Tulisan ini
tidak akan membahas hukum membaca niat itu apakah boleh diucapkan atau cukup
dalam hati. Biarlah itu menjadi kajian di bidang fiqh saja, yang menjadi
khazanah kekayaan keilmuan Islam. Perbedaan fiqh itu tak usah diperdebatkan,
silakan laksanakan sesuai yang diyakini. Para ulama zaman dahulu, sudah
berjuang untuk berijtihad melalui kajian fiqh empat madzhab, ada juga yang
berkembang menjadi 5 madzhab, kita yang masih dangkal ilmunya ini masih harus
banyak belajar dibanding berdebat satu sama lain.
Tulisan ini
hanya akan membahas lafadz niat puasa dari sisi tekstual atau kajian bahasa
nya. Selama ini lafadz niat yang sering kita dengar adalah :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ
فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى
“Sengaja aku berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu puasa
pada bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala”
Yang akan menjadi fokus pembahasan adalah kata
Ramadhan, yang sering dibaca dengan harakat fathah di akhir yaitu Ramadhana. Sejak
kecil, masyhur sekali kata Ramadhan ini dibaca Ramadhana, padahal ternyata
secara kaidah bahasa, itu keliru. Memang tidak akan mempengaruhi hukum puasa
kita, puasa kita tetap sah, walaupun kita baca dengan kekeliruan tata bahasa. Tapi
tentu jika kita sudah mengetahui cara membaca yang benar, itu akan lebih baik.
Pembahasan tentang lafadz niat ini, ternyata bukan hal
baru, sudah banyak kitab karya ulama atau ahli bahasa yang pakar di bidangnya,
yang membahas hal ini, diantaranya :
1.
Kitab
Alfiyah karangan Ibnu Malik
Dalam salah satu baitnya, beliau berkata :
وجر بالفتحة
ما لا ينصرف # ما لم يضف أو يك بعد ال ردف
Artinya: Tiap isim ghairu
munsharif dijarkan (dikasrahkan)
dengan harakat fathah, selama tidak mudhaf (diidhafahkan) atau
tidak jatuh setelah al
2.
Kitab
i’anatut Thalibin, juz 2 halaman 253
(قوله: بالجر لإضافته
لما بعده) أي يقرأ رمضان بالجر بالكسرة، لكونه مضافا إلى ما بعده، وهو اسم الإشارة
Artinya: (ucapan penulis: dengan jar/kasrah,
karena idlofahnya lafadz Ramadhan terhadap lafadz setelahnya) maksudnya lafadz
Ramadhan dibaca jar dengan kasrah, karena kedudukannya sebagai mushaf
terhadap lafadz setelahnya yaitu isim isyarah.
3.
Kitab
nihayatuzzain halaman 186
نويت صوم غد عن اداء فرض رمضان هذه السنة
لله تعالى ايمانا و احتسابا باضافة رمضان الى ما بعده لتتميزعن اضدادها و يغنى عن
ذكر الاداء ان يقول عن هذا الرمضان و احتيج لذكره مع هذه السنة و ان اتحد محترزهما
اذ فرض غير هذه السنة لا يكون الا قضاء لان لفظ الاداء يطلق و يراد به الفعل كذا
قاله الرملى نهاية الزين ١٨٦
4.
Kitab
al Naijuri Juz 1 halaman 430
قوله
: رمضان هذه السنة ) باضافة رمضان الى اسم الاشارة لتكون الاضافة معينة لكونه
رمضان هذه السنة
البيجورى ١/٤٣٠
البيجورى ١/٤٣٠
Secara
umum, keempat kitab tersebut menyatakan bahwa kata Ramadhan yang terdapat dalam
lafadz niat yang masyhur, seharusnya dibaca Ramadhaani bukan
Ramadhana sebagaimana yang sering kita dengar. Mengapa? Karena kata Ramadhan
itu adalah isim ghairu munsharif. Secara singkat isim ghairu
munsharif adalah isim yang tidak bisa menerima tanwin dan tanda baca
untuk isim ini ketika berkedudukan jar adalah dibaca fathah,
misalnya :
شهرُ رمضانَ الذي أنزل ...
Kata
Ramadhana dalam ayat diatas dibaca “Syahru Ramadhana”
Nah,
kata Ramadhan adalah termasuk isim ghairu munsharif yang harus dijarkan
dengan kasrah, apabila dibelakangnya terdapat mudhaf ilaih (frase).
Dalam lafadz niat tersebut, kata Ramadhan menjadi mudhaf ilaih dari kata
syahr, tapi ia juga menjadi mudhaf pada kata hadzihis sanati.
Secara kaidah nahwu, seharusnya lafadz Ramadhan dibaca dengan harakat kasrah
menjadi RAMADHANI, bukan RAMADHANA, karena ia menjadi mudhaf
terhadap lafadz hadzihis sanati.
Untuk
memudahkan pemahaman, mari kita lihat perbandingannya dengan kata lain. Kata masjid,
bentuk jama’nya adalah masajid, jenis kata yang sama dengan kata Ramadhan.
Ada 2 contoh yang bisa menjelaskan hal ini:
1.
saya shalat di masjid (أصلي في مساجدَ), kata masajid
dibaca fathah menjadi masaajida karena tidak ada lagi kata sesudahnya
2. saya shalat di masjid desa ini (أصلي في
مساجدِ هذه القرية
), kata kata masajid dibaca kasrah menjadi
masaajidi karena ada kata sesudahnya yaitu هذه القرية . rangkaian kata itulah yang disebut mudhaf
mudhaf ilaih .
Berdasarkan kaidah diatas, kata Ramadhan
bisa saja dibaca fathah menjadi :
نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ
*رمضانَ هذه السنةَ* لله تعالى
Artinya
: Pada tahun ini saya niat puasa esok hari untuk melaksanakan kewajiban bulan
Ramadhan karena Allah.
Lafadz
tersebut jarang dipakai karena kata pada tahun ini menjadi keterangan
waktu untuk kata saya niat. Padahal kenyataanya kita niat hanya membutuhkan
waktu yang singkat.
Maka
yang benar adalah :
نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ *رمضانِ هذه السنةِ*لله تعالى
Nawaitu
shauma ghadin ‘an adaai fardhi syahri Ramadhani hadzihis sananti lillahi
ta’ala.
Lafadz
inilah yang dipilih para ulama dalam semua kitab fiqh karena secara kaidah
bahasa Arab dan maknanya sudah benar yaitu puasa yang kita kerjakan ini menjadi
tertentu puasa Ramadhan tahun sekarang ini.
Jadi,
kesimpulannya lafadz niat puasa dalam kata Ramadhan, seharusnya dibaca dengan
harakat kasrah menjadi “RAMADHANI” karena selain menjadi mudhaf ilaih
juga menjadi mudhaf bagi lafadz hadzihis sanati. Boleh dibaca
Ramadhana, tapi kata hadzihis sanata juga harus dibaca fathah.
Apa
sih pengaruhnya harakat ni dan na terhadap sahnya puasa?
Bagi
sebagian orang, niat itu letaknya dalam hati dan tidak wajib Melafalkannya,
maka tidak akan berpengaruh pada sah tidaknya puasa. Secara logika adalah
benar, tapi jika kita berniat menggunakan lafadz bahasa Arab, maka harus benar
dari sisi kaidah bahasa Arab nya. Karena jika tidak, itu termasuk kategori lahn
(لحن) atau
kekeliruan dalam penyampaian bahasa Arab. Banyak riwayat yang menceritakan
bahwa para sahabat nabi, juga ulama setelahnya, sangat membenci lahn
karena selain bisa merusak makna, jika dibiarkan akan menjadi kesalahan yang
dianggap benar.
Membaca
lafadz niat dengan “RAMADHANA” adalah termasuk kategori lahn atau salah
karena kesalahan yang sudah menyebar luas di masyarakat, melalui televisi dan
mengakar kuat karena sudah ditanamkan sejak kecil. Maka pelan-pelan harus
diperbaiki dengan terus disebarkan bahwa lafadz niat yang sudah lama tersebar
ini adalah salah dan yang benarnya adalah yang berharakat kasrah yaitu “RAMADHANI”.
Atau lafadz lengkapnya adalah
نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ *رمضانِ هذه السنةِ*لله تعالى
Nawaitu
shauma ghadin ‘an adaai fardhi syahri Ramadhani hadzihis sananti lillahi
ta’ala.
Semoga
bermanfaat.
Wassalam
Serpong, Rabu,
30 Mei 2018 / 14
Ramadhan 1439 H, 07.10
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan
#AlZayyanHari14
#Karya5TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
Hatur nuhun Teh Nyai sama Pak Kiyai. Materinya bernas sekali. ������
ReplyDelete