Setelah
pada hari pertama menjelajah Jakarta dan hari kedua menyusuri Tangerang dan Bogor serta hari
ketiga mengekslporasi Tanah Abang, maka hari keempat adalah persiapan
kepulangan ke Kudus. Tiket sudah dipesan sebanyak 6 seat dengan keberangkatan
jam 4 sore.
Pagi sampai
siang nya adalah packing barang. Tetangga
rumah saya adalah native speaker dari Mesir. Syaikh dari Mesir ini dikontrak
selama 2 tahun untuk membantu proses pembelajaran di madrasah berasrama kami. Beliau
bilang bahwa rumah saya selalu saja banyak dikunjungi tamu, entah itu siswa
keluarga bahkan teman pun sering berkunjung. Jika tau yang datang adalah
keluarga saya atau keluarga suami, beliau selalu menyempatkan bertegur sapa dan
bersalaman walaupun hanya dengan bapa bapa saja.
Saat itu,
saat beliau tau bahwa keluarga suami akan kembali ke Kudus, beliau minta difoto
dengan keluarga suami. Biasanya kami yang minta foto bareng dia, kali ini dia
yang minta foto bareng kami. Tentu saja kami tak menolak permohonan ini. Kami pun
berpose bareng syaikh dari Mesir tersebut. Canda tawa mengiringi pemotretan
ini. Walau keluarga suami tak sepenuhnya memahami Bahasa Arab, tapi dengan
saling senyum, sesungguhnya Bahasa komunikasi pun sudah terjalin.
Adab bertetangga
sesungguhnya diajarkan dalam Islam. Bagaimana kita harus memperlakukan tetangga
sebaik mungkin, sangat dianjurkan dalam Islam, bahkan termasuk salah satu ciri
orang beriman. Sebuah hadits memperkuat hal tersebut. Hadits tersebut berbunyi “barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam, barang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia
memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhori no 6018, Muslim no 47).
Karena
tetangga adalah orang terdekat kita, orang yang kita mintai pertolongan pertama
kali saat membutuhkan, maka selayaknya antar tetangga saling rukun, saling
membantu dan seharusnya tak ada konflik. Jika ada yang tidak rukun dengan
tetangga, berarti faktor keimanan kita harus dipertanyakan.
Syaikh
dari Mesir ini banyak mengajarkan kami, bukan hanya dari aspek teorinya, tapi juga
dari prakteknya. Beliau selalu ingin diajak kalau kami akan menengok teman yang
sakit, yang melahirkan, bahkan tahlilan untuk yang meninggal pun beliau senang datang.
Saat teman sejawat kami ada yang meninggal, beliau selalu minta diajak jika
akan tahlilan di rumah almarhum.
Kembali
ke keluarga kudus, saat ashar menjelang ternyata hujan turun sangat deras,
untunglah kami ddekat dengan lokasi bis menuju Kudus, kami cukup menunggu depan
kompleks sekolah, dan bis pun datang pukul 16.30. Keluarga suami pun pulang ke
Kudus, rumah kami kembali sepi. Semoga kenangan terindah akan selalu dikenang
keluarga Kudus tentang ibukota, tentang kehidupan BSD dan lain lain. Alhamdulillah
keluarga kudus sampai dengan selamat pukul 2 malam keesokan harinya.
No comments:
Post a Comment