Saturday, November 24, 2012

MY GREAT FATHER, ABAHKU PAHLAWANKU


Selalu syukur dan bangga yang ingin terucapsaat aku mengenang sosok ini, sosok ayahku yang super sederhana ...

Ayahku yang dengan penuh tanggung jawab menafkahianak-anaknya hingga mengenyam pendidikan ...

Ayahku yang dengan gigih berjuang mendidikanak-anaknya menuju kebaikan ...

Sebelum menikah, ayahku adalah seorang pedagangsejati, berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, mulai dari Purwakartahingga Jawa Tengah dan Timur, pernah dilaluinya. Di awal tahun pernikahannya,menurut cerita ibuku, ayahku berjuang menjadi tukang kredit, menjual barang apasaja dengan cara dikreditkan. Tapi, ternyata usahanya bangkrut, modal takkunjung kembali, sementara barang habis. Apa ayahku menyerah? Tentu saja tidak,beliau berjuang kembali dengan menjadi tukang ojek di daerah Tanjung PriukJakarta, sementara ibuku tinggal di rumah ibunya, nenekku di Tangerang, hinggaaku lahir disana.



Beberapa tahun setelah aku lahir, orangtuaku hijrah ke Tasik, menjadi pedagang toko kue di pasar. Berkat kerja kerasorangtuaku, bisnis tersebut mulai berkembang pesat, hingga kami punya "istanakecil" di daerah Ciawi Tasikmalaya.

Saat kecil dulu, aku masih ingat. Ayahkumembelikan kami al-Quran besar, 5 buah untuk kelima anaknya. Diberi nama lahmasing-masing al-Quran tersebut untuk memudahkan kami mencarinya. Ada yangtetap utuh, saking jarang dibacanya (ayo ngaku siapa). Ada juga yang seringrobek karena sering dibaca. Tentang pendidikan shalat, ayahku terhitung kerasmendidik kami. Jika ketauan salah satu dari kami, anak-anaknya, tidak shalat,maka pukulan lah akibatnya.

Selain itu, Jangan tanya tentangpendidikan akhlaknya. Ayahku tak banyak mengajarkan, tapi justru langsungmencontohkannya. Tentang perilaku syukur dan sabar, ayahku juara nomor satudalam hal ini. Beberapa kali ditipu, pernah juga dicuri uangnya oleh seorangpembeli, ayahku tak pernah protes, selalu mengikhlaskan. Kesabarannya terlihatdari bertahannya beliau menjadi seorang pedagang di sebuah pasar selama kuranglebih 30 tahun. Kezuhudannya terlihat dari kesederhanaannya dalam menikmati danmemaknai hidup.
Bahkan, ada yang menyangka ayahku memiliki"ilmu sakti". Penyebabnya suatu kali ayahku pernah kehilangan motornya, dengancaranya sendiri, ternyata motor itu datang kembali, tanpa diketahui siapa yangmengembalikannya. Padahal beberapa orang yang kehilangan motornya sebelum itu,tak pernah ada yang kembali, raib entah kemana. Tapi ayahku tak pernahmengakuinya. Seperti biasa, yang ia perlihatkan hanyalah kerendahan hati,semuanya berasal dari Allah, ujarnya.

Ada rasa sesak dan haru saat mengenangkisah ayahku, menyaksikan perjuangannya mencari nafkah untuk kami,anak-anaknya, hingga kami ber-5 bisa kuliah, dari usaha yang dirintis ayahku (bersamaibuku tentu saja). Aku takkan pernah bisa melupakan jasa toko kami sampaikapanpun, karena dari situlah kami bisa mengenyam pendidikan tinggi, walaupunayahku hanya lulusan SD (SR), tapi beliau berjuang keras agar anak-anaknyamenjadi sarjana.

Saat ramadhan, adalah saat-saat palingsibuk ayahku (plus ibuku)  di pasar. Saatitulah aku menyaksikan kerja kerasnya mereka, tangan-tangan mereka tak pernahberhenti bergerak, mata mereka jarang sekali terpejam, tubuh mereka yangsemakin renta tak pernah bosan berkhidmat pada kami, anak-anaknya.

Saat di pasar adalah saat aku banyakbelajar bisnis dari pelakunya langsung yaitu ayahku. Cara nya melayani konsumenadalah saat aku merasa kagum dengan ayahku. Bagaimana ayahku memberikanpelayanan yang sama kepada semua pembeli, bahkan kepada seorang anak kecil yanghanya belanja Rp 500, ayahku tetap memberikan senyum terbaiknya sebagai bentukpelayanan prima nya.

Hingga saat ini ayahku tetaplah seorang pedagang,tanpa asisten,, tanpa karyawan, kecuali sang isteri yang 24 jam setiamendampinginya. Ayahku tetaplah sosok pekerja keras, yang hingga usia tuanyatetap tidak ingin berhenti berdagang, semakin menunjukkan rasa tanggungjawabnya sebagai sosok ayah. Sudah berkali-kali ibuku memintanya berhentiberdagang, menyuruhnya menjual tokonya, tapi ayahku tetap menolaknya. Beliautetap ingin menjadi sosok ayah yang bertanggung jawab menafkahi isteri dananaknya, meskipun anaknya sudah tidak membutuhkannya, karena sudah mandirisemua.

Setiap menjelang lebaran, aku selalumenyaksikan ayahku tanpa kenal lelah, berdagang di pasar. Tangannya seperti memilikikekuatan lebih untuk melayani setiap pembeli yang mendatanginya. Setiap hari,ayahku membereskan dagangannya pagi-pagi, lalu di sore hari, ayahkumembereskannya lagi, sendirian, tanpa kenal bosan dan lelah, mengerjakanpekerjaan yang sama berpuluh-puluh tahun, kurang lebih sekitar 30 tahun sudahayahku melakukannya. Jika kemalasan melanda, mengingat abahku yang bekerjakeras setiap hari, rasanya cukup kembali membuatku bersemangat.

Saat ini, tahun ini, ayahku genap berusia 67tahun. Semoga masih banyak waktu untuk kebersamaan kita. Semoga aku masih punyakesempatan menyaksikanmu menjadi waliku pada hari bersejarahku.

Wilujeng tepang taun, ABAH ... mugia panjangyuswa na ...

Salam hormat
Anak bungsumu,
eva novita

dg ortuku tercinta

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit