Sunday, April 27, 2014

Perbedaan Nur dan Dhiya dalam Al-Qur'an

Dalam al-Qur'an, kita akan menemukan beberapa fenomena tata bahasa seperti ada dua kata yang (sepertinya) memiliki makna yang sama, ada lagi beberapa kata yang digunakan untuk menjelaskan satu makna, dll masih banyak lagi. Kali ini kita akan membahas penggunaan kata nur dan dhiya yang banyak diartikan sebagai cahaya, padahal maknanya berbeda, yang nanti akan kita lihat sumbernya dari ayat-ayat al-Qur'an.

Kata nur (نور) dalam al-Qur’an digunakan sebanyak 33 kali, sedangkan kata dhiya /ضياء  digunakan sebanyak 3 kali saja yaitu dalam surat Yunus ayat 5, al-Anbiya ayat 48 dan al-Qashash ayat 71.

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Dialah yang menjadikan matahari bersinar (dliyaa'an) dan bulan bercahaya (nuuron) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS Yunus: 5)




وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاءً وَذِكْرًا لِلْمُتَّقِينَ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS al-Anbiya: 48)

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلا تَسْمَعُونَ

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?" (QS al-Qashash: 71)

Pada surat Yunus ayat 5, kata nur dan dhiya disebutkan secara bersamaan, maka dari ayat inilah kita bisa lihat perbedaannya. Dalam ayat tersebut, kata nur disebutkan setelah qamar (bulan), sedangkan kata dhiya disebutkan setelah syams (matahari).
Pada abad-abad peradaban awal, bulan dipercayai memiliki sinar dari dirinya sendiri. Tapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, menyatakan sinar bulan bukan dari dirinya sendiri tapi pantulan sinar matahari. Sedangkan sinar Matahari bersumber dari dirinya sendiri.
Ahli tafsir mengartikan dhiya'-nya matahari dengan kata sinar, bukan dengan kata cahaya. Sedangkan bulan memancarkan cahaya lantaran mendapat "suplay" cahaya dari matahari, dan di ayat tersebut bulan disebut dengan kata an-nuur yang dikenal dengan kata cahaya.

Dengan demikian berdasarkan ayat diatas dapat disimpulkan bahwa nur dan dhiya itu berbeda. Nur bermakna cahaya yang merupakan pantulan, sedangkan dhiya bermakna sinar yang berasal dari dirinya sendiri. Sesuatu yang bersinar (matahari) sudah pasti akan memancarkan pula cahayanya, tetapi sesuatu yang bercahaya (bulan) belum tentu atau bahkan tidak mampu memancarkan/memberikan sinar dengan baik. Meskipun bulan hanya pantulan sinar dari matahari, tetapi keindahan cahayanya tak kalah penting bagi manusia daripada sinar matahari. Dan keduanya, sama-sama penting, dibutuhkan dan bermanfaat manusia.

Semoga Bermanfaat


Wassalam
Eva  Novita Ungu
Sabtu, 26 April 2014 (yang seharusnya untuk hari Rabu, 23 April 2014)
Semoga kekaguman pada Al-Qur’an tak kalah oleh kekaguman pada karya manusia seperti novel, film dll

2 comments:

Postingan Favorit