Saya senang
sekali bahasa Arab dari dulu, terutama senang mengamati dan mendalami
penggunaan bahasa Arab dalam Al-Qur’an. Skripsi dan tesis saya, tak jauh dari
bahasa Arab dalam Al-Qur’an. Semakin dikaji, bahasa Al-Qur’an ini semakin
menarik dan semakin dalam makna nya. Satu ayat bisa dikaji dari berbagai sisi. Bagi
yang tertarik dengan bahasanya, bisa menganalisa dari aspek bahasanya. Bagi yang
senang dengan isyarat ilmiahnya, silakan kaji dari sisi sains nya. Yang senang
berkecimpung dengan hukum, ada tafsir ayat ahkam yang khusus membahas
Al-Qur’an dari sisi hukumnya. Berapa banyak buku dan jurnal ditulis, yang mengungkapkan
kehebatan Al-Qur’an sebagai mujizat akhir zaman.
Proyek Ramadhan
Al Zayyan ini, salah satunya ingin membahas aspek bahasa dalam ayat 183 surat
Al-Baqarah yang menjadi primadona dalam kajian dan ceramah seputar Ramadhan. Dan
ternyata satu ayat ini, belum selesai dibahas hingga hari ke-8 ini. Bagaimana dengan
113 ayat lainnya, tentu menakjubkan sekali jika masing-masing bidang, membahas
kehebatan Al-Qur;an sesuai bidang keilmuan yang dimiliki.
Kali ini, kita akan membahas penggunaan kata kutiba,
yang akan kita bandingkan dengan kata faradha dalam Al-Qur’an. Naluri “kebahasa Araban”
saya, hanya fokus pada jenis pasifnya kata tersebut, sementara suami, lebih
jeli lagi. Ia menantang saya untuk membandingkan kata kutiba, dengan faradha
bahkan dengan kata wajaba. Tapi
sejak beberapa hari yang lalu, mencari dan mendalami referensi tentang kata kutiba
dan faradha saja sudah membuat kepala pening dihantui rasa
penasaran. Sepertinya kata wajaba tidak akan sempat dibahas pada tulisan
ini, karena dua kata ini saja, sepertinya akan menjadi panjang.
Membandingkan penggunakan dua kata ini dalam
Al-Qur;an, saya harus mencari secara detail ayat mana saja yang menggunakan
kata kutiba dan faradha dan turunannya. Penggunaan kata kutiba
dalam Al-Qur’an, sudah dibahas pada tulisan sebelumnya, ada disini. Maka kali
ini, kita akan amati penggunaan kata faradha dan derivasi/turunannya
dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Ada
beberapa ayat yang menggunakan kata faradha dan turunannya dalam
Al-Quran :
1.
Surat
Al Baqarah ayat 68
قَالُوا
ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا
بَقَرَةٌ لا فَارِضٌ وَلا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُوا مَا
تُؤْمَرُونَ
Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu."
Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah
sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".
2.
Surat
al-Baqarah ayat 197
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ
فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ
فِي الْحَجِّ
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa
yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka
tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji.
3.
Surat
Al Baqarah ayat 236-237
لا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا
لَهُنَّ فَرِيضَةً ....
وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ
قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ
مَا فَرَضْتُمْ إِلا أَنْ يَعْفُونَ
Tidak ada kewajiban membayar
(mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur
dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.... (236)
Jika kamu menceraikan
istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu
sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu
tentukan itu, (237)
4.
Surat
An-Nisa ayat 7
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا
تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَالأقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
Bagi
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan
bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
5.
Surat
An-Nisa ayat 11
لا
تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
6.
Surat
An-Nisa ayat 24
...فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ
أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ
مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
....
Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan
tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling
merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana
7.
Surat
An-Nisa ayat 118
لَعَنَهُ اللَّهُ وَقَالَ لأتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
yang dilaknati Allah dan setan itu mengatakan:
"Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang
sudah ditentukan (untuk saya),
8.
Surat
At-Taubah ayat 60
وَفِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ
untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
9.
Surat
An-Nur ayat 1
سُورَةٌ
أَنْزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا وَأَنْزَلْنَا فِيهَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
(Ini
adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan
hukum-hukum yang ada di dalam) nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat
yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.
10.
Surat
Al Ahzab ayat 38
مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ
حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ
قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا
Tidak ada suatu keberatan pun atas Nabi tentang
apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang
demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan
adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,
11.
Surat
Al Ahzab ayat 50
قَدْ
عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami
wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang
mereka miliki
12.
Surat
al-Qashash ayat 85
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ
عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَى
وَمَنْ هُوَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan
hukum-hukum) Al Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.
Katakanlah: "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang
dalam kesesatan yang nyata".
13.
Surat
at-Tahrim ayat 2
قَدْ
فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ
وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian
membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Mengapa
perintah puasa dalam Al-Qur’an menggunakan lafadz kutiba, bukan faradha?
Pasti ini bukan hal yang terjadi secara kebetulan. Pemilihan setiap kata,
jenis kata dalam Al-Qur’an, tak ada yang tanpa hikmah di dalamnya. Sementara
kata faradha pada ayat-ayat yang sudah disebutkan diatas, digunakan pada
berbagai tema dan kondisi.
Bagaimana
dengan perintah shalat? Pada ayat 103 surat An Nisa, kata yang digunakan untuk
shalat adalah lafadz kutiba (kitaaban) bukan faradha.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا
وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Maka apabila kamu telah menyelesaikan
salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu
berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.
Maka
benang merahnya adalah, kata kutiba dan turunannya digunakan pada perintah
puasa dan shalat, karena itu terkait kewajiban yang yang dilakukan pada tempat
tertentu, waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Sementara kata faradha
itu digunakan pada sesuatu yang wajib, tapi tak berbatas waktu seperti sedekah,
warisan, mahar dan lain-lain.
Ada
juga yang membedakan kata kataba dengan faradha dengan analogi
berikut :
Seorang
siswa diwajibkan belajar agar lulus ujian, tapi juga diwajibkan mengikuti
upacara, walalupun tak menentukan kelulusan. Upacara yang dilakukan pada waktu
tertentu, itulah yang termasuk Wajib/kutiba, sementara kewajiban belajar
itu termasuk fardhu karena termasuk ketetapan yang diwajibkan tanpa dibatasi waktu.
Pertanyaan
berikutnya adalah, mengapa lafadz niat kita Nawaitu Shauma Gadhin... (Aku
berniat puasa Fardhu Ramadhan karena Allah ta’ala). Padahal perintah puasa
dalam Al-Qur’an itu menggunakan lafadz kutiba, bukan faradha... Begitupula dengan lafadz niat
shalat yang menggunakan kata fardhu (ushalli fardhal magrib ....). silakan
direnungkan.
Bagaimana
dengan perbedaan wajib dan fardhu dalam kaidah ushul Fiqh? Menurut Madzhab
Maliki dan Syafii, tak ada perbedaan antara wajib dan fardhu, sementara menurut
Madzhab Hanafi, fardhu adalah sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil qath’i
atau pasti seperti membaca Al-Qur’an dalam shalat, sedangkan wajib adalah
sesuatu yang ditetapkan melalui dalil zhanni/yang masih mengandung syubhat/diambil
dari khabar ahad (tidak mutawatir), seperti zakat fitrah, shalat
witir dan lain-lain.
Demikianlah
pembahasan tentang perbedaan kata kutiba dan faradha, dari sisi
bahasa dan ushul Fiqh. Dari sisi bahasa, kata kutiba dan turunannya digunakan pada kewajiban
yang dilakukan pada tempat tertentu, waktu tertentu dan dengan cara tertentu
seperti shalat dan puasa. Sementara kata faradha itu digunakan pada
sesuatu yang wajib, tapi tak berbatas waktu seperti sedekah, warisan, mahar dan
lain-lain.
Wallahu’alam
Semoga
bermanfaat
Wassalam
Serpong, Kamis,
24 Mei 2018 / 8 Ramadhan 1439 H, 02.00
Sumber :
Mu’jam Mufahras li Alfazh Al Qur’an, karya Muhammad Fuad Abdul Baqi
http://www.piss-ktb.com/2014/12/3719-ushul-fiqh-wajib-dan-fardhu-adalah.html
https://www.kompasiana.com/gatotsantoso/puasa-itu-bukan-fardhu-tetapi-kutiba_55087cf1a333115a312e3942
https://www.kompasiana.com/gatotsantoso/puasa-itu-bukan-fardhu-tetapi-kutiba_55087cf1a333115a312e3942
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan
#AlZayyanHari8
#Karya5TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
No comments:
Post a Comment