Saturday, November 24, 2012

Sosok Amien Rais di mata putri nya

Tak butuh waktu lama, bagi saya untuk melahap habis buku “Menapak Jejak Amien Rais, Persembahan seorang putri untuk ayah tercinta” yang berjumlah kurang lebih 300 halaman ini, hanya dalam waktu 3 hari. Banyak hal menarik di dalamnya yang belum diungkap penulis biografi Amien Rais lainnya. Hanum, penulis buku ini, yang merupakan putri kedua dari 5 orang putra-putrinya, menceritakan dengan sangat mengalir dan menyentuh hati.

Ada beberapa cerita yang sangat berkesan di hati saya tentang sosok Amien Rais di mata putrinya.

Cerita pertama, saat Hanum mengikuti lomba antar sekolah di Yogyakarta, lomba MTQ, tapi Hanum sebagai pembaca saritilawahnya. Saat itu Amien Rais masih menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah periode 1995-2000. Hanum tampil pukul 10 malam, dan dia berharap bapaknya dating. Sebelum dan ketika tampil, Hanum mencari sosok bapaknya tapi tak jua menemukannya, Hanum sudah pesimis bapaknya tidak akan menyaksikannya berlomba. Karena jika datang, panitia pasti sudah mempersilakan Amien Rais untuk duduk di deretan bangku depan sebagai penghormatan kepadanya. Esok harinya, barulah temannya berkomentar

“mbak Hanum pasti senang ya bapaknya datang tadi malam?“

Ternyata Amien Rais datang malam itu, tanpa diketahui anaknya. Sang ayah ini menyaksikan anaknya tampil, melihat dari kejauhan dan menolak saat panitia memintanya untuk duduk di depan. Setelah anaknya tampil, sang ayah pun pulang. Tanpa perlu mengabari anaknya, bahwa ia sudah datang.
Cerita tersebut adalah salah satu cerita yang saya suka dari buku ini. Ternyata pemimpin besar sangat memperhatikan kegiatan anaknya. Dan tanpa perlu menggembar gemborkan bahwa ia adalah sosok ayah yang perhatian. Bahkan anaknya saja mengetahuinya dari orang lain.

Cerita kedua, saat di depan rumahnya muncul seorang penjual sapu, Amien Rais menyuruh anaknya Hanum untuk membeli sapu itu dengan memberikan uang Rp 10.000. Nah, dengan “kreativitas” nya Hanum ini ingin memperlihatkan kemampuannya menawar dan berhasil mengembalikan uang Rp 6.500, dengan harga awal sapu Rp 7.000, Hanum berhasil menawar setengah harganya menjadi Rp 3.500 dan membanggakan kemampuannya di hadapan sang ayah. Tapi ternyata tanggapan ayahnya malah di luar dugaan, ayahnya sangat sangat marah, tidak pernah Hanum melihat ayahnya se marah itu. Ayahnya memberinya uang lagi Rp 10.000 dan menyuruh Hanum memberikan uang itu kepada penjual sapu tersebut. Tapi setelah dicari ke segala penjuru, tak jua didapatnya si penjual sapu tersebut. Hal ini membuat Hanum merasa bersalah dalam waktu yang lama. Perasaan ini “dibayar” dengan cara memilih naik kereta daripada pesawat saat perjalanan Jakarta-Jogjakarta, karena saat itulah Hanum bisa membeli makanan dari para pedagang asongan, tanpa harus menawar lagi.

Begitulah cara Amien Rais mendidik anak-anaknya mengasah kepekaan social.

Selain, itu sosok istri Amien Rais juga bukan sosok sembarangan. Saat Amien Rais menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Amerika, istrinya menjadi pendamping setia, sekaligus memanfaatkan waktunya dengan bekerja, dari hasil bekerja tersebut ternyata dapat membangun istana kecilnya di Yogyakarta, yang hingga sekarang mereka tempati.

Saat Hanum kecewa dengan hasil pemilihan presiden tahun 2004, dia menyampaikan keinginannya kepada orang tuanya untuk berhenti menuntaskan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa Co-Asst di FKG UGM. Tampak kekecewaan terpancar di wajah Amien Rais dan istrinya. Tapi mereka sangat menghormati keputusan anaknya dan tidak ingin memaksakan kehendak. Hingga akhirnya ibunya menyampaikan berita bahwa dia akan kuliah S1 jurusan Bahasa Inggris di sebuah sekolah tinggi di Yogyakarta, sebuah cita-cita terpendam, yang sejak dulu diinginkan tapi lebih memprioritaskan kepentingan anak dan suaminya. Beberapa tahun kemudian, ibunya lulus dengan hasil gemilang, ibunya lulus dengan IPK 3,8. Hal inilah yang membuat Hanum bersemangat kembali melanjutkan pendidikannya. Ibunya yang usianya 50 tahun saja masih bersemangat mengenyam pendidikan, duduk bersama orang-orang yang berusia jauh di bawahnya, mengapa dia yang usianya masih muda malah “menyerah” dengan kegagalan.

Sosok ibunda Amien Rais juga tidak kalah penting peranan nya, saat Amien dicalonkan presiden pada tahun 1999 (saat itu beliau sudah menjadi ketua MPR utk periode 1999-2004), beliau berkonsultasi kepada ibundanya dan pendapat ibunda nya lah yang beliau rujuk. Berikut adalah jawaban ibundanya, “Mien, tanggung jawabmu di MPR baru saja dimulai. Kamu telah disumpah menjadi ketua MPR untuk masa bakti 5 tahun. Jangan berbelok di tikungan. Itu tidak bagus. Aku tidak setuju.” Amien Rais pun menolak dicalonkan.

Benarlah bahwa di balik sosok besar, ada wanita hebat di belakangnya.

Wah, terlalu banyak cerita indah dalam buku tersebut, yang sangat menginspirasi saya dalam banyak hal.

Sebagai penutup, ada nasihat bagus yang ditularkan Amien Rais kepada anak-anaknya yang dikutip dari perkataan Roger federer , seorang petenis dunia yang mengatakan “Kalau kamu ingin sukses, sukses apa saja, kamu harus menyisihkan minimal 3 jam sehari untuk menekuni apa yang kamu sukai”.

Semoga bermanfaat …

Wassalam

Eva Novita
(buku "Menapak Jejak Amien Rais ini adalah hadiah ulang taun dari Hanum, putrinya utk sang ayah, yg  berusia 66 tahun pada April 2010 lalu)

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit