilanjutkan dengan keterampilan membuat reginang untuk siswi dan membuat gula aren untuk siswa. Hanya saja, keterampilan membuat gula aren tidak terlaksana karena ada kendala teknis. Setelah itu, acara yang seru sudah menanti yaitu tracking pengenalan alam sekitar lokasi homestay. Alam yang indah dan banyak variasi yang menarik sebagai lokasi yang menantang adrenalin, cukup membuat siswa bergairah dan antusias mengikuti sesi tracking ini. Berjalan melintasi sawah, sungai dan berakhir di area air terjun yang sejuk, menjadi refreshing tersendiri bagi siswa dan para pendamping. Terlebih bagi Syaikh dari Mesir yang juga turut serta dalam kegiatan ini. Berkali kali ia memuji pemandangan alam Indonesia yang tak ia dapatkan di negerinya sendiri, dan mengatakan bahwa Indonesia merupakan surga yang indah bagi siapapun yang memandanginya.


Sunday, September 25, 2016

Aspek Perkembangan Masa Kanak-Kanak dan Remaja




Melanjutkan pembahasan masa remaja dari buku Mendidik Cara Nabi Muhammad Saw karya Najib Khalid, diulas juga tentang beberapa aspek perkembangan yang menjadi titik perbedaan antara masa kanak-kanak dan masa remaja.

Aspek yang dibahas adalah kematangan sosial, kekuasaan keluarga, kematangan akal, kematangan emosi, profesi, penggunaan waktu luang dan falsafah hidup. Dari aspek-aspek tersebut, terlihat perbedaan mencolok antara masa kanak-kanak dan masa remaja yang berefek pada penggunaan metode yang berbeda dalam pendidikan dan pembinaannya.

Berikut adalah paparannya :

Monday, September 19, 2016

Metode Pendidikan Remaja ala Rasulullah




Akhir-akhir ini saya sedang tertarik dengan buku-buku bertema parenting. Selain karena anak saya Eza sedang aktif dalam segala hal dan harus difasilitasi keinginan belajarnya, juga saya harus mengoptimalkan peran saya sebagai guru bagi para remaja di sekolah tempat saya bekerja. Maka tahap perkembangan anak dan remaja harus saya dalami terus ilmunya agar saya bisa optimal dalam menjalankan peran sebagai ibu bagi anak saya dan guru bagi murid-murid saya.

Diantara buku yang saya baca adalah Mendidik Cara Nabi Muhammad Saw karya Najib Khalid. Ada beberapa tema yang dibahas dalam buku ini, diantaranya tentang metode Rasulullah dalam mendidik remaja. Pada bagian yang membahas tema ini, diawali dengan kisah seorang pemuda yang meminta ijin pada Rasulullah untuk berzina. Kita pun mengetahui bahwa Rasulullah tidak langsung melarangnya tapi mengajak pemuda itu berdialog dan memberikan analogi jika itu terjadi pada ibunya, saudara perempuannya dan lain lain. Di akhir cerita ternyata Rasulullah malah mendoakan kebaikan bagi pemuda ini. Begitulah salah satu metode yang digunakan Rasulullah dalam mendidik remaja.

Friday, November 8, 2013

Ketika Remaja Dibohongi

Awalnya, kami benci sekali pada seorang siswa laki-laki, sebut saja namanya Iwan, yang sudah menjadi alumni. Saat tulisan ini dibuat, ia masih di kelas I di sekolah ini. Sifatnya yang manja untuk remaja seusianya, serasa tak wajar bagi seorang siswa laki-laki. Saat MOS (Masa Orientasi Siswa) berlangsung, Iwan sudah menunjukkan ketidaksukaannya sekolah di tempat ini. Hingga puncaknya, dia menangis dan mengancam akan kabur dari sekolah ini bila tidak dijemput orangtuanya. Akhirnya, Iwan pun kami panggil. Saat itu saya bersama dua orang guru asrama putri, mencoba berdialog dan ngobrol untuk mengetahui penyebab ketidakbetahannya.



Thursday, August 1, 2013

KETIKA REMAJA MERASAKAN INDAHNYA ISLAM

Ini cerita tentang seorang alumni di sekolah tempat saya bekerja, sebut saja namanya Ferry. Ketika saya mulai bergabung di sekolah ini tahun 2004, Ferry sudah duduk di kelas XI IPS. Saat itu, Ferry dikenal sebagai siswa yang sering melakukan pelanggaran di asrama, terutama berkaitan dengan poin shalat berjamaah di masjid. Beberapa kali Ferry dicabut ijin keluarnya karena setelah direkap, poin pelanggaran shalat berjamaahnya sudah sangat banyak. Walaupun begitu, Ferry tidak menyerah. Diapun memanggil orangtuanya untuk “merayu” guru asrama agar tetap bisa keluar asrama. Teman saya, yang saat itu berhadapan dengan orangtuanya, sempat bersitegang juga dan berdebat dalam rangka menyampaikan aturan sekolah.

Wednesday, May 29, 2013

KETIKA BEBAN REMAJA SEMAKIN BERAT

Ini sebuah cerita tentang 2 orang remaja, sebut saja namanya Edo dan Desi. Beberapa tahun yang lalu, Edo dan Desi adalah siswa siswi di sekolah kami di Serpong. Keduanya merupakan cermin dari kondisi remaja kita saat ini, walaupun mungkin tak mewakili seluruhnya. Semoga kisah mereka dapat menjadi bahan refleksi kita.


Saat saya mengamati mereka dari luar, mereka terlihat baik-baik saja. Tapi sebenarnya masalah yang mereka hadapi sangat berat, terutama berkaitan dengan orangtuanya. Dulu, orangtua mereka adalah orang yang sangat kaya, bahkan Edo pernah melakukan perjalanan ibadah haji sekeluarga. Tapi perlahan-lahan kekayaan mereka semakin menipis, bisnis pun mengalami kebangkrutan, hingga puncaknya kedua orangtua mereka harus berhadapan dengan pihak kepolisian terkait dengan masalah penipuan di dunia bisnis yang mereka geluti.

Wednesday, January 30, 2013

REMAJA DAN KDRT (BASED ON TRUE STORY)


Berinteraksi dengan remaja memang mengasyikkan. Banyak hal yang bisa digali dan dipelajari. Tidak mudah memang memahami dunia remaja saat ini yang semakin kompleks, tetapi justru disitulah sisi menariknya. Seperti yang saya alami saat ini. Bekerja sebagai guru sebenarnya tidak ringan, karena berkaitan dengan pendidikan sesosok makhluk bernama manusia. Tanggung jawabnya bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada Allah. Semoga seluruh guru di Indonesia dimudahkan dan selalu dibimbing Allah dalam mendidik generasi penerus bangsa ini.


Saturday, November 24, 2012

Matematika & Ibadah

matematika adalah pelajaran horor bagi sebagian siswa. untuk siswa jurusan IPA, matematika (disamping pelajaran jurusan lain) adalah nilai mati, syarat kenaikan kelas, karenanya semua nilainya harus tuntas.

karena itu mereka akan berusaha keras untuk mendapatkan nilai tuntas untuk semua mata pelajaran. karena itu tak heran, saat nilai mereka harus remedial, ada banyak air mata yang tumpah, ada banyak ketidak percayaan diri akan kemampuan mereka.

begitupun saat malam senin lalu ada seorang siswi yang menangis saat nilai matematika nya tak kunjung tuntas ... dan dia pun bercerita betapa dia trauma dengan sebuah pelajaran bernama matematika ... bukan karena tidak mampu, bukan juga karena faktor gurunya ... dia juga mempertanyakan penyebab nya dan menanti sebuah jawaban ...

Hari gini remaja ga punya akun fesbuk dan ga suka nonton TV??


Saya beruntung bisa mengenal keluarga Sarah sebagai Host saya di Adelaide. Keluarga Sarah terdiri dari 4 orang, Sarah adalah seorang kepala sekolah yang selama 20 tahun lebih, memimpin sebuah TK. Suaminya bernama Jeremy, adalah seorang Gardener. Gardener di Adelaide ini bukan seperti tukang kebun di Indonesia, (sekilas saya pernah lihat di satu tempat di rumahnya, buku tentang “perkebunan” ini begitu bejibun), jadi saya menamakan Jeremy sebagai penguasa kebun yang intelek (di belakang rumahnya, kebun yang indah, tertata rapi oleh Jeremy). Anak tertua bernama Elloise, 16 tahun, kelas 2 SMA di Sekolah khusus putri (girl’s school) dan anak bungsunya bernama Zac, lelaki ganteng berusia 9 tahun, kelas 4 SD.

Sarah mendidik kedua anaknya dengan baik. Terbukti dengan sikap kedua anaknya kepada kami, para tamu tiga minggu di rumahnya, yang sangat ramah. Dan perilaku kedua anaknya yang sangat berbeda dengan kebanyakan anak Indonesia. Sarah mencoba menghindarkan kedua anaknya dari televisi, dan tidak mengijinkan kedua anaknya untuk memiliki akun fesbuk. Apakah anaknya protes? Tentu saja, tidak normal kali kalau tidak protes, sementara teman-teman di sekolahnya sudah melanglang buana dengan fesbuk. Saya pernah menanyakan hal ini pada Elloise, anak sulungnya (secara saya juga yang bukan remaja adalah aktivis sejati fesbuk haha) mengapa dia tidak diijinkan memiliki anak fesbuk. Berikut adalah obrolan saya dengannya dengan terjemahan bebas (kalo pake bhs inggris hilap deui naon bhs inggrisna)

Si ungu                        : Elloise, kamu punya akun fesbuk ga?
Elloise                          : ga punya
Si ungu                        : kenapa? (Elloise ini agak pendiam, ga akan berkicau kalo ga ditanya)
Elloise                          : mamah (emang org Indonesia bilang mamah) bilang kalo saya mau berkomunikasi sama orang lain, saya bisa nelfon atau kirim surat (memang saya lihat, budaya berkirim tulisan masih mendarah daging di keluarga ini, kadang Sarah kirim surat untuk anaknya, padahal satu rumah)                  
Si ungu                        : emang teman-teman kamu di sekolah, ga punya akun fesbuk?
Elloise                          : punya                      
Si ungu                         : trus kamu ga pengen punya?
Elloise                           : ga, kata mamah berbahaya, banyak terjadi cyber crime di fesbuk
Si ungu                        : oh gitu, okke lah kalo begitu

Begitulah saudara-saudara, ternyata Sarah mengungkapkan alasan yang rasional kepada anaknya mengapa tidak boleh punya akun fesbuk dan memberikan alternative cara berkomunikasi dengan orang lain (plus member contoh juga dengan mempraktekannya). Saya sering melihat pagi-pagi sudah ada amplop untuk Elloise dan Zac (lebih sering untuk Elloise) dari Sarah.

Tentang TV, untuk menjauhkan kedua anaknya dari televisi, Sarah menggunakan berbagai cara, diantaranya:
  1. Memberikan banyak alternatif kesibukan pada kedua anaknya. Elloise, sudah sibuk dengan kegiatan sekolahnya, plus hobinya melukis juga disalurkan dengan tersedianya berbagai fasilitas dan alat untuk melukis. Untuk Zac, karena dia senang dengan sepakbola, maka dia ikut klub sepakbola anak seminggu dua kali.
  2. Sesekali mereka juga menonton film keluarga bersama, baik di bioskop maupun di rumah. Jadi orangtua tahu betul apa yang ditonton kedua anaknya karena mereka juga ikut menonton bersama anaknya. Ini juga cara mereka menjaga kebersamaan keluarga.
  3. Yang jauh lebih menarik, Sarah juga menyediakan berbagai games yang mendidik dan merangsang otak. Saya melihat berbagai jenis permainan, penuh dalam satu lemari besar.
Salah satu contoh games yang juga menarik bagi kami adalah yang bernama Rush Hour. Saya dan Eka menikmati sekali permainan ini. Permainan ini hanya mengeluarkan sebuah mobil merah dari kemacetan, tapi dengan berbagai halangan rintangan yaitu berbagai mobil truk dan mobil kecil yang menghalangi mobil merah tersebut. Seru dan memang menyita waktu karena harus mengatur strategi. Pantas saja anak-anaknya tidak tertarik dengan TV karena ada kegiatan lain yang lebih menarik dan menantang.

4. Memberikan berbagai jenis buku yang menarik untuk kedua anaknya, baik buku cerita atau buku lainnya. Zac, sudah baca novel tebal beratus halaman seperti Harry Potter. Elloise ga usah ditanya lagi, kutu buku dan anak pintar yang rajin belajar. Anaknya kepala sekolah gitu lho..
Begitulah sekilas tentang keluarga Sarah. Saya bersyukur sekali bisa mengenal keluarga ini. Keluarga Sarah juga menerapkan pola hidup sehat, vegetarian dan selalu berfikir positif.

Wassalam
Eva Novita Ungu
Adelaide, 4 Ramadhan 1432 H
*untuk ponakanku noval, met milad tgl 1 agt lalu, kadonya nyusul ya …

Wednesday, November 19, 2008

Ketika Remaja merasakan indahnya Islam

KETIKA REMAJA MERASAKAN INDAHNYA ISLAM

Ini cerita tentang seorang siswa di sebuah sekolah, sebut saja namanya Ferry. Ketika saya masuk sekolah ini tahun 2004, Ferry sudah duduk di kelas XI IPS. Saat itu, Ferry dikenal sebagai siswa yang sering melakukan pelanggaran di asrama, terutama berkaitan dengan poin shalat berjamaah di masjid. Beberapa kali Ferry dicabut ijin keluarnya karena setelah direkap, poin pelanggaran shalat berjamaahnya sudah sangat banyak. Walaupun begitu, Ferry tidak menyerah. Dia pun memanggil orangtuanya untuk “merayu” guru asrama agar tetap bisa keluar asrama. Teman saya, yang saat itu berhadapan dengan orangtuanya, sempat bersitegang juga dan berdebat dalam rangka menyampaikan aturan sekolah.
Puncaknya, saya dan guru asrama lain beserta seorang wakil kepala sekolah sempat menyidang Ferry di malam hari, mengingatkan dan menasehati Ferry berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukannya. Bahkan saat itu, setelah berbagai tahap peringatan tidak mempan juga, wakil kepala madrasah pun sempat memberikan peringatan keras dengan cara menyuruhnya membereskan koper untuk bersiap-siap meninggalkan sekolah ini jika Ferry tidak memperbaiki kesalahannya.
Setelah proses sidang tersebut, mulailah terlihat perubahan pada diri Ferry. Ketika duduk di kelas XII IPS, dia sekamar dengan ketua OSIS, perubahannya semakin terlihat. Sang ketua OSIS ini dengan sabar mendampingi dan menjadi teman dekatnya. Sifat Ferry yang keras ditaklukkan dengan karakter sang ketua OSIS yang lembut. Bahkan lebih dari yang diperkirakan, Ferry berubah secara drastis. Akhlaknya terhadap orang lain semakin santun, shalat berjamaahnya rajin, bahkan yang membuat kami kaget, dia ingin melanjutkan kuliahnya di Mesir. Mungkin banyak yang tidak tahu, bahwa walaupun sekolah ini bernama MAN, tapi siswanya jarang sekali yang berniat melanjutkan studinya ke jurusan agama. Mayoritas siswa mengambil jurusan-jurusan exact, sehingga jika ada siswa yang ingin melanjutkan studi ke jurusan agama apalagi ke Mesir, ini biasanya menjadi perbincangan yang menarik dan menjadi oase yang menyejukkan.
Begitulah proses pendidikan, ada banyak faktor yang membuat berhasil. Selain kebiasaan baik yang ditanamkan disini, faktor teman juga bisa membuat seseorang berubah ke arah positif atau bahkan sebaliknya.
Saat Ferry berkonsultasi pada kami, guru asramanya berkaitan dengan rencana kepergiannya ke Mesir, saya sempat meledek dan mengingatkannya tentang proses sidang yang sempat membuatnya terusir dari sekolah ini. Ferry pun tersipu-sipu, malu katanya kalau mengingat saat itu.
Saat proses ujian negara selesai, sambil menunggu wisuda, Ferry dengan semangat mempersiapkan kepergiannya dengan cara belajar bahasa Arab dan menghafal Al-Quran kepada Syaikh Syahatah, Syaikh dari Mesir yang ditugaskan disini.
Kabar terbaru dari Ferry, saat datang beberapa waktu lalu sebagai alumni, mengatakan bahwa dia tidak lulus ujian seleksi ke Mesir. Kasian juga, tapi memang tidak mudah ujian ke Mesir kalau tidak berasal dari pesantren seperti Gontor. Sambil mempersiapkan kembali, kabarnya Ferry akan kuliah di UIN, sambil belajar bahasa Arab dan menghafal Al-Quran. Semoga apa yang dicita-citakannya tercapai.

Semoga Bermanfaat

Wassalam
12 des 06
Eva Novita
Menghargai sebuah PROSES
“Saat mimpi belajar ke Mesir belum jua terlaksana”

Ketika Beban Remaja semakin berat

KETIKA BEBAN REMAJA SEMAKIN BERAT

Ini sebuah cerita tentang 2 orang remaja, sebut saja namanya Edo dan Desi. Saat ini, Edo dan Desi duduk di kelas 3 IPA sekolah ini, MAN INSAN CENDEKIA. Dari luar, sepertinya mereka baik-baik saja. Tapi sebenarnya masalah yang mereka hadapi sangat berat, terutama berkaitan dengan orangtuanya. Dulu, orangtua mereka adalah orang yang sangat kaya, bahkan Edo pernah melakukan perjalanan ibadah haji sekeluarga. Tapi saat ini perlahan-lahan kekayaan mereka semakin menipis, bisnis pun mengalami kebangkrutan, hingga puncaknya kedua orangtua mereka harus berhadapan dengan pihak kepolisian terkait dengan masalah penipuan di dunia bisnis yang mereka geluti.
Orangtua Edo, terutama ayahnya, sampai sekarang termasuk dalam daftar DPO (Daftar Pencarian Orang) yang sangat dicari pihak kepolisian. Sementara Desi, kedua orangtuanya sudah mendekam di penjara sejak bulan Januari 2006. Tidak mudah bagi mereka untuk survive menghadapi hidup ini. Bagaimanapun mereka sudah bukan anak-anak lagi yang bisa cuek dengan permasalahan orangtuanya. Bagaimanapun permasalahan orangtuanya tetaplah akan menjadi beban mereka yang tidak ringan. Tetapi mereka berusaha dengan berbagai cara mencoba bertahan. Ternyata ada yang membedakan cara Edo dan Desi menghadapi permasalahan ini. Edo cenderung melampiaskannya terhadap hal-hal negatif sementara Desi lebih ke arah yang lebih positif, dengan cara lebih mendekatkan diri terhadap Allah, dan mencoba mengambil hikmahnya. Dalam hal ini, tingkat spiritualitas menjadi faktor penentu yang membedakan mereka dalam menghadapi permasalahan tersebut. Atau memang dari sisi gender, cara perempuan dan laki-laki memang berbeda dalam mencari pelampiasan??
Sementara Edo, entah sudah berapa kali harus dipanggil pihak sekolah karena melakukan berbagai pelanggaran, dari mulai sering bolos, sering tidak shalat berjamaah di masjid, dan puncaknya saat bulan Ramadhan lalu, melakukan aksi pengancaman terhadap salah satu pengurus OSIS yang mengetahui pelanggaran yang dilakukannya. Saat disidang tidak lama sebelum kasus Dika, Edo menceritakan semuanya dengan sikap yang sangat tenang, seolah sudah biasa menghadapi masalah berat. Tidak ada kata penyesalan, bahkan tidak terlihat raut kesedihan. Bagaimanapun, saya bersama guru lain yang mengikuti sidang tersebut dari awal, tidak bisa menyalahkan Edo sepenuhnya mengingat beban berat yang dipikulnya. Tapi, peraturan tetaplah peraturan yang harus ditegakkan sekaligus pembelajaran untuk siswa lainnya agar tidak melakukan pelanggaran yang sama. Bulan november pun Edo harus mengalami skorsing 2 minggu, itupun sulit sekali mendapatkan alamat rumah orangtuanya karena sering berpindah-pindah, maklum dengan statusnya yang DPO tentu terlalu beresiko jika punya satu tempat tinggal yang tetap.
Sementara Desi, tidak banyak hal negatif yang muncul dari pribadinya. Bahkan saya baru tahu permasalahan yang dialami Desi, hari Kamis kemarin, itupun dari guru lain, karena memang Desi seperti tidak sedang mengalami masalah berat. Dia sangat rajin pergi ke masjid, menjadi pengurus OSIS yang amanah saat kelas 2 setahun yang lalu, menjadi kakak kelas yang dapat diteladani adik kelasnya dll. Prestasinya pun stabil. Ketika Desi curhat pada teman saya (guru asramanya Desi), sambil menangis Desi mencoba menegarkan dirinya sendiri, bahwa apa yang dia alami saat ini pasti tidak seberat yang dialami orangtua nya di penjara. Teman saya itu sampai ikut menitikkan air mata mendengarkan alasan Desi kenapa sampai saat ini dia masih bisa survive. Kedewasaan ini tentu tidak mudah didapat dan melalui proses yang tidak singkat.
Demikian sebagian profil para remaja kita. Kalau saya berada di posisi mereka, entah akan sekuat mereka atau tidak. Yang pasti, para remaja saat ini memang menanggung beban yang tidak mudah, karenanya sangat wajar jika yang muncul ke permukaan (terutama di kota-kota besar) adalah para remaja yang mencari berbagai cara untuk mencari perhatian, baik dengan hal yang positif maupun yang negatif. Mungkin beberapa kasus remaja yang terlibat hal negatif, salah satu penyebabnya adalah dari orangtuanya sendiri.

Semoga bermanfaat

Wassalam
Eva Novita
Kenangan 2007
Insight Parenting CenterBelajar Berempati

Ketika Remaja Haus Ilmu Agama

KETIKA REMAJA HAUS ILMU AGAMA

Sekolah ini didirikan oleh Pak Habibie, memiliki visi menyeimbangkan IMTAK dan IPTEK. Awalnya, input sekolah ini adalah lulusan pesantren dan MTs yang berprestasi, untuk kemudian dibina dari sisi IPTEK-nya. Saat didirikan tahun 1996, sekolah ini beridentitas SMA. Mulai tahun 2000, identitasnya berubah menjadi MAN (Madrasah Aliyah Negeri), sehingga yang awalnya dibawah diknas, sekarang resmi di bawah naungan Depag. Inputnya pun mulai berkembang, bukan hanya dari pesantren dan Mts, tapi mulai banyak dari lulusan SMP Negeri dan Sekolah Islam lainnya. Kabarnya, tahun depan, Dirjen Depag akan mengembalikan input sekolah ini ke khittahnya semula, yaitu hanya menerima lulusan pesantren dan Mts. Tapi ini masih menjadi bahan perdebatan di beberapa kalangan.
Sesuai dengan visi sekolah ini, maka porsi IMTAK dan IPTEK lebih ditekankan. Tapi, implementasinya di kurikulum, porsi IPTEK dalam hal ini pelajaran-pelajaran exact lebih dominan. Sehingga tuntutan akademis terhadap pelajaran-pelajaran exact, lebih tinggi dibanding pelajaran-pelajaran lain. Siswa siswi disini banyak menghabiskan waktu untuk memenuhi tugas-tugas akademis, sehingga kurang memiliki waktu banyak untuk belajar hal lain.
Untuk meningkatkan sisi IMTAKnya, selain kebiasaan-kebiasaan rutinitas sehari-hari yang ditanamkan seperti shalat berjamaah dan tadarus, dalam seminggu ada 3 malam yang digunakan untuk mengkaji wawasan keagaamaan, dengan durasi 1 jam dari pukul 19.00 sd 20.00. Tapi karena siswa sudah lelah dengan berbagai aktivitas, kadang siswa baru pulang ke asrama pukul 17.30, kajian ini pun menjadi tidak maksimal. Walaupun begitu, tentu bukan berarti program ini harus dihentikan.
Setiap malam Sabtu setelah shalat Isya, saya mengisi kajian di kelas 3 putri. Saat saya mengisi kajian ini beberapa bulan lalu, yang hadir hanya beberapa orang dari yang seharusnya 28 orang. Kelas 3 memang memiliki kesibukan ekstra berkaitan dengan persiapan mereka untuk ujian nasional dan SPMB. Seringkali saya tidak banyak memberikan ilmu kepada mereka, tapi memancing mereka untuk berdiskusi.
Saat itu, saya membawa buku Even Angels Ask atau Bahkan Malaikat pun Bertanya karya Jeffray Lang. Saya ceritakan sebagian isi buku itu, karena ternyata sebagian besar dari mereka belum pernah membaca buku tersebut. Setelah berakhir, ada salah seorang siswi, sebut saja namanya Risa, yang ingin melanjutkan diskusi, kami pun ngobrol dan berdiskusi. Sempat juga dia curhat tentang beberapa hal.
Beberapa minggu kemudian setelah saya melupakan kajian kemaren, tiba- tiba Risa membawa sebuah buku karya Jeffrey Lang yang baru terbit bulan Oktober lalu, yang berjudul “Saya Beriman maka Saya Bertanya”. Risa berniat meminjamkan buku itu kepada saya, setelah dia selesai membacanya, tentu saja dengan penuh semangat saya menerima tawarannya. Lumayan, saya bisa baca buku pinjaman tanpa harus mengeluarkan uang, hehe.
Begitulah jika mereka sudah haus ilmu agama, ketika mereka tidak bisa dapatkan disini, mereka akan mencarinya dengan penuh kesadaran. Dan saya pun kini punya banyak teman diskusi, yaitu murid-murid saya …

Semoga Bermanfaat

Wassalam
20 des 06
Eva Novita
Mengajar sambil Belajar

Saturday, August 9, 2008

ketika remaja dibohongi

Awalnya, kami benci sekali pada seorang siswa laki-laki, sebut saja namanya Iwan. Dia sekarang duduk di kelas I, masih di sekolah ini, boarding school di wilayah tangerang selatan. Sifatnya yang manja untuk remaja seusianya, serasa tak wajar bagi seorang siswa laki-laki. Saat MOS (Masa Orientasi Siswa) berlangsung, Iwan sudah menunjukkan ketidaksukaannya sekolah di tempat ini. Hingga puncaknya, dia menangis dan mengancam akan kabur dari sekolah ini bila tidak dijemput orangtuanya. Akhirnya, Iwan pun kami panggil. Saat itu saya bersama dua orang guru asrama putri, mencoba berdialog dan ngobrol untuk mengetahui penyebab ketidakbetahannya.
Lalu, mengalirlah cerita panjang itu dari mulutnya, sambil tentu saja menangis dan memakai pakaian seadanya, waktu itu Iwan memakai celana pendek, mungkin sudah bersiap-siap untuk kabur. Ternyata Iwan awalnya tidak ingin masuk sekolah ini, orangtuanya yang berambisi memasukkan anaknya ke sekolah ini, dengan harapan anaknya bisa berubah menjadi lebih baik. Sebelum tes masuk, Iwan mengadakan kesepakatan dengan orangtuanya. Iwan mau mengikuti tes ini dengan syarat orangtuanya juga mendaftarkan Iwan ke SMU-SMU negeri yang ada di Jakarta. Setelah orangtuanya menyetujui, Iwan pun mengikuti tes masuk ke sekolah ini, bahkan orangtuanya menjanjikan akan memberikan mobil bila Iwan lulus dan ternyata lolos.
Tapi apa yang terjadi?? Orangtuanya membohongi Iwan dengan melanggar kesepakatan yang dibuat. Iwan tidak didaftarkan ke sekolah negeri manapun, karena dari awal orangtuanya berambisi agar Iwan masuk sekolah ini, mobil yang dijanjikan pun tiada. Iwan kecewa dengan kebohongan orangtuanya, tentu saja Iwan tahu kebohongan itu karena dia sudah remaja, bukan anak kecil yang dengan mudah diiming-imingi sesuatu.
Setelah kami mengetahui duduk permasalahannya, kebencian kami berganti menjadi rasa kasian. Ada banyak remaja disini yang memiliki masalah, ternyata karena memang ada 'something wrong' dengan keluarganya, khususnya pengasuhan kedua orangtuanya. Setelah berusaha keras menenangkan Iwan, Iwan mau kembali mengikuti kegiatan sambil kami berjanji akan menyampaikan hal ini kepada orangtuanya. Akhirnya kedua orangtuanya dipanggil, dan diselesaikan oleh Guru BK/Bimbingan Konseling yang didampingi pimpinan sekolah ini (saya tidak mengikuti proses tersebut).
Waktu pun berlalu, saya kira masalahnya sudah selesai. Ternyata tidak, Iwan kembali melakukan pelanggaran, kali ini cukup berat, di kamarnya ditemukan bungkus rokok. Di tata tertib sekolah ini, hal tersebut merupakan pelanggaran sangat berat, sehingga Iwan harus mengalami skorsing selama 2 minggu. Sayang saya tidak mengikuti proses persidangannya, sehingga tidak tau persis alasannya melakukan hal tersebut.
Hikmahnya adalah hati-hati bila akan menjanjikan sesuatu kepada anak, terutama remaja. Karena remaja bisa nekad melakukan sesuatu yang tidak terduga, bahkan sesuatu berbahaya bila dia sedang mengalami kekecewaan, entah kekecewaan terhadap teman, orangtua, atau terhadap orang yang dicintainya.
Semoga bermanfaat 
Wassalam
Eva Novita
(arsip 2006)

ketika remaja rindu

Berinteraksi dengan remaja memang mengasyikkan. Banyak hal yang bisa digali dan dipelajari. Tidak mudah memang memahami dunia remaja saat ini yang semakin kompleks, tetapi justru disitulah sisi menariknya. Seperti yang saya alami saat ini. Berbeda dengan pekerjaan lain, pekerjaan sebagai guru memiliki tanggung jawab yang lebih besar karena berkaitan dengan pendidikan sesosok makhluk bernama manusia. Bila salah dalam mengarahkan, maka akan sangat fatal akibatnya. Output pendidikan Islam bukan hanya menjadikan seorang anak sebagai anak yang pintar, tapi jauh lebih dalam lagi, menjadikan seorang anak sebagai anak yang berakhlak mulia, memiliki kualitas hablum minallah dan bermanfaat bagi orang lain (hablum minan nas), rahmatan lil'alamin. 

Siswa siswi SMU yang tinggal di boarding school, lebih rumit permasalahannya dibanding siswa siswi yang tidak tinggal di boarding. Sesekali ada siswi yang mogok sekolah karena sedang mengalami konflik dengan orangtuanya. Atau pernah juga seorang siswi korban perceraian yang sedemikian stressnya sampai sakit berbulan-bulan. Kadang, ada beberapa siswa yang melakukan pelanggaran hingga harus diberi sanksi sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Ada banyak cerita yang menarik ketika berinteraksi dengan mereka. 

Suatu hari, saya keliling asrama malam hari untuk menanyakan beberapa siswi yang prestasinya menurun. Saya panggil mereka satu persatu, ngobrol dengan mereka, menanyakan penyebab prestasinya menurun, untuk kemudian memotivasi mereka. Hingga sampailah pada seorang siswi, sebutlah namanya Via. Via saat ini duduk di kelas 2 IPS, dia seorang yang punya segudang permasalahan. Kedua orangtuanya bercerai saat dia berusia kanak-kanak. Saat ini, kedua orangtuanya sudah menikah lagi, dan Via punya beberapa adik tiri. Ketika SMP, Via adalah remaja metropolis, yang menghabiskan waktunya hanya untuk having fun, pacaran berkali-kali, ke mall bareng teman-temannya, jalan-jalan dan nonton.  

Awal masuk sekolah ini, saat masa OSPEK berjalan, dia stress dan tidak kuat mengikuti masa orientasi, tapi dengan berbagai cara, akhirnya dia masih bisa bertahan sampai kelas 2 ini. Saat mengobrol tahun lalu, ketika saya menanyakan penurunan prestasinya, mencoba mengetahui permasalahannya, tak disangka tak dinyana, Via malah menangis. Dia mengeluarkan semua uneg-unegnya yang selama ini dipendam, bahkan kepada ibunya pun tidak dia ceritakan. Via merindukan sosok ayah kandungnya, tapi tidak tahu bagaimana menyampaikan kerinduannya. Pertemuannya dengan ayah kandungnya jarang dilakukan, sementara posisi seorang ayah kandung tidak bisa tergantikan, even oleh seorang ayah tiri, yang dengannya sekarang dia menghabiskan waktu bersama ibu dan adik tirinya. Akhirnya saya jadi bisa memahami kenapa prestasinya menurun.
Tahun ini, beberapa bulan lalu, Via datang ke kamar saya, kembali menangis, kali ini saya bisa menebak permasalahannya, sepertinya dia ingin keluar dari sekolah, benar saja sambil menangis dia menjelaskan alasannya ingin keluar dari sekolah ini. Sangat diluar dugaan, alasannya ternyata karena dia ingin memperhatikan adik-adik tirinya yang makin jauh dari Islam.  

Masih lekat dalam ingatan saya ketika kelas I tahun lalu, dia minta belajar baca Al-Quran karena beberapa huruf masih tertukar. Masih lekat dalam ingatan saya ketika dia protes banyak mempertanyakan aturan-aturan sekolah yang tidak dia mengerti, seperti jalur jalan putra putri yang berbeda, tentang pacaran dll. Tiba-tiba sekarang dia ingin membimbing adik-adik tirinya. Betapa cepat kedewasaan tumbuh dalam dirinya. Padahal dulu, untuk berjilbab saja, tidak mudah baginya. Perlahan-lahan, keshalihannya mulai terlihat. Dengan ringannya Via cerita, ketika di rumah dia sering merasa kehilangan bila sekali saja setelah shalat fardhu tidak tadarus. Atau sekarang mulai tidak nyaman bila tidak berjilbab.  

Saya kira dia sudah mulai betah disini, tapi ternyata Via ingin keluar dari sekolah ini dengan alasan tidak terduga. Via rindu ingin melihat keluarganya ikut merasakan keindahan Islam seperti yang dia rasakan. Via rindu ingin mendampingi adik-adik tirinya agar tidak terjerumus dalam kehidupan metropolitan Jakarta yang seringkali tidak bersahabat.  

Saya terpana mendengarkan ceritanya, terharu melihatnya menangis, terpana dengan kerinduannya akan perhatian orangtuanya. Akhirnya hanya pelukan yang bisa saya berikan. Entah memberikan solusi atau tidak. 

Itu adalah salah satu dari sekian banyak cerita tentang potret remaja di sekolah ini. Sesungguhnya bukan saya yang mengajarkan para siswa disini, justru lebih banyak saya yang belajar dari mereka, saya yang mendapatkan banyak hal dari cerita-cerita mereka. Masalah saya tidak seberat masalah mereka, beban saya tidak sebanyak beban mereka, begitulah indahnya seorang guru, bekerja sambil belajar, bekerja mendidik orang lain sambil belajar mendidik diri sendiri. Begitu pula para orangtua, sambil mengajar dan mendidik anak, pada hakikatnya orangtua sedang mengajar dan mendidik dirinya sendiri untuk lebih baik dalam segala hal.  

Begitulah lika liku kehidupan remaja sekarang. Yang mereka hadapi makin berat, masalah yang mereka rasakan juga makin kompleks. Yang mereka butuhkan bukan hanya sekedar materi, tapi mereka butuh teman ngobrol, mengharapkan waktu luang dari orangtuanya untuk mendengarkan keluh kesah mereka, dan yang paling penting teman-teman dan lingkungan yang kondusif terhadap perkembangan pribadinya.

Parenting untuk remaja lebih banyak bersifat pendampingan dan dialog. 

Semoga Bermanfaat

Wassalam
Eva Novita
(arsip 2005)

remaja dan KDRT


Bismillah
Aku mengenalnya sebagai siswa baru di sekolah ini. Saat tulisan ini dibuat, siswi ini, sebut saja namanya Fani, baru berada di sekolah ini selama satu bulan. Sejak aku ditugaskan untuk menjadi wali asrama siswi kelas X yang berjumlah 61 orang, aku harus mengenal pribadi mereka satu persatu, salah satunya Fani.
Aku mulai mengenal sosoknya sejak dia mencalonkan diri sebagai ketua angkatan kelas X putri. Saat berkampanye, Fani menguraikan program-programnya yang menarik. Dari situ terlihat potensinya, seperti jiwa kepemimpinanya tinggi, ide-idenya kreatif dan sosialisasi dengan teman-temannya bagus. Sekilas tidak ada yang berbeda dari sosoknya, tapi betapa kagetnya aku saat menerima telefon dari ibunya bahwa Fani ingin pindah sekolah. Ibunya meminta tolong agar anaknya tetap bertahan di sekolah ini.
Malam harinya, aku pun mengajak Fani mengobrol. Ketika saya gali lebih dalam, keluarlah berbagai rahasia yang mengagetkan. Inilan penuturannya:
Saya adalah anak ke-1 dari 2 bersaudara. Adik saya laki-laki, usianya 8 tahun. Orangtua saya tinggal di sebuah kota di Jawa Tengah. sejak kecil, saya menyaksikan sendiri papa saya melakukan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Terhadap ibu saya. Ibu saya sering mengeluhkan hal ini kepada saya, saya pun menjadi teman berbagi buat ibu saya.saya tumbuh menjadi sosok yang "gagah". Sejak saat itu, saya berusaha melindungi ibu saya. Dengan berani pula setiap papa saya akan melakukan aksinya, saya berusaha melarangnya. Tapi alih-alih aksinya berhenti, malah saya yang terkena imbasya. Tak jarang saya dipukul dan dikurung di kamar mandi. Tapi saya sudah kebal, saya hanya ingin melindungi ibu saya. Jangan sampai ibu saya tambah menderita. Berkali-kali ibu saya meminta untuk tidak mengorbankan diri demi melindungi ibu, tapi saya merasa bertanggung jawab untuk melindungi ibu dan adik saya.
Sebenarnya ibu saya sudah tidak tahan dengan perlakuan suaminya, tapi saya memintanya bertahan. Saya hanya tidak ingin adik saya mengalami broken home sebelum dia mengerti duduk permasalahannya. Tapi saya juga tidak mau adik saya menyaksikan kekerasan di dalam rumah. Apakah saya tega membiarkan ibu saya dipukuli terus menerus? Tentu saja tidak. Apalagi masih lekat dalam ingatan saya saat ibu saya dibenturkan ke tembok (fani terdiam dan menangis). Karena itulah keinginan saya untuk pindah dari sekolah ini semakin kuat, karena saya ingin melindungi adik saya dan ibu saya dari aksi papa saya.
Dampak dari KDRT yang saya rasakan, adalah saya tumbuh menjadi sosok emosional dan cenderung menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Apalagi baru2 ini tersiar kabar bahwa ayah saya selingkuh. Sebelum masuk sekolah ini, saya sedang mengumpulkan bukti perselingkuhan ayah saya. Tapi sebelum saya mendapatkan bukti, saya keburu masuk sekolah ini. Padahal andai saya menemukan bukti, saya akan "labrak" si perempuan itu.
Demikian kisah Fani yang membuat aku merinding. Ternyata siswi saya mengalami sendiri KDRT yang sering diberitakan di media dan efeknya terhadap jiwa remaja memang tidak bagus.
Saat ini aku masih melobi Fani untuk tetap bertahan di sekolah ini sambil mencari solusi untuk masalah keluarganya. Karena wala bagaimanapun, masalah keluarganya ini sangat mengganggu konsentrasi belajar Fani. Mohon doanya
Semoga bermanfaat
(Curhatnya Fani pada Senin malam 4 agt 08 di asrama putri IC, 20.30-21.30)

Postingan Favorit