Mengobrol dengan siswa yang berusia remaja, ternyata
sangat menyenangkan. Sejak saya mengajar di MAN yang berasrama, sesi ngobrol
dengan siswa ini selalu membuat saya bergairah dan banyak memberikan
pencerahan. Saya banyak belajar dari problem yang mereka hadapi, kadang malah
mereka yang sebenarnya adalah guru kehidupan saya, bukan saya yang mengajari
mereka.
Seperti saat si cerdas ini curhat tentang masalahnya,
sebut saja namanya Ara. Ara ini adalah sosok siswa yang cerdas dan aktif,
beberapa kali ikut kompetisi matematika dan lomba paduan suara. Sejak kelas
satu dan dua, akademis tak pernah menjadi masalah berarti baginya. Beberapa temannya
remedial di pelajaran Mafikibi, dia jarang sekali ikut remedial. Walaupun sibuk
di organisasi, tak membuat akademisnya menjadi tertatih tatih. Tapi saat
menginjak kelas 3, terutama di semester dua, kondisinya berubah total. Ia menjadi
malas belajar, bahkan mempertanyakan filosofi belajar, untuk apa belajar ini
dan itu. Sudah berbagai cara dilakukannya untuk mengatasi masalahnya ini, dari
mulai membaca novel, ngobrol sama teman, tidur, dan lain lain, tapi semuanya
tak sanggup menghilangkan kejenuhannya dalam belajar.
Dia heran, mengapa saat sibuk di kelas satu dan dua,
belajar itu menjadi menyenangkan, bukan suatu beban, padahal waktu sangat
tersita habis di organisasi, tapi ternyata akademisnya baik baik saja. Sebaliknya
saat di kelas 3, saat lepas organisasi dan waktu bisa terfokus pada akademis
saja, ternyata ia malah malas belajar dan beberapa pelajaran malah remedial. Saya
hanya bisa menjawab bahwa dia sesungguhnya adalah type orang yang butuh banyak
aktualisasi diri. Banyak potensi dirinya yang harus diekspolarasi, sehingga
jika hanya akademis nya saja yang dikembangkan, jiwanya akan berontak meminta
kesibukan lain. Otak dan pikirannya menagih tantangan untuk diasah.
Saya tak menawarkan solusi. Ngobrol dengan siswa
cerdas, tak perlu banyak ceramah. Cukup dengan diskusi dan memancing ide ide
dia, sesungguhnya ia sendiri sudah punya banyak cadangan solusi. Saya kembali
belajar dari dia bahwa keseimbangan dalam hidup itu sangat penting, tidak satu
sisi saja yang diprioritaskan, tapi harus mencakup seluruh aspek, baik sisi
intelektual, emosional maupun spiritual.
No comments:
Post a Comment