Thursday, January 7, 2016

Tradisional vs Gadget


Pada zaman dahulu kala, saat kita kecil dulu, rasanya indah sekali mengenang masa-masa bermain dengan teman-teman. Kita seringkali “nyamper” temen untuk main bareng dengan manggil namanya sambal dilaguin gitu. Beberapa jenis permainan yang kita mainkan dulu, seperti main lompat tali, congklak, monopoli, main bekel, galaksin, pecle, dll sulit sekali kita temui di zaman modern ini. Padahal permainan tradisional tersebut sesungguhnya secara tak sadar mengajarkan banyak keterampilan sosial yang dibutuhkan di masa depan. Keterampilan sosial yang secara tak langsung kita pelajari dari permainan yang kita mainkan dulu misalnya belajar bekerja sama, bermain sportif, manajemen konflik, mengatur strategi dan banyak keterampilan lainnya.

Banyak komentar di sosmed yang merindukan saat-saat indah bermain aneka permainan tradisional di masa kecil kita dulu. Bahkan beberapa permainan tradisional, kembali dihidupkan di beberapa tempat oleh beberapa kalangan, diantaranya oleh Komunitas Anak Bawang di kota Surakarta, Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) yang pernah menyelenggarakan jambore anak tingkat kota Banjar dan memperkenalkan aneka permainan tradisonal.  Masih banyak lagi komunitas dan tempat layanan publik yang berusaha menghidupkan kembali aneka permainan tradisonal. 


Dulu, saking asyiknya bermain bersama teman-teman, seringkali kita malas pulang untuk tidur siang atau untuk sekedar istirahat, apalagi menonton TV. Rasanya tak masuk dalam agenda harian kita tontonan TV itu. Televisi menjadi benda mewah yang tak semua kalangan dapat menikmatinya. Apalagi gadget, mana ada aneka macam gadget seperti sekarang. Tapi minimya fasilitas modern justru menguatkan ikatan humanisme antar anak anak. Sementara sekarang, beberapa pihak menuding anak anak zaman sekarang cenderung tak peduli dengan lingkungan sekitar atau “anti sosial”.  

Menjamurnya gadget akhir-akhir ini sering dijadikan kambing hitam sebagai penyebab dari anti sosialnya anak-anak zaman sekarang. Banyak anak-anak yang lebih tertarik pada gadget dibanding main dengan teman sebayanya. Walaupun ada faktor lain yang menyebabkan fenomena minimnya anak-anak sekarang untuk bermain dengan teman sebayanya. Maraknya kriminalitas, padatnya jam belajar di sekolah, hingga menjamurnya aneka gadget disinyalir menjadi penyebab anti sosialnya anak-anak zaman sekarang. Hal tersebut berakibat pada kurang berkembangnya motorik anak hingga menjamurnya fenomena obesitas di kalangan anak-anak.

Melihat Eza yang sudah tertarik gadget jelang usia dua tahun saja, membuat saya khawatir dan deg-degan, bahkan mungkin cemas. Beberapa kali saya alihkan agar Eza tak ketagihan dengan gadget. Televisi juga menjadi PR tersendiri bagi saya agar Eza tak keranjingan nonton di kemudian hari. Pengalihan aktivitas adalah solusi termudah untuk anak seusia Eza. Belum sepenuhnya berhasil memang tapi akan lebih baik jika saya berjuang untuk mengantisipasi kecanduan gadget di saat Eza masih kecil dibanding mengobati pada saat sudah parah nanti. Seringkali kita sebagai orang tuanya juga, lebih asyik dengan gadget dibanding berkomunikasi atau main sama anak. Saya contohnya, saat menyusui pun seringkali saya gunakan untuk membuka wa, bb, facebook dll dibanding membacakan cerita atau ngobrol dengan Eza.

Solusi lainnya, anak diajak untuk beraktivitas outdoor yang sifatnya merangsang perkembangan motorik kasarnya. Seperti melompat, main bola, main perosotan, belajar naik sepeda dan lain lain. Ada 7 alasan anak harus main diluar, bukan main gadget yang dikutip dari metrotvnews.com, yaitu :
      1. Penurunan perkembangan anak
      2.   Radiasi
      3. Mengurangi kemampuan interaksi sosial
      4. Tempramental
      5. Obesitas
6    6. Merusak penglihatan
      7. Kurang minat bermain di alam terbuka

Ada beberapa pilihan terkait menjamurnya fenomena gadget di kalangan anak anak kita sekarang. Ada yang memilih untuk menutup rapat-rapat peluang anaknya untuk ber gadget ria, tidak ada TV di rumahnya, anak tak dibelikan gadget … ada juga beberapa orang tua yang permisif, anaknya dibelikan hp jenis terbaru pun oke oke saja tanpa pernah memberitahu cara menggunakan gadget dengan bijak. Kita bisa memilih alternatif dari dua pilihan tersebut.

Ada tips menarik dari teman saya seorang psikolog terkait dengan perkembangan teknologi zaman sekarang. Menurutnya, yang harus diberikan adalah prinsip “imunisasi”. Memberikan paparan teknologi dalam kadar yang terkontrol lalu biarkan anak membangun imunitas terhadap paparan teknologi itu. Jelaskan pada anak, bahwa kita adalah SUBJEK, bukan OBJEK. Kita yang memilih dan kita punya potensi untuk memilih yang baik. (http://fitriariyanti.com/2014/05/07/jadi-orangtua-sebaiknya-tidak-reaktif/)


No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit