Saya mengenal sosoknya sudah hampir 20 tahun. Dia
adalah teman satu organisasi saat kuliah dulu di era tahun 1990 an. Kami tidak
kuliah di jurusan yang sama, tapi kedekatan kami dalam organisasi melebihi
kedekatan teman satu jurusan kuliah saya. Usai wisuda, kami berjauhan. Sibuk
dengan kegiatan masing-masing. Saya sibuk dengan aktivitas mengajar saya,
sementara dia sibuk dengan kehidupan rumah tangganya.
Hingga kabar duka itu datang. Suaminya meninggal dalam
sebuah peristiwa kecelakaan motor. Meninggal dua orang anak, satu putra dan
satu putri yang masih kecil, sahabat saya ini menata satu persatu hidupnya
pasca kematian suaminya.
Saya pernah silaturahmi ke rumahnya di Rangkas Bitung
sebelum saya menikah. Senang sekali masih dapat bertemu dengannya, belajar
sebuah ketegaran dan keikhlasan darinya. Saya pun curhat dengan masalah saya
(saat itu) yang selalu gagal berkali kali dalam proses taaruf menuju
pernikahan.
Bertahun tahun kemudian, saya pun menikah. Dan setelah
saya menikah, minggu kemarin saya pun kembali bersilaturahmi ke rumahnya,
bersama suami dan anak saya. Sahabat saya ini tetap menunjukkan kekuatan dan
ketegarannya menjalani hidup. Tetap memutuskan menjadi single parent tentu tak
mudah, tapi pertolongan Allah selalu hadir dalam kehidupannya. Bertemu tetangga
yang baik hati, anak-anaknya yang baik dan shalih shalihah, membuatnya tetap
bersemangat menjalani hidup, tanpa keluhan.
Saya pernah mengalami beberapa peristiwa kehilangan,
kehilangan kesempatan untuk menikah dengan seseorang (yang memang bukan jodoh
saya), kehilangan peluang beasiswa ke luar negeri, kehilangan dompet dan lain
lain, tapi melihat sosoknya, saya belajar banyak bahwa peristiwa kehilangan tak
harus membuat kita kehilangan semangat melanjutkan hidup. Akan banyak hikmah
dan makna yang dalam, andai kita merenungi segala hal yang kita alami. Terima kasih
sahabatku yang mengajariku banyak hal, semoga keberkahan hidup selalu
mengiringi kehidupanmu.
No comments:
Post a Comment