Thursday, August 4, 2016

Saat Perut Melilit Bermakna Komplit





Pada minggu malam kemarin, saya tak bisa tidur. Jam 12 malam, tiba tiba perut saya melilit sekali hingga saya tak bisa memejamkan mata. Rasanya saya tak punya keluhan maag sebelumnya, saya ingat ingat terus apa yang membuat perut saya melilit lilit tak karuan plus diare. Jika kondisi sakit begitu, saya langsung ingat kematian, betapa umur itu tak ada yang bisa menjamin. Bagaimana kalau malam itu saya meninggal padahal saya belum menyiapkan bekal apapun untuk akhirat nanti. Saya pandangi suami dan anak saya, semoga mereka tak menyesal memiliki istri dan ibu seperti saya. Hampir 3 jam saya berkutat dengan perut melilit dan bolak balik ke toilet.

Untuk mengatasi rasa sakit itu, saya langsung browsing. Berbagai opini dan cerita tentang perut melilit saya baca satu persatu sambil saya pegangi perut saya yang tak kunjung membaik. Akhirnya saya bangunkan suami saya untuk tidur menemani anak saya sementara saya mencari cara untuk mengobati perut saya. Saya turuti beberapa saran untuk membuat oralit. Saya pun menuangkan air hangat ditambah garam kemudian saya minum. Alhamdulillah agak membaik dan bisa membuat saya tidur, walaupun belum sepenuhnya perut saya pulih. 


Setelah shalat subuh, saya kembali tertidur. Awalnya di hari Senin kemarin saya niatkan untuk puasa Syawal hari terakhir, tapi karena suami melarang dan mengingatkan untuk lebih menjaga kesehatan dulu, akhirnya saya batalkan puasa saya. Saya ingat ingat lagi semalam saya makan apa yang menyebabkan perut saya melilit. Barulah ketemu, sepertinya penyebabnya adalah karena saya makan ikan kembung plus sambal tanpa nasi sementara saya sedang dalam kondisi kurang fit karena kecapean setelah beraktivitas tak henti berhari hari kemarin. Maka saya putuskan untuk beristirahat hari ini di rumah sambil memulihkan kondisi fisik. 

Karena penasaran, saya minta diantar suami ke dokter untuk memastikan penyakit yang saya derita. Saat di klinik inilah saya “disentil” Allah. Saat saya duduk menunggu antrian dokter, tiba tiba disamping saya duduk seorang ibu yang sedang menggendong bayi yang (maaf) ternyata bibirnya sumbing. Saya perhatikan ibu tersebut, tak ada raut menyesal dan malu saat menggendong bayi tersebut. Begitupun saat suami dan ayah bayi tersebut mendampingi sang istri, tampak mereka sangat kuat dan kompak menerima dengan ikhlas kondisi anaknya. Saya tak terbayang jika saya yang berada pada posisi ibu tersebut. Sang suami sesekali menyuapi istrinya saat istrinya memberikan dot susu untuk anaknya. Bahkan ibu tersebut mengajak saya ngobrol, dengan ringan menceritakan kondisi anaknya, sementara hati saya bergemuruh. Saya memang sedang sakit dan sebelumnya sedang merencakan program anak kedua, tapi  melihat kondisi ibu dan keluarga tersebut, sungguh saya sangat malu. Betapa ujian saya tak seberapa berat dibanding ujian ibu tersebut yang mungkin menurut ibu itu juga tak berat. Saya tetap saja selayaknya lebih banyak bersyukur dibanding mengeluhkan penyakit saya yang hanya perut melilit.

Terima kasih teramat sangat untuk sang ibu yang sudah mengingatkan saya arti kesabaran.

Kamis, 4 Agustus 2016. 23.05

#ODOPfor99days
#day104

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit