Pada zaman dahulu kala,
saat kita kecil dulu, rasanya indah sekali
mengenang masa-masa bermain dengan teman-teman. Kita seringkali “nyamper” temen untuk main bareng
dengan manggil namanya sambal dilaguin gitu. Beberapa
jenis permainan yang kita mainkan dulu, seperti
main
lompat tali, congklak, monopoli, main bekel, galaksin, pecle, dll sulit sekali kita temui di zaman modern ini. Padahal
permainan tradisional tersebut sesungguhnya secara tak sadar
mengajarkan banyak keterampilan sosial yang dibutuhkan di masa depan. Keterampilan sosial yang secara tak langsung kita
pelajari dari permainan yang kita mainkan dulu misalnya belajar
bekerja sama, bermain sportif, manajemen konflik,
mengatur strategi dan banyak keterampilan lainnya.
Banyak komentar di
sosmed yang merindukan saat-saat indah bermain
aneka permainan tradisional di masa kecil kita dulu.
Bahkan beberapa permainan tradisional, kembali dihidupkan di beberapa tempat
oleh beberapa kalangan, diantaranya oleh Komunitas Anak Bawang di kota
Surakarta, Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) yang pernah menyelenggarakan jambore anak tingkat kota Banjar dan memperkenalkan aneka permainan tradisonal. Masih banyak lagi komunitas dan tempat layanan publik yang berusaha menghidupkan kembali aneka permainan tradisonal.
Dulu,
saking asyiknya bermain bersama teman-teman, seringkali kita malas pulang untuk
tidur siang atau untuk sekedar istirahat, apalagi menonton TV. Rasanya tak
masuk dalam agenda harian kita tontonan TV itu. Televisi menjadi benda mewah
yang tak semua kalangan dapat menikmatinya. Apalagi gadget, mana ada aneka
macam gadget seperti sekarang. Tapi minimya fasilitas modern justru menguatkan
ikatan humanisme antar anak anak. Sementara sekarang, beberapa pihak menuding
anak anak zaman sekarang cenderung tak peduli dengan lingkungan sekitar atau “anti
sosial”.
Menjamurnya
gadget akhir-akhir ini sering dijadikan kambing hitam sebagai penyebab dari
anti sosialnya anak-anak zaman sekarang. Banyak anak-anak yang lebih tertarik
pada gadget dibanding main dengan teman sebayanya. Walaupun ada faktor lain yang
menyebabkan fenomena minimnya anak-anak sekarang untuk bermain dengan teman
sebayanya. Maraknya kriminalitas, padatnya jam belajar di sekolah, hingga
menjamurnya aneka gadget disinyalir menjadi penyebab anti sosialnya anak-anak
zaman sekarang. Hal tersebut berakibat pada kurang berkembangnya motorik anak hingga
menjamurnya fenomena obesitas di kalangan anak-anak.
Melihat
Eza yang sudah tertarik gadget jelang usia dua tahun saja, membuat saya
khawatir dan deg-degan, bahkan mungkin cemas. Beberapa kali saya alihkan agar
Eza tak ketagihan dengan gadget. Televisi juga menjadi PR tersendiri bagi saya
agar Eza tak keranjingan nonton di kemudian hari. Pengalihan aktivitas adalah
solusi termudah untuk anak seusia Eza. Belum sepenuhnya berhasil memang tapi
akan lebih baik jika saya berjuang untuk mengantisipasi kecanduan gadget di
saat Eza masih kecil dibanding mengobati pada saat sudah parah nanti.
Seringkali kita sebagai orang tuanya juga, lebih asyik dengan gadget dibanding
berkomunikasi atau main sama anak. Saya contohnya, saat menyusui pun seringkali
saya gunakan untuk membuka wa, bb, facebook dll dibanding membacakan cerita
atau ngobrol dengan Eza.
Solusi
lainnya, anak diajak untuk beraktivitas outdoor yang sifatnya merangsang
perkembangan motorik kasarnya. Seperti melompat, main bola, main perosotan,
belajar naik sepeda dan lain lain. Ada 7 alasan anak harus main diluar, bukan
main gadget yang dikutip dari metrotvnews.com, yaitu :
1. Penurunan
perkembangan anak
2. Radiasi
3. Mengurangi
kemampuan interaksi sosial
4. Tempramental
5. Obesitas
6 6. Merusak
penglihatan
7. Kurang
minat bermain di alam terbuka
Ada beberapa
pilihan terkait menjamurnya fenomena gadget di kalangan anak anak kita
sekarang. Ada yang memilih untuk menutup rapat-rapat peluang anaknya untuk ber
gadget ria, tidak ada TV di rumahnya, anak tak dibelikan gadget … ada juga
beberapa orang tua yang permisif, anaknya dibelikan hp jenis terbaru pun oke
oke saja tanpa pernah memberitahu cara menggunakan gadget dengan bijak. Kita bisa
memilih alternatif dari dua pilihan tersebut.
Ada tips menarik dari
teman saya seorang psikolog terkait dengan perkembangan teknologi zaman
sekarang. Menurutnya, yang harus diberikan adalah prinsip “imunisasi”.
Memberikan paparan teknologi dalam kadar yang terkontrol lalu biarkan anak
membangun imunitas terhadap paparan teknologi itu. Jelaskan pada anak, bahwa
kita adalah SUBJEK, bukan OBJEK. Kita yang memilih dan kita punya potensi untuk
memilih yang baik. (http://fitriariyanti.com/2014/05/07/jadi-orangtua-sebaiknya-tidak-reaktif/)
No comments:
Post a Comment