Wednesday, January 30, 2013

REMAJA DAN KDRT (BASED ON TRUE STORY)


Berinteraksi dengan remaja memang mengasyikkan. Banyak hal yang bisa digali dan dipelajari. Tidak mudah memang memahami dunia remaja saat ini yang semakin kompleks, tetapi justru disitulah sisi menariknya. Seperti yang saya alami saat ini. Bekerja sebagai guru sebenarnya tidak ringan, karena berkaitan dengan pendidikan sesosok makhluk bernama manusia. Tanggung jawabnya bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada Allah. Semoga seluruh guru di Indonesia dimudahkan dan selalu dibimbing Allah dalam mendidik generasi penerus bangsa ini.




Sejak saya bekerja sebagai guru asrama di sebuah Madrasah Aliyah yang berasrama sejak tahun 2004, banyak hal yang saya alami dan saya dapatkan. Pekerjaan sebagai guru asrama, lebih banyak fokus pada aspek non-akademis siswa yang seringkali berpengaruh pada aspek akademis siswa. Berinteraksi dengan permasalahan remaja merupakan tantangan tersendiri karena alih-alih saya yang bertindak sebagai guru yang mengajar mereka, sesungguhnya saya lah yang banyak belajar dari permasalahan hidup mereka.

Siswa siswi SMU/MA yang tinggal di boarding school, (mungkin) lebih rumit permasalahannya dibanding siswa siswi yang tidak tinggal di boarding. Sesekali ada siswi yang mogok sekolah karena sedang mengalami konflik dengan orangtuanya. Atau pernah juga seorang siswi korban perceraian yang sedemikian stressnya sampai sakit berbulan-bulan. Ada banyak cerita yang menarik ketika berinteraksi dengan mereka, termasuk dari seorang siswi, sebut saja namanya Fani.

Saya mengenalnya saat menjadi wali asrama siswi kelas X (yang saat itu totalnya berjumlah 61 orang), beberapa tahun yang lalu. Fani adalah sosok yang berbeda dari yang lain. Ada sisi menarik untuk diamati dari sosoknya. Saat itu, dia mencalonkan diri sebagai ketua angkatan kelas X putri. Saat berkampanye, Fani menguraikan program-programnya yang menarik. Dari situ beberapa potensinya terlihat, seperti jiwa kepemimpinanya tinggi, ide-idenya kreatif dan sosialisasi dengan teman-temannya bagus. Sekilas sepertinya Fani baik-baik saja, tapi betapa kagetnya saya saat menerima telefon dari ibunya bahwa Fani ingin pindah sekolah. Ibunya meminta tolong agar anaknya tetap bertahan di sekolah ini.

Malam harinya, saya pun mengajak Fani mengobrol. Ketika saya gali lebih dalam, keluarlah berbagai rahasia yang mengagetkan. Fani adalah anak ke-1 dari 2 bersaudara. Adiknya laki-laki. Orangtuanya tinggal di sebuah kota di Jawa Tengah. Sejak kecil, Fani menyaksikan sendiri ayahnya melakukan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) terhadap ibunya. Ibunya sering mengeluhkan hal ini kepada Fani, sehingga Fani pun akhirnya menjadi teman berbagi bagi ibunya.

Dan Fani pun tumbuh menjadi sosok yang “gagah”. Fani berusaha menjadi sosok pelindung bagi ibunya. Saat ayahnya akan melakukan aksi (KDRT)nya, Fani berusaha melerainya. Tapi alih-alih aksi ayahnya berhenti, malah Fani yang seringkali terkena imbasnya. Tak jarang Fani dipukul dan dikurung di kamar mandi. Beberapa kali mengalami kekerasan, Fani pun kebal dan terbiasa dengan aksi ayahnya. Bahkan Fani  seringkali  berusaha menjaga ibu dan adiknya, saat ayahnya melakukan aksi kekerasan. Kadang, ibunya meminta Fani untuk tidak mengorbankan diri, tapi rasa tanggung jawabnya muncul untuk melindungi ibu dan adiknya.

Sesungguhnya ibunya sudah tidak tahan dengan perlakuan suaminya, tapi Fani memintanya bertahan karena tidak ingin adiknya mengalami broken home. Sisi lain, Fani juga tidak mau adiknya menyaksikan kekerasan di dalam rumah. Jadi ini merupakan problematika berat dan dilema yang tidak mudah bagi Fani dan seringkali mengganggu aktivitas belajarnya. Itulah sebabnya Fani ingin pindah dari sekolah ini, karena ia ingin melindungi adik dan ibunya dari aksi ayahnya.

Dampak dari KDRT ini, satu diantaranya adalah Fani tumbuh menjadi sosok emosional dan cenderung menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Apalagi setelah Fani mendengar kabar bahwa ayahnya selingkuh, Fani mengatakan bahwa jika ia menemukan bukti perselingkuhan ayahnya, ia akan “melabrak” wanita selingkuhan ayahnya.

Demikian kisah Fani yang membuat saya merinding. Ternyata siswi saya ada juga mengalami KDRT dan efeknya terhadap jiwa remaja memang sangat berdampak negatif. Para sosiolog, psikolog dan pemimpin agama semua sependapat bahwa kebutuhan yang paling mendasar dari remaja adalah merasakan kasih emosional dari orang-orang dewasa yang penting dalam kehidupannya. Riset mengindikasikan bahwa kebanyakan remaja yang berubah keras perilakunya, adalah karena pernah mengalami trauma dan lapar akan kasih. David Popenoe, professor sosiologi di Rutgers University serta salah seorang pimpinan puncak Dewan Keluarga di Amerika (Council on Families in America) menulis, “Anak-anak paling berkembang ketika ketika mereka diberikan peluang untuk memiliki hubungan-hubungan yang hangat, intim, kontinu serta bertahan, dengan ayah maupun ibu mereka”.

Menurut Prof Sarlito, keluarga adalah lingkungan primer untuk setiap individu. Hubungan antarmanusia yang paling intensif dan paling awal, sesungguhnya terjadi dalam keluarga. Anak-anak yang bermasalah biasanya disebabkan karena pengasuhan dan pendidikan yang salah. Sebagai akibat dari dari salah perlakuan orang tua terhadap anak, maka hubungan anak dengan orang tua akan memburuk.

Itulah yang terjadi pada Fani dan semoga tidak banyak remaja yang mengalami hal ini. Ini juga memberikan pelajaran berharga untuk saya, bahwa sekolah tidak hanya bertanggung jawab terhadap aspek akademik siswa, tapi juga mencoba membantu permasalahan non akademik nya.

Semoga bermanfaat.
Referensi :
  1. The five Love Languages of Teenagers (Lima bahasa kasih untuk Remaja), Gary Chapman, terj oleh Drs. Arvin Saputra.
  2. Psikologi Remaja, Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono

Semoga bermanfaat
Wassalam
Rabu, 30 Januari 2013
Eva Novita Ungu
(berdasarkan curhatnya Fani pada Senin malam 4 agt 08 di asrama putri IC)

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit