Rasanya sedih, senang, berat bercampur menjadi satu.
Sedih karena masih banyak kesalahan yang sering saya lakukan terkait komunikasi
produktif ini, terutama ke orang terdekat seperti suami dan anak, misalnya
kemarin di hari Selasa 14 Februari 2017. Saya dan suami pergi ke bank bersama
Eza, sambil menunggu transaksi selesai di bank, saya membeli makanan untuk
bahan rapat koperasi. Eza dan suami ngikut di belakang, saya berfikir supaya
cepat, saya segera masuk ke warung makan, dan membiarkan suami dan Eza diluar.
Saya menunggu pesanan makanan selesai di dalam warung makan, saya intip keluar
ternyata suami dan Eza tak ada. Saya fikir mereka menunggu di mobil. Akhirnya
saya kembali ke bank untuk menyelesaikan transaksi tadi, dan segera kembali ke
mobil setelah selesai. Saat kembali ke mobil, suami marah, katanya Eza nyari
nyari dan menangis histeris karena nyariin saya. Saya emang sering tuh berfikir
biar urusan segera kelar, saya jalan aja duluan meninggalkan suami dan anak di
belakang.
Ternyata yang saya fikirkan, tak terkomunikasikan
dengan baik pada suami. Akibatnya suami marah, bukan marah sebenarnya hanya
mengingatkan untuk ngga grasa grusu. Tapi saya terlanjur sakit hati, saya
merasa disudutkan, suami tau persis saya sedang sibuk dengan urusan koperasi,
saya berharap suami bisa memahami saya, saya serasa dimarahin, akhirnya saya
balas dendam dengan diam sepanjang perjalanan. Wah ga produktif banget deh. Saya
pengen suami memahami keinginan saya, tapi yang ada suami bingung kenapa saya
diam... penyakit lama dengan marah diam ini entah kenapa ko ga mau pergi dari
diri ini, masih banyak yang harus saya perbaiki.
Selain sedih, setelah menerapkan komunikasi produktif
ini, yang saya rasakan senang juga iya, karena saya jadi memperbaiki pola
komunikasi saya, bukan hanya ke anak dan suami, tapi juga kepada orang di
sekeliling saya seperti teman, murid dan asisten rumah tangga di rumah saya. Saat
ngobrol dengan murid, misalnya, saya jadi lebih fokus memperhatikan dengan
bahasa non verbal yang menunjukkan ketertarikan pada apa yang dibicarakan,
tidak sambil memegang hp, mata terfokus kepadanya, ternyata efeknya memang
beda, kerasa lebih bersemangat dan murid pun senang karena didengarkan secara
serius.
Yang terakhir selain sedih dan senang juga terasa
berat karena sebagai fasilitator tentu tantangannya lebih tinggi dibanding
peserta. Membaca tulisan member yang mengaplikasikan komunikasi produktif, ko
jadi berasa minder ya... rasanya member nya ko hebat hebat , aku mah apa atuh
dibanding mereka yang sepertinya lebih kreatif dan produktif... tapi seharusnya
perasaan rendah diri seperti ini tidak dipelihara ya, yang penting bukan sejauh
mana keberhasilan orang lain tapi justru sebesar apa perubahan yang terjadi
pada diri sendiri.
Sebagai fasilitator kelas Bunda Sayang Wilayah Bogor,
saya merasa keteteran dengan tugas para peserta. Belum sempet baca semuanya,
karena berasa numpuknya. Setiap peserta menulis tantangan 10 hari dikali
sejumlah peserta, memang membutuhkan tenaga ekstra untuk mengeceknya satu
persatu. Alhamdulillah dapet partner nya yang oke banget dalam menjawab
pertanyaan peserta, jadi berasa kebantu banget, tinggal meluangkan waktu untuk
membaca tugas peserta satu persatu, semoga bisa....
Semangaaattt...
Semoga Bermanfaat
Kamis, 160217.19.19
#odopfor99days#part2#day16
No comments:
Post a Comment