Friday, September 15, 2017

Anak sebagai (Alasan) Ujian Kegagalan Shalat Berjamaah



Hari Kamis lalu, saya dan keluarga mempersiapkan pernikahan keponakan di Tasik. Papanya Eza masih di Tangerang, saya dan Eza pulang duluan ke Tasik. Mamah dan Abah senang sekali saat kami datang, walaupun tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Ternyata anak dan cucu itu bisa menjadi obat terbaik bagi kesepian orangtua.

Pagi-pagi, kami ke pasar, ke tukang jahit dan jalan-jalan seputar kota Ciawi. Tiba jam 11 siang di rumah, Eza kecapean, ia pun tertidur dan pengen ditemani, tak terasa saya pun nyenyak tertidur, hingga waktu dhuhur tiba, saya belum shalat. Biasanya saya shalat berjamaah dengan mamah, tapi ternyata mamah sudah shalat dhuhur duluan karena beliau terbiasa shalat di awal waktu setelah adzan beres.

Saya pun segera terbangun, menyesal sekali terlewat shalat berjamaah shalat dhuhur. Ternyata tak mudah juga menjaga shalat berjamaah 40 hari itu, terutama saat lelah dan malas melanda, mencari pembenaran dan alasan untuk tidak shalat berjamaah. Saya lupa memberitahu mamah untuk menunggu saya shalat berjamaah.

Hari ini, di hari kelima, saya menjadikan anak sebagai alasan atas kemalasan dan ketakberdayaan saya untuk menjaga konsistensi shalat berjamaah. Sebenarnya jika memaksakan diri dan saya lebih meniatkan diri, seharusnya saya bisa mengalahkan rasa kantuk saya, tapi apalah daya, saya memilih menemani anak tidur. Semoga Allah mengampuni kekhilafan saya.

Semoga Bermanfaat

Jumat, 150917.06.00
#ProgramHamil40HariEpisode3#Hari5
#odopfor99days#sesi3#day5


No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit