Saturday, August 9, 2008

ketika remaja dibohongi

Awalnya, kami benci sekali pada seorang siswa laki-laki, sebut saja namanya Iwan. Dia sekarang duduk di kelas I, masih di sekolah ini, boarding school di wilayah tangerang selatan. Sifatnya yang manja untuk remaja seusianya, serasa tak wajar bagi seorang siswa laki-laki. Saat MOS (Masa Orientasi Siswa) berlangsung, Iwan sudah menunjukkan ketidaksukaannya sekolah di tempat ini. Hingga puncaknya, dia menangis dan mengancam akan kabur dari sekolah ini bila tidak dijemput orangtuanya. Akhirnya, Iwan pun kami panggil. Saat itu saya bersama dua orang guru asrama putri, mencoba berdialog dan ngobrol untuk mengetahui penyebab ketidakbetahannya.
Lalu, mengalirlah cerita panjang itu dari mulutnya, sambil tentu saja menangis dan memakai pakaian seadanya, waktu itu Iwan memakai celana pendek, mungkin sudah bersiap-siap untuk kabur. Ternyata Iwan awalnya tidak ingin masuk sekolah ini, orangtuanya yang berambisi memasukkan anaknya ke sekolah ini, dengan harapan anaknya bisa berubah menjadi lebih baik. Sebelum tes masuk, Iwan mengadakan kesepakatan dengan orangtuanya. Iwan mau mengikuti tes ini dengan syarat orangtuanya juga mendaftarkan Iwan ke SMU-SMU negeri yang ada di Jakarta. Setelah orangtuanya menyetujui, Iwan pun mengikuti tes masuk ke sekolah ini, bahkan orangtuanya menjanjikan akan memberikan mobil bila Iwan lulus dan ternyata lolos.
Tapi apa yang terjadi?? Orangtuanya membohongi Iwan dengan melanggar kesepakatan yang dibuat. Iwan tidak didaftarkan ke sekolah negeri manapun, karena dari awal orangtuanya berambisi agar Iwan masuk sekolah ini, mobil yang dijanjikan pun tiada. Iwan kecewa dengan kebohongan orangtuanya, tentu saja Iwan tahu kebohongan itu karena dia sudah remaja, bukan anak kecil yang dengan mudah diiming-imingi sesuatu.
Setelah kami mengetahui duduk permasalahannya, kebencian kami berganti menjadi rasa kasian. Ada banyak remaja disini yang memiliki masalah, ternyata karena memang ada 'something wrong' dengan keluarganya, khususnya pengasuhan kedua orangtuanya. Setelah berusaha keras menenangkan Iwan, Iwan mau kembali mengikuti kegiatan sambil kami berjanji akan menyampaikan hal ini kepada orangtuanya. Akhirnya kedua orangtuanya dipanggil, dan diselesaikan oleh Guru BK/Bimbingan Konseling yang didampingi pimpinan sekolah ini (saya tidak mengikuti proses tersebut).
Waktu pun berlalu, saya kira masalahnya sudah selesai. Ternyata tidak, Iwan kembali melakukan pelanggaran, kali ini cukup berat, di kamarnya ditemukan bungkus rokok. Di tata tertib sekolah ini, hal tersebut merupakan pelanggaran sangat berat, sehingga Iwan harus mengalami skorsing selama 2 minggu. Sayang saya tidak mengikuti proses persidangannya, sehingga tidak tau persis alasannya melakukan hal tersebut.
Hikmahnya adalah hati-hati bila akan menjanjikan sesuatu kepada anak, terutama remaja. Karena remaja bisa nekad melakukan sesuatu yang tidak terduga, bahkan sesuatu berbahaya bila dia sedang mengalami kekecewaan, entah kekecewaan terhadap teman, orangtua, atau terhadap orang yang dicintainya.
Semoga bermanfaat 
Wassalam
Eva Novita
(arsip 2006)

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit