Saturday, November 24, 2012

BAHKAN WUDHU PUN DIOMELIN


BAHKAN WUDHU PUN DIOMELIN
(Kenangan di sebuah rest area di Belgia)

Seringkali, kita baru merasakan indahnya sesuatu itu setelah kita kehilangan dan merasakan suasana yang sama sekali berbeda. Saat kondisi normal, biasanya kita kurang sadar dan kurang menghayati suatu kondisi atau kebersamaan bersama seseorang yang kita sayang sampai kita disadarkan saat mengalami kondisi yang sama sekali berbeda dan tidak mengenakkan. 

Berwudhu. Kata itu biasanya dimaknai secara biasa-biasa saja. Sebuah rutinitas harian sebelum shalat, sarana penyegaran jasmani dan media permohonan pembersihan anggota tubuh dari segala aktivitas sia-sia. Di sini, di bumi Indonesia, dengan jumlah muslim terbanyak dan air yang berlimpah, kita bisa berwudhu sepuas-puasnya, kapanpun dan dimanapun, dengan sangat nyaman. Tapi di tempat lain? Ternyata tak seindah yang dibayangkan.



Pengalaman itu pun menyadarkan semuanya, pengalaman di sebuah perjalanan di kawasan Eropa. Perjalanan dari Paris menuju Rotterdam yang memakan waktu kurang lebih 6 jam. Disana, ada aturan bahwa setiap 2 jam sekali, sebuah mobil harus dan wajib berhenti. Jika itu mobil umum, ada alarm yang berbunyi jika para supir tidak mematuhi aturan ini. Jadi, kami pun berhenti di sebuah rest area di kawasan Belgia. Di rest area tersebut, tempat favorit nya pastilah toilet. Toilet yang bertarif 50 sen Euro alias 6.000 rupiah, toilet kering yang membuat bingung karena tak ada tempat untuk berwudhu. Akhirnya pada wastafel lah kami putuskan untuk berwudhu. Kepadanyalah anggota tubuh itu dibasuh, merasakan segarnya air setelah berlelah-lelah di perjalanan via jalan tol.

Saat teman saya menaikkan kakinya ke wastafel, bencana itu pun datang. Si penjaga toilet yang berkebangsaan Belanda sepertinya, naik pitam. Dia menunjuk-nunjuk kaki teman saya, lalu ke wastafel, ke lantai yang penuh air (ga penuh sich sebenarnya, tapi untuk ukuran toilet kering, pas dilihat, memang sangat tidak memenuhi standar, ternyata lantainya emang basah sodara-sodara hehe). Dia marah-marah pake bahasa Belanda. Kurang lebih seperti ini lah kalau diterjemahkan, “Ente ini gimana sich, ini tuh toilet kering, ga boleh naik-naikin kaki ke wastafel, tuh lihat lantainya jadi basah, kan saya jadi harus bersihin lantainya”. Kita terbengong-bengong aja ngeliatin dia, ga ngerti bahasanya tapi ngerti maksudnya. Dan dia langsung mengusir kami, saya ingat banget bahasanya itu adalah KAM seperti COME nya orang Inggris.

Akhirnya kami pun keluar dengan tertawa terbahak-bahak. Dengan tadi bertampang wajah sok culun, si penjaga toilet pun curhat sama guide kami yang ngerti bahasa Belanda. Bener kan intinya dia marah melihat kami wudhu. Bodo amat ah, cuma sekali ini ketemu dia. Itu kan tugas dia buat bersihin lantai, ngapain juga bayar mahal-mahal kalo ngga bikin dia kerja hehe.

Wassalam
Eva Novita Ungu
--saat sadar bahwa wudhu pun ternyata kenikmatan yang mahal--
Memory 1 Juli 2012

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit