Friday, November 23, 2012

MUSEUM LOUVRE PARIS DAN JEJAK ISLAM DI EROPA (Benarkah Napoleon Bonaparte seorang muslim?)


Bagi yang tertarik dengan peninggalan-peninggalan sejarah, pasti tak asing lagi dengan Museum Louvre yang berada di kota Paris. Alhamdulillah beruntung sekali kami sempat menginjakkan kaki di museum ini, walaupun tak semua sudut tempat ini berhasil dikunjungi, karena begitu banyak tempat yang menarik untuk dikunjungi di Paris sementara waktu yang dijadwalkan di Paris hanya satu setengah hari dari 9 hari yang tersedia. Jadi kami pun memutuskan untuk mampir ke beberapa tempat, tidak lama di satu tempat. Apalagi saat kami datang ke Paris di hari Minggu tanggal 1 Juli 2012, itu bertepatan dengan final Piala Dunia antara Spanyol lawan Italia. Sehingga Paris yang saat itu sangat padat berjubel dengan para penggila bola, sebenarnya tidak nyaman untuk dikunjungi wisatawan seperti kami, apalagi diantara kami berenam, tak ada satupun yang menyukai sepak bola. Tapi tak ada pilihan selain tetap menikmati suasana ini, karena kami tak tahu kapan lagi bisa mengunjungi Paris. Oke, kembali ke laptop, mari kita sejenak mengintip sejarah Louvre.



Louvre pada awalnya dirancang oleh seorang pria Perancis bernama Philip Augustus II pada abad ke-12. Pada awalnya, museum dengan koleksi terlengkap di dunia ini dibuat sebagai benteng pertahanan. Benteng ini lantas diperluas sedikit demi sedikit hingga menjadi istana tempat bersemayam raja-raja Perancis. Pada tahun 1682, Louis XIV memutuskan pindah ke Istana Versailles sebagai tempat kediamannya sehingga Louvre berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan berbagai koleksi kerajaan. Selama Revolusi Prancis, Louvre diubah menjadi museum untuk menyimpan berbagai benda berharga.

Louvre terdiri dari beberapa bangunan unik dan indah. Yang menarik adalah tepat di tengah pelataran museum ini, ada bangunan piramida gelas modern yang sepertinya terisnpirasi dari piramida Giza di Mesir yang lebih dulu dibangun pada tahun 4000 SM. Piramida gelas ini menjadi pusat energy di kompleks museum ini. Seluruh bangunan raksasa yang mengelilinginya seperti tunduk menghadap piramida ini. Piramida ini juga merupakan pintu masuk utama museum ini. Saat kami masuk area sekitar museum ini, pemandangan yang sempat terlihat di museum ini sungguh sangat indah, artistic dan tentu saja sangat tepat untuk dinikmati dengan berfoto ria. Kapan lagi bisa narsis-narsisan.

Luas area museum ini adalah 60.600 meter persegi. Saat ini, terdapat hampir 35.000 objek dari tahun 6000 SM hingga abad ke-19. Sejak tahun 2008, koleksi museum dibagi menjadi 8 kelompok besar: Egyptian Antiquities; Near Eastern Antiquities; Greek, Etruscan, and Roman Antiquities; Islamic Art; Sculpture; Decorative Arts; Paintings; Prints and Drawings.

Menurut Hanum Salsabila Rais dalam bukunya “99 Cahaya di Langit Eropa”, di Departemen Lukisan atau Paintings Department, selain terdapat lukisan Mona Lisa yang ternyata tak sebesar yang dibayangkan, ada juga lukisan yang lebih menarik yaitu lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus yang ternyata memakai jilbab dan di dalamnya ada tulisan Pseudo-Kufic yang biasanya dibuat oleh pelukis non muslim yang mencoba meniru inskripsi Arab. Setelah diteliti oleh peneliti Arab World Institute, ternyata tulisannya adalah “Laa Ilaaha Illallah”. Saat itu, secara masif beberapa tulisan Arab menghiasi berbagai busana hingga kerudung yang dipakai perempuan-perempuan bangsa Eropa. Dan mungkin kebetulan lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus menjadi “hype” bagi para pelukis saat itu. Jadi adanya tulisan Arab dalam lukisan Bunda Maria bisa jadi hanyalah kebetulan belaka.

Di bagian lain, masih menurut Hanum, ada koleksi alat makan kuno berupa sebuah piring yang dihiasi tulisan Kufic, seni kaligrafi Arab kuno. Tulisan ini berbunyi “al-almu murrun syadidun fil bidayah wa ahla minal ‘asali fin-nihayah”, artinya adalah “Ilmu Pengetahuan itu pahit pada awalnya tetapi manis melebihi madu pada akhirnya”. Piring ini adalah hadiah untuk seseorang dari Khurasan Iran tahun 1100. Dalam piring ini, ada titik hitam yang menjadi pusat lingkaran sempurna yang menyerupai symbol “yin” dan “yang”. Ternyata piring ini tak sekedar piring, tapi mengandung pesan tersembunyi bahwa ilmu dan agama harus membentuk keseimbangan yang tak bisa dibentur-benturkan. Baik agama dan ilmu pengetahuan, harus membuka diri satu sama lain. Kalau tidak, keseimbangan itu akan runtuh. Kekuatan yin dan yang harus saling melengkapi, tidak boleh saling mengingkari.

Ternyata, Louvre bukan hanya melulu tentang Mona Lisa, tapi banyak juga peninggalan Islam yang menjadi bukti bahwa Islam pernah berjaya di bumi Eropa. Bahkan (masih dalam buku Hanum), Napoleon Bonaparte sang Penakluk Eropa diindikasikan sebagai seorang muslim terutama sekembalinya ia dari ekspedisinya menaklukkan Mesir, yang menurut sebuah surat kabar saat itu, kehidupan Napoleon menjadi begitu religius. Diantaranya dia begitu kagum pada al-Qur’an dan Nabi Muhammad, juga ada system hukum yang dibuatnya dan lebih dikenal dengan “Napoleon Code” yang jika dicermati, pasal-pasalnya senapas dengan syariah Islam.

Menurut Marion, peneliti World Arab Institute yang menemani perjalanan Hanum di Eropa, Ia memiliki maksud tersembunyi saat membangun Axe Historique yang memiliki sebutan lain Voie Triomphale atau bermakna ‘Jalan Kemenangan’. Jika kita tarik garis lurus Axe Historique ke timur, terus keluar kota Paris dan terus menembus benua lain, ternyata bisa menembus Mekkah. Tepatnya Negara pertama di timur tenggara Paris adalah Swiss, di bawahnya adalah Italia, kemudian Yunani. Menyeberangi Laut Mediterania, ada Mesir, lalu Arab Saudi dan Mekkah. Dan itulah jalan kemenangan yang dimaksud yaitu Mekkah, Kiblatnya orang Islam.

Fakta lainnya adalah Francois Menou, Jenderal kepercayaan Napoleon, bersyahadat setelah kembali dari Mesir. Fakta inilah yang kemudian memunculkan asumsi bahwa Napoleon Bonaparte adalah seorang muslim karena pengaruh seorang “tangan kanan” tentu tidaklah kecil karena dialah yang memberi nasehat untuk atasannya, termasuk dalam urusan pribadi. Tapi jika asumsi bahwa Napoleon adalah seorang muslim dipublikasikan, mungkin akan mengurangi “kebesaran” namanya dan mungkin juga memupuskan kebanggaan warga Perancis pada bangsanya. Kalaupun Napoleon memang memeluk Islam, fakta ini takkan diungkapkan demi kepentingan nasional yang lebih besar. Begitulah yang diungkapkan Hanum dalam bukunya.
Wallahu A’lam bishshowwab

Wassalam
Rabu, 14 November 2012
Terima kasih Rab atas segalanya

1 comment:

Postingan Favorit