Friday, May 11, 2018

Kenapa Saya Diuji? Sebuah Titik Balik...



Bahagia ... mungkin itulah kata yang mewakili perasaan saya, saat hari Minggu kemarin saya bisa bertemu langsung dengan penulis favorit saya, Hanum Salsabila Rais, anak dari seorang tokoh favorit saya juga, Bapak Amien Rais...

Saya sungguh tidak menyangka, saya bisa duduk berdampingan, foto berdua Hanum, dan menyaksikan langsung, paparan dari Hanum Salsabila Rais, saat menceritakan banyak hal terkait buku barunya, “I am Sarahza”. Buku ini menceritakan kisah perjuangan Hanum dalam mendapatkan buah hati, setelah penantian panjang selama 11 tahun.

Apa kabar program hamil anak kedua saya? Saya jadi teringat dengan perjuangan saya untuk hamil kembali anak kedua. Setelah Eza berusia 4,5 tahun, belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Saya sudah ke dokter spesialis, tapi memang usaha saya tidak tuntas, hanya ingin memastikan bahwa rahim saya, baik baik saja. Dokter pun bilang, tak ada masalah dengan rahim saya, semuanya normal dan masih berpeluang untuk hamil lagi.

Saya lalu mencoba cara lain. Program hamil dengan beribadah 40 hari yang terinspirasi dari ceramah Ust. Yusuf Mansur. Beliau menyampaikan bahwa seringkali manusia lupa, saat pertama kali menginginkan sesuatu, bukan mendatangi Allah, tapi malah mendatangi makhluk-Nya. Seharusnya, Allah lagi, Allah lagi, Allah terus, yang harus kita lakukan saat kita mendambakan sesuatu. Maka saya pun mencoba metode ini berkali kali.

Apakah saya berhasil? Belum juga, karena ternyata tidak mudah menjaga konsistensi ibadah selama 40 hari. Biasanya sebelum 40 hari berakhir, si tamu “merah” tak diundang pun datang, dan saya pun kecewa. Mencoba kembali program ini, haid lagi dan terus berulang seperti itu. Hingga akhinya “penyakit lama” muncul kembali yaitu saya “tak pede” untuk berdoa kepada Allah. Sepertinya saya malu sekali meminta itu, padahal ni’mat Allah yang diberikan pada saya, jauh lebih banyak. Saya pun memutuskan berhenti dari program ini...


Apa yang terjadi setelah itu? Satu persatu kebiasaan ibadah rutin saya, terutama yang sunnah, lepas satu persatu. Setelah tertatih tatih saya membangun kebiasaan ini, perlahan lahan hati saya mulai terbiasa dengan menurunnya kuantitas dan kualitas tadarus, saya pun menikmati kembali menonton drama korea, rela begadang berjam jam hingga bangun subuh kesiangan, demi sebuah tontonan semu.

Mungkin hati saya berontak, saya protes pada Allah dengan mulai menjauhinya, gimana rasanya? Tersiksa sekali. Tapi saya jalani setiap prosesnya, bahwa saya hanyalah manusia biasa yang bisa kecewa, bisa turun imannya dan tak selalu bisa konsisten dalam beribadah.

Saya jadi teringat kembali proses saya menemukan jodoh, penuh liku, sangat panjang perjalannnya, puluhan kali terhempas oleh laki-laki, naik turun kedekatan dengan Allah terjalin, entah sudah berapa ember air mata sudah keluar dari mata saya. Ini kembali saya rasakan saat menginginkan anak kedua saat ini.

Saya melihat betapa orang lain mudah sekali menikah, mudah sekali memiliki anak pertama, anak kedua sampai anak kesekian. Sementara saya? Menikah harus mengalami 28 kali proses taaruf yang gagal, lelah sekali menata hati hingga konflik dengan orangtua. Sekarang, setelah mendapatkan anak pertama, kembali saya diuji dengan penantian anak kedua. Tapi hei sepertinya saya terlupakan akan sesuatu yang sangat penting...

Tiba-tiba saya tersadar sesuatu. Allah selalu menyayangi saya dengan cara terindah. Saat saya terhempas, ibadah saya kacau balau, Allah selalu menunjukkan banyak cara agar saya kembali pada-Nya. Biasanya tak lama saya dibiarkan “tersesat jauh dari-Nya”. Dan kali ini, caranya adalah melalui buku Hanum Salsabila Rais.

Hanya butuh 5 jam saya tuntaskan membaca buku ini. Dan saya pun luluh, setelah berbulan bulan saya tak menangis, buku ini berhasil membuat saya nangis sesenggukan, seolah-olah semua isi buku ini menjawab seluruh keresahan dan “protes” saya sama takdir Allah. Dan ini menjadi titik balik pemahaman dan keyakinan saya, tentang keMaha Kuasaan Allah. Dan betapa senangnya karena saya masih disayang Allah dengan cara diingatkan untuk kembali mendekat pada-Nya.

Dalam buku ini, bonus bagi saya adalah bisa tercengang saat membaca nasehat Bapak Amien Rais pada putrinya ini, seperti di halaman 277 berikut:

“Kalau kamu mau restart lagi, awali dengan istighfar. Sampaikan pada Allah apa yang kamu simpen di dada. Jangan malu. Allah memang Mahatahu apa pun yang kamu simpan di hati. Tapi Allah lebih senang ketika hamba-Nya berterus terang memohon dengan mulutnya sendiri, segenap perasaan dan pikiran. Sampaikan di sepertiga malam terakhir, di malam-malam terang. Bayangkanlah Allah berdiri di hadapanmu, selalu ada untuk dijadikan sandaran. Lalu menangislah seluap luapnya. Semarah-marahnya kamu, sekecewa-kecewanya kamu dengan ketentuan-Nya, Ia akan meraih kamu kembali ke pelukan-Nya. Ingat num, Allah itu bergantung dengan apa prasangka hamba-Nya.  Reaksi Allah juga tergantung aksi yang dikerjakan hamba-Nya. Kalau kamu menjauh, Ia juga bakal mengambil jarak. Kalau kamu mendekat, Ia tak hanya mendekat tapi merapat”

Deg... saya langsung merasa tertampar saat membaca petuah tokoh favorit saya ini pada anaknya Hanum. Saya seolah-olah merasa sedang dinasehati juga oleh Bapak Amien Rais yang super duper keren ini. Terima kasih Hanum, terima kasih Bapak Amien Rais...

Dan setelah berfikir jernih, betapa tidak bersyukurnya saya terhadap segala karunia Allah yang terlimpah ruah untuk saya dan keluarga. Sebelum menikah, saya telah berhaji mengunjungi rumah-Nya, bermesraan di rumah Rasul-Nya. Sebelum menikah, saya juga sudah menikmati indahnya beberapa kota di dunia seperti Mesir, Australia, Belanda, Jerman, Paris dan Belgia. Alhamdulillah, maka nikmat Tuhan Manalagi kah yang kau dustakan?

Setelah menikah, hanya dengan kosong satu bulan, saya sudah hamil Eza. Sekarang Eza sudah berusia 4,5 tahun dalam konsisi sehat, ceria, sopan dan sangat menggemaskan. Maka jika saya “hanya” diuji dengan penantian anak kedua, saya harus mengingat teman saya yang hingga pernikahan bertahun tahun belum dikarunia anak, dan hei saya juga seharusnya tidak melupakan beberapa teman yang masih menantikan jodohnya, sementara saya sudah bahagia mendapatkan suami yang baik hati. Ya allah, malu sekali hambaMu ini jika masih saja banyak mengeluh.

Ternyata, ujian itu memang sesuai kadar imannya. Saya yang masih dangkal imannya ini, baru diuji dengan hal sederhana ini saja, sudah banyak protes dan mengeluh. Maka berbahagialah yang masih diuji dengan penantian jodohnya, bersyukurlah bagi yang diuji dengan penantian buah hatinya, diuji dengan hartanya, dan berbagai hal lainnya karena saat itulah, Allah sedang memeluk anda, berharap anda datang dan memohon pada-Nya. Bermesraan dengan-Nya melalui doa dan kata yang dipanjatkan...

Fokus pada hal positif yang kita punya, sibuklah selama menunggu, hafalkan Al-Quran dan fahami maknanya, jangan melihat terlalu dalam pada hal negatif yang kita rasakan tapi buatlah daftar hal positif yang kita miliki dan rasakan sensasinya. Maka hanya syukur dan syukur saja yang berhak kita ucapkan.

Selamat tinggal keluhan... Selamat  tinggal iri dengki ... Selamat tinggal protes... dan

Selamat datang hei Syukur... selamat datang hai bahagia...

Selamat datang Ramadhan yang indah, terima kasih masih mau menyapa dan mendatangiku ...

Wassalam
Jumat, 110518, 08.40

7 hari jelang Ramadhan yang dinanti...

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit