Thursday, February 16, 2017

Aliran Rasa Komunikasi Produktif : Tantangan Mengubah Kebiasaan (Marah) Lama




Setelah mendapatkan materi komunikasi produktif dan mengaplikasikannya melalui tantangan komunikasi produktif, yang saya rasakan tuh nano nano. Mulai dari semangat di awal menerapkan komunikasi produktif, merencanakan family forum, ngobrol dengan suami dan anak sambil ngeteh, hingga saat berakhir tantangan 10 hari komunikasi produktif, rasanya agak beda saja. Seluruh rasa bercampur baur menjadi satu.
 
Rasanya sedih, senang, berat bercampur menjadi satu. Sedih karena masih banyak kesalahan yang sering saya lakukan terkait komunikasi produktif ini, terutama ke orang terdekat seperti suami dan anak, misalnya kemarin di hari Selasa 14 Februari 2017. Saya dan suami pergi ke bank bersama Eza, sambil menunggu transaksi selesai di bank, saya membeli makanan untuk bahan rapat koperasi. Eza dan suami ngikut di belakang, saya berfikir supaya cepat, saya segera masuk ke warung makan, dan membiarkan suami dan Eza diluar. Saya menunggu pesanan makanan selesai di dalam warung makan, saya intip keluar ternyata suami dan Eza tak ada. Saya fikir mereka menunggu di mobil. Akhirnya saya kembali ke bank untuk menyelesaikan transaksi tadi, dan segera kembali ke mobil setelah selesai. Saat kembali ke mobil, suami marah, katanya Eza nyari nyari dan menangis histeris karena nyariin saya. Saya emang sering tuh berfikir biar urusan segera kelar, saya jalan aja duluan meninggalkan suami dan anak di belakang.


Ternyata yang saya fikirkan, tak terkomunikasikan dengan baik pada suami. Akibatnya suami marah, bukan marah sebenarnya hanya mengingatkan untuk ngga grasa grusu. Tapi saya terlanjur sakit hati, saya merasa disudutkan, suami tau persis saya sedang sibuk dengan urusan koperasi, saya berharap suami bisa memahami saya, saya serasa dimarahin, akhirnya saya balas dendam dengan diam sepanjang perjalanan. Wah ga produktif banget deh. Saya pengen suami memahami keinginan saya, tapi yang ada suami bingung kenapa saya diam... penyakit lama dengan marah diam ini entah kenapa ko ga mau pergi dari diri ini, masih banyak yang harus saya perbaiki.

Selain sedih, setelah menerapkan komunikasi produktif ini, yang saya rasakan senang juga iya, karena saya jadi memperbaiki pola komunikasi saya, bukan hanya ke anak dan suami, tapi juga kepada orang di sekeliling saya seperti teman, murid dan asisten rumah tangga di rumah saya. Saat ngobrol dengan murid, misalnya, saya jadi lebih fokus memperhatikan dengan bahasa non verbal yang menunjukkan ketertarikan pada apa yang dibicarakan, tidak sambil memegang hp, mata terfokus kepadanya, ternyata efeknya memang beda, kerasa lebih bersemangat dan murid pun senang karena didengarkan secara serius.

Yang terakhir selain sedih dan senang juga terasa berat karena sebagai fasilitator tentu tantangannya lebih tinggi dibanding peserta. Membaca tulisan member yang mengaplikasikan komunikasi produktif, ko jadi berasa minder ya... rasanya member nya ko hebat hebat , aku mah apa atuh dibanding mereka yang sepertinya lebih kreatif dan produktif... tapi seharusnya perasaan rendah diri seperti ini tidak dipelihara ya, yang penting bukan sejauh mana keberhasilan orang lain tapi justru sebesar apa perubahan yang terjadi pada diri sendiri.


Sebagai fasilitator kelas Bunda Sayang Wilayah Bogor, saya merasa keteteran dengan tugas para peserta. Belum sempet baca semuanya, karena berasa numpuknya. Setiap peserta menulis tantangan 10 hari dikali sejumlah peserta, memang membutuhkan tenaga ekstra untuk mengeceknya satu persatu. Alhamdulillah dapet partner nya yang oke banget dalam menjawab pertanyaan peserta, jadi berasa kebantu banget, tinggal meluangkan waktu untuk membaca tugas peserta satu persatu, semoga bisa....
 

Semangaaattt...

Semoga Bermanfaat

Kamis, 160217.19.19
#odopfor99days#part2#day16

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit