Hari ini adalah hari
ulang tahunnya mamah saya tercinta. Tepat di usianya 63 tahun, Alhamdulillah mamah
masih diberi kesempatan menemani anak dan cucunya untuk mengarungi hidup ini.
Setelah menjalani kehidupan sebagai ibu, saya jadi lebih merasakan perjuangan
berat mamah membesarkan anak-anaknya. Tak mudah ternyata menjadi seorang ibu,
banyak yang harus dikorbankan, harus banyak stok sabar nya, pantas saja
ungkapan yang menyatakan bahwa surga ada di telapak kaki ibu.
Saat liburan semester
kemarin, saya lebih melihat lagi pengorbanan mamah dalam mengurus liburan cucu
cucunya. Kadang kami masih bersantai ria, mamah sudah bangun pagi untuk memasak
dan mengurus kebutuhan anak dan cucunya. Beliau lah orang yang paling cape dan
paling kurang tidur saat liburan datang. Dan jarang sekali mengeluh. Paling
saat kami pulang kembali ke Tangerang, beliau baru bilang bahwa beliau baru
bisa beristirahat tanpa diganggu anak dan cucunya.
Saya jadi ingat kisah
Uwais. Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda miskin, dia sudah lama ditinggal
wafat ayahnya sehingga tumbuh menjadi seorang yatim. Uwais bekerja sehari-hari
sebagai penggembala yang upahnya tak seberapa. Kesehariannya dihabiskan untuk
berbakti kepada ibunya yang sudah renta, dia selalu menyuapi makanan untuk
ibunya dengan tangannya sendiri dan menyiapkan segala keperluan ibunya. Suatu
ketika, ibunya yang sudah udzur tersebut menyampaikan keinginan untuk
menunaikan ibadah haji. Pemuda miskin yang hanya berprofesi sebagai penggembala
kambing itupun berfikir keras agar dapat memenuhi keinginan ibu tercintanya.
Tidak ada jalan lain bagi Uwais Al Qarni kecuali menggendong ibunya dari Yaman
menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Begitu mulianya akhlak Uwais,
hingga Rasulullah Saw mengatakan kepada para sahabat lain waktu di Madinah. “Uwais
Al Qarni adalah manusia yang tidak terkenal di bumi namun masyhur di langit.”
Dan ternyata, Indonesia
pun punya kisah serupa. Seorang jemaah haji asal Indonesia pada musim haji
tahun 2015, Badri yang berusia 53 tahun menggendong ibunya selama melaksanakan
ibadah haji. Menggendong ibunya menjadi terasa ringan dan sama sekali tidak
lelah karena Haji Badri mendasari semua yang dilakukan tersebut atas dasar
ikhlas dan hanya ingin mendapatkan ridha Allah Swt. Bahkan Haji Badri
menggendong ibunya tersebut selama berhari-hari, baik di Mekkah, Madinah, Arafah,
Muzdalifah hingga prosesi melempar jumrah. Padahal sebenarnya Haji Badri bisa
saja menyewa tukang dorong kursi roda dengan mengeluarkan sedikit ongkos sudah
bisa dilayani, namun apa yang dilakukan Haji Badri memang ingin berbakti kepada
ibunya yang sudah berusia 85 tahun. Kisah Haji Badri ini ditulis dalam sebuah
media online berbahasa Arab akhbaar24.argaam.com yang dirilis pada hari Ahad
tanggal 27 September 2015. Haji Badri inilah yang dijuluki Uwais Al Qarni nya
Indonesia.
Dan membaca kisah kisah
tersebut, saya jadi malu. Pengorbanan saya tak sebanyak pengorbanan Uwais dan
Haji Badri. Bahkan hingga saya menikah, pengorbanan mamah sebagai ibu tetap
lebih banyak dibanding pengorbanan saya sebagai anaknya. Kalau mudik, kita
sebagai anak serasa sudah memberikan oleh oleh berlimpah, tapi saat kembali
mudik, sesungguhnya kita diberi lebih banyak dari yang kita berikan pada
orangtua kita.
Saat orang tua kita
ultah, peristiwa hari ibu, hanya beberapa momentum yang bisa membuat kita
merenung kembali tentang tugas kita sebagai anak. Bukan hanya materi berlimpah
yang diharapkan orang tua, tapi perhatian dan kehadiran kita yang benar-benar
akan membahagiakan mereka.
No comments:
Post a Comment