Saturday, May 26, 2018

Al Zayyan Hari 10 : KEHEBATAN MAKNA LA’ALLAKUM TATTAQUN (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)



Untuk memahami makna La’allakum Tattaqun, kita harus mengamati penggunaan kata tersebut dalam Al-Qur’an. Kata la’alla dipergunakan dalam berbagai bentuk dengan intensitas kemunculan berbeda-beda, yaitu :
1.      La’alla (لَعَلَّ) sebanyak 3 kali
2.      La’allii (لَعَلَّي) sebanyak 6 kali
3.      La’allanaa (لَعَلَناّ) sebanyak 1 kali
4.      La’allaka (لَعَلَّك) sebanyak 2 kali
5.      La’allakum (لَعَلَّكم) sebanyak 59 kali
6.      La’allahu (لَعَلَّه) sebanyak 3 kali
7.      La’allahum (لَعَلَّهم) sebanyak 40 kali

Total berjumlah 114 kali

Secara bahasa, makna la’alla menurt Ibnu Manzhur dalam kamus Lisanul Arab adalah Menurut al-jauhari, la’alla adalah kata yang menunjukkan keraguan (syakk). Aslinya adalah ‘alla, sementara huruf lam pada awalnya adalah tambahan. Dalam Al-Qur’an kata itu bermakna kay (semoga). Menurut Ibnul Atsir, Kata la’alla jika berasal dari Allah, maka ia adalah jaminan kepastian (tahqiq).


Penggunaan la’alla yang masyhur adalah la’allakum tattaqun, terutama pada ayat puasa yaitu ayat 183 dari surat Al-Baqarah. Biasanya kata tersebut diterjemahkan dengan kata “semoga”, “supaya”, “agar” saja tanpa tambahan keterangan lain. Secara bahasa, pengertian ini tepat yaitu sesuai dengan makna asaa (عسى) dan kay (كي) yang artinya semoga. Tapi karena kata la’allakum tattaqun ini berasal dari Allah, maka mempergunakan makna bahasa saja akan menghilangankan aspek kepastian (tahqiq) yang ada di dalamnya. Jadi seharusnya aspek kepastian ini tak boleh dilupakan. Maka saat diterjemahkan, seharusnya menjadi “supaya kalian pasti ...”.

Maka, maknanya adalah : ayat-ayat yang memuat kata ini sesungguhnya merupakan resep yang diberikan Allah, bagaimana supaya kita bisa bertakwa, secara pasti. Jika kita mematuhi resep yang diungkapkan dalam Al-Qur’an, pada ayat yang terkait, atau pada ayat sebelum dan sesudahnya, maka Allah menjamin kita pasti akan menjadi orang bertakwa. Demikian makna kata la’alla.
Berikutnya adalah tentang kata tattaqun. Kata tersebut adalah derivasi dari kata dasar waqaa (وقى) yang artinya melindungi, menjaga atau menutupi. Lalu kata ini dimasukkan pada pola ifta’ala (افتعل). Aslinya adalah ittaqa – yattaqi (اتقى - يتقى) dari bentuk semula iwtaqa – yawtaqi (اوتقى - يوتقى), dimana huruf waw di dalamnya dimasukkan dalam ta supaya lebih mudah diucapkan. Dalam ilmu sharaf (morfologi), salah satu makna dari bentuk jadian yang mengikuti pola ini adalah muthawa’ah  yakni menunjukkan akibat dari suatu perbuatan sesuai dengan apa yang disebutkan dalam kata dasarnya. Jadi makna asal dari takwa adalah menjaga diri sendiri. Salah satu bentuk turunan waqaa yaitu ( وقاء) memiliki arti “perisai” dan itulah hakikat takwa.
Jika pengertian yang masyhur kita fahami adalah menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, maka ini adalah arti yang mengandung konsekuensi. Artinya ketika seseorang ingin melindungi dirinya sendiri dari kemurkaan Allah, maka tidak ada jalan lain baginya selain menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Terkadang kata taqwa juga diartikan sebagai takut. Ini sesungguhnya merupakan arti yang mengandung penyebab yaitu bahwa seseorang harus melindungi dirinya dari murka dan hukuman Allah karena dia merasa takut padanya. Tentu saja jika seseorang tidak merasa takut dan khawatir terhadap sesuatu, maka ia tidak akan mempersiapkan perlindungan apapun.
Selanjutnya bentuk kata la’allakum tattaqun, disebutkan di 6 ayat dalam Al-Qur’an yaitu
1.             Surat al Baqarah ayat 21
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.

2.             Surat al Baqarah ayat 63
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa".

3.             Surat al Baqarah ayat 179
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الألْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.

4.             Surat al Baqarah ayat 183
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa

5.             Surat al-An’am ayat 153
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
             dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

6.             Surat al-A’raf ayat 171
وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka): "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa".

Khusus puasa, Allah memberikan penjelasan tambahan dalam surat al Baqarah ayat 187 yang berbunyi :
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
Kata la’allakum/la’allahum tattaqun bisa dialih bahasakan menjadi, “Supaya kalian/mereka pasti terlindungi (dari hukuman/kemurkaan Allah).
Pada ayat ayat diatas yang menggunakan kata la’allakum tattaqun di akhir ayatnya, seluruhnya didahului dengan perintah, larangan atau informasi tentang suatu amal tertentu yang harus dilakukan seorang muslim agar mendapat jaminan perlindungan dari Allah.
Menurut ayat-ayat diatas, ada beberapa hal yang harus dilakukan agar derajat taqwa kita peroleh, yaitu :
      a.       Menyembah Allah Swt
      b.      Memegang teguh perjanjian dengan Allah, yakni kalimat tauhid da nisi Al-Qur’an
      c.       Menegakkan hokum qishash
      d.      Berpuasa, khususnya di bulan Ramadhan
      e.       Mengikuti jalan Allah, tidak mengikuti jalan
Ustadz Adi Hidayat mengungkapkan, kalimat peningkatan takwa ini diungkapkan dengan 2 hal yang sangat indah, yaitu :
      a.       Kata la’allakum adalah manifestasi ada harapan bisa tercapai jika diikuti dengan penuh kesungguhan,artinya ada ikhtiar yang serius untuk mewujudkannya. Ini juga menunjukkan bahwa tidak setiap orang yang berpuasa bias mencapai derajat taqwa kecuali dia sungguh-sungguh dan serius mewujudkannya.
     b.      Kata tattaqun yang kata kerjanya adalah present tense (fiil mudhari’) menunjukkan suksesnya orang yang berpuasa itu tidak hanya saat Ramadhan saja, tetapi hingga akhir Ramadhan dan sesudah bulan Ramadhan.
Sebenarnya, ada 2 alternatif kalimat yang bisa digunakan yang mencakup tujuan puasa untuk mencapai derajat taqwa ini yaitu
    a.       La’allakum tattaqun (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ) (agar kalian senantiasa bertakwa)
Kata ini menggunakan fiil mudhari atau kata kerja bentuk masa kini/masa mendatang / present tense pada kata tattquun nya. Sehingga maknanya bahwa ketakwaan ini adalah perbuatan yang ditunaikan terus menerus, tanpa mengenal batas akhir.
    b.      La’ala an takunuu muttaqin (لَعَلَّكُمْ أن تكونوا متقين) (agar kalian menjadi orang yang bertakwa)
Kata ini menggunakan isim atau kata yang tak berbatas waktu pada kata mutaqin nya. Kata ini bermakna orang bertakwa, biasanya jika sudah mendapat gelar ini, ada kecenderungan untuk meninggalkan ketakwaan ini, seperti seorang sarjana yang memutuskan berhenti belajar saat mendapat gelar sarjana.
Maka pemilihan kata La’allakum tattaqun (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ) pada ayat Al-Qur’an sangat tepat dan sudah disusun Allah dengan indahnya dari sisi tekstual dan mengandung makna yang dalam dari sisi kontekstual yaitu bahwa ketakwaan ini adalah sesuatu yang harus kita perjuangkan terus menerus sampai akhir hayat kita karena betapa banyak kita berpuasa tapi tak berbanding lurus dengan ketakwaan yang mengejawantah pada kebaikan dan kesuksesan di semua lini. Karena memang hanya puasa yang berkualitas yang akan menuntun pada terbentuknya karakter takwa ini. Seperti apakah puasa yang berkualtas?
Sebuah hadits sudah menjelaskannya, yang artinya, “Siapa yang berpuasa bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampunkan baginya dosa-dosa yang telalu lalu” (HR Bukhari Muslim)
Ternyata puasa yang didasari iman dan kesungguhan lah yang diharapkan akan membentuk karakter insan yang bertakwa. Semoga kita termasuk golongan tersebut. Aamiin

Wallahhu A’lam
Semoga Bermanfaat

Sumber :
Tanya jawab dengan Ustadz Adi Hidayat
Berbagai Sumber

Foto diambil dari :
https://reko.web.id/agar-kalian-bertaqwa/

Wassalam
Serpong, Sabtu, 26 Mei 2018 / 10 Ramadhan 1439 H, 14.00

#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan
#AlZayyanHari10
#Karya5TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab

1 comment:

Postingan Favorit