Saturday, November 24, 2012

Ramadhan (hari) pertama yang memalukan di Adelaide


Berhati-hati lah dengan mimpi anda.
Dulu, saya pernah membayangkan bisa menjalani puasa bulan Ramadhan di Negara lain yang mayoritas penduduknya bukan muslim. Tapi saya tidak menyangka akan mengalaminya di Adelaide, Australia Selatan. Yang saya bayangkan dulu, saya akan mengalaminya di Amerika (haha mimpi kali yee).

            Saya berangkat ke Australia Selatan ini dengan berbagai proses dan pertimbangan yang tidak mudah. Diawali ketidakikhlasan karena mempertimbangkan beban yang akan diemban sepulang dari sini, diiringi dengan keinginan mundur dari kepergian ini, tapi ternyata takdir berbicara lain. Saya akhirnya berangkat juga dengan 5 orang lainnya dari tempat kerja saya di Serpong. Kami ber-6 (Abdul Jalil, Eka Retnosari, Elly Haswani, Nurhayati, Tina Yulistania & saya si ungu) berangkat hari Jumat tanggal 29 Juli 2011 pukul 9 malam dari Jakarta dengan menggunakan pesawat Qantas QF 42, transit di Sydney hari Sabtu tanggal 30 Juli 2011 pukul 7 pagi, lalu transfer ke pesawat Qantas QF 739, Sydney - Adelaide, berangkat pukul 08.30, sampai di Adelaide pukul 10.30. Di bandara Adelaide, kami sudah dijemput oleh host masing2. Kami pun langsung berpencar.



            Saya dan Eka mendapat host yang beruntung, sebuah keluarga yang hangat. Sarah dan Jeremy, adalah orangtua yang baik. Keluarga Sarah terdiri dari 4 orang, Sarah adalah seorang kepala sekolah , suaminya bernama Jeremy adalah seorang Gardener, anak tertua bernama Elloise, 16 tahun, kelas 2 SMA di Sekolah khusus putri dan anak bungsunya bernama Zac, 9 tahun, kelas 4 SD. Suatu hari nanti saya akan menceritakan lebih detil tentang keluarga ini, semoga masih punya kesempatan.

Di hari Ahad, saya dan Eka sarapan pagi, dengan menu cereal dan susu kedelai. Terasa tidak mengenyangkan untuk perut orang Indonesia. Lalu, Eka main ke tempat saya (saya dan Eka diberi tempat yang berbeda oleh Sarah). Karena disitu ada dapur yang belum dijamah dan terasa sayang kalau tidak dimanfaatkan dengan baik, kami pun memutuskan untuk masak mie rebus. Sambil ngobrol ngalor ngidul dengan makan mie di dapur, kami khawatir juga Sarah akan lewat (karena tempat saya di depan rumahnya) dan melihat kami makan mie, padahal tadi kami sudah sarapan cereal. Saat itu tema pembicaraan kami adalah terkadang kita akan bertemu dengan hal-hal yang dikhawatirkan. Ternyata tidak lama kemudian Sarah benar2 lewat dan melihat kami makan. Dia pamit untuk menjemput Zac yang tadi malam menginap. Kami pun tertawa simpul sambil merasa bersalah karena merasa tidak kenyang dengan sarapan yang disajikan. Ternyata memang benar bahwa seringkali kita akan bertemu dengan hal-hal yang kita takutkan.

Di hari Senin (1 Ramadhan dan 1 Agt), hari pertama kami berpuasa di Negara orang. Setelah sahur dengan mie (again?), kami pun bersiap-siap untuk memulai aktivitas. Keluarga Sarah bangun pagi antara pukul 06.30 – 07.00. Sekolah dan aktivitas kantor dimulai sekitar pukul 08.45. Saya dan teman-teman lain mengikuti sesi pelatihan di hari pertama dari pukul 9 hingga pukul 5 sore.

Usai pelatihan, saya dan Eka pun pulang dengan menggunakan bis. Sampai di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul 18.20, padahal waktu magrib  adalah pukul 17.34.  Berarti sudah setengah jam lebih, seharusnya kami berbuka puasa. Sarah belum masak karena dia juga bekerja sampai sore, sementara kami tampak sangat kelaparan. Seharian tidak makan di tengah orang-orang yang tidak puasa, tentu bukan hal yang mudah. Jadi terbayang buka puasa di Indonesia dengan berbagai menu yang menggoda. Ah sudahlah tidak perlu membayangkan hal yang tidak ada.
Singkatnya, kami bernafsu mencari makanan untuk berbuka puasa, tapi yang ada hanya air dan buah kiwi. Jadi kami pun hanya berbuka dengan itu. Setelah itu, kami pamit untuk shalat magrib di tempat saya. Usai shalat, karena kelaparan, kami pun masak mie lagi. Kali ini kami memasak pop mie dan memakannya tidak di dapur, tapi di dalam kamar. Maksudnya dengan susulumputan (bersembunyi) makan di dalam kamar, tidak akan ketauan Sarah.  Untuk sementara waktu, kami bisa bernafas lega karena Sarah tidak berkunjung ke tempat saya, berarti aman.

Saat makan malam, Sarah memasak nasi goreng dengan variasi berbagai sayuran. Dengan didahului oleh menyantap kolak labu,  kami pun melahap nasi goreng dengan bersikap seolah-olah kami kelaparan dan belum makan apapun sebelumnya. Eka menambah porsi nasi gorengnya (padahal tadi sudah makan mie, hehe sori ka). Saya memutuskan tidak menambah, karena sudah merasa terbantu dengan perilaku Eka. Tiba-tiba tak disangka tak dinyana, Sarah bertanya “ did you eat noodles in your room?” (tadi di kamar makan mie ya?). Gubraaaaaaaag ternyata Sarah bisa menebak juga (kaget juga dengan pertanyaan dia, ko bisa tahu ya?). Eka sudah menggoyang-goyangkan kakinya karena malu ketauan, rasanya pengen kabur aja dari tempat itu saking malunya. Saya bingung juga mencari jawabannya. Kalau menjawab iya, malu banget karena ketauan gembul, kalau menjawab tidak, berarti bohong, akhirnya saya menjawab diplomatis, “orang Indonesia itu emang senang makan mie”. Haha benar-benar hari pertama Ramadhan memalukan.

Wassalam
Eva novita ungu
Adelaide, 1 Ramadhan 1432 H

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit