Minggu-minggu terakhir ini pikiran
saya disibukkan dengan konflik dua teman dekat saya di komunitas yang saya
ikuti. Entah apa pemicunya, tapi konfliknya semakin melebar dan melibatkan
banyak pihak. Sudah ada beberapa teman yang mengingatkan, tapi seolah tak
berhasil dan buntu. Saya dan teman saya yang lain pun akhirnya berinisiatif
membuka kembali grup lama sebagai tempat memediasi konflik.
Teori komunikasi produktif tak
sanggup menghentikan perseteruan pendapat diantara keduanya. Saya yang tak suka
konflik dan cenderung menghindari konflik, kesulitan juga mencari solusi. Hingga
akhirnya grup wa juga lah yang menjadi ruang untuk mengalirkan rasa keduanya. Saya
dan teman berusaha memediasi mereka, membiarkan mereka mengeluarkan
uneg-unegnya, mengkonfirmasi permasalahan, dan suasana pun tetap memanas.
Setelah panjang adu argumen,
akhirnya salah satu dari keduanya mewapri saya, dan mengatakan harus bagaimana.
Saya menyarankannya untuk memaafkan dan mengikhlaskan, dan meminta maaf. Mengalah
bukan berarti kalah. Entah apa dia kasihan kepada saya atau gimana, ia
mengikuti saran saya. Mencukupkan perselisihan sampai disini, meminta maaf dan
memilih melepaskan jabatannya.
Walau tuntas yang sepertinya dipaksakan, minimal suasana memanas bisa diminimalisir.
Tak berhenti sampai disitu, saya
ternyata harus diuji juga dengan perseteruan. Berawal dari curahan hati yang
melebar kemana-mana, terkhianatinya sebuah kepercayaan, sungguh membuat saya
marah dan terluka. Saya hingga tak kuat menahan tangis, setelah berbulan-bulan
saya tak menangis, ternyata saya harus menangis karena berkonflik dengan
seorang sahabat yang saya percaya.
Saya pun mengirim whatsupp
kepadanya, “Terima kasih sudah membuat saya menangis, setelah hati mengeras
berminggu-minggu. Terima kasih sudah memberikan pembelajaran kepada saya untuk
belajar mengendalikan emosi.” Sungguh saya mencoba menahan amarah, berusaha tak
mengeluarkan kata-kata tak produktif, bahkan ingin berbagi kepada suami saja, tak
keluar sepatah kata pun. Hanya tangisan di masjid yang tak bisa saya tahan. Yah
saya melabuhkan lara ini hanya kepada-Nya. Berharap saya bisa kuat dan
mengamalkan nasehat yang sudah saya anjurkan kepadanya. Ternyata nasehat itu
mudah diucapkan tapi sangat menantang untuk diaplikasikan, terutama jika sudah
terluka terlalu dalam.
Ia pun mengirimkan balik kata
mutiara yang sering saya kirimkan kepadanya, makin sedihlah saya karena merasa
tampak semakin bodoh dengan hanya bisa menganjurkan tapi tak bisa
mengaplikasikan yang saya nasehatkan. Semoga Allah turut melembutkan hati saya
dalam memaafkan kesalahan orang lain dan membuat saya ikhlas menerima perlakuan
orang lain kepada saya, sejahat apapun itu. Saya hanyalah manusia biasa yang
sedang belajar berbesar hati, belajar memafkan dan belajar mengendalikan emosi.
Dan semuanya masih harus diuji dengan yang namanya KONFLIK. Semoga suatu saat
bisa memiliki keindahan akhlak dan mudah memaafkan kesalahan orang lain yang
melukai hati saya.
Semoga Bermanfaat
Rabu, 240517.14.20
#odopfor99days#semester2#day12
#ProgramHamil40Hari#part2#day10
No comments:
Post a Comment