Monday, October 9, 2023

KISAH ANAK ANAK PALESTINA

 

Saat saya berada di Palestia di bulan September 2023 kemarin, banyak teman menanyakan kepada saya, tentang kondisi anak anak di Palestina. Bagaimana kabar mereka, pertumbuhan dan perkembangan psikologis mereka, aman kah, dan lain-lain, sampai mereka meminta saya menuliskan secara khusus tentang kisah anak anak Palestina ini.

Foto diatas adalah foto bersama remaja Palestina yang sangat ramah dan cantik. Saya sedikit bertanya tentang aktivitas mereka. Jika tidak dalam kondisi perang, katanya mereka normal belajar di Madrasah, lalu ada halaqah Quran di masjid Aqsho setelah shalat maghrib, dan beraktivitas seperti biasa.

Saat tulisan ini dibuat pada tanggal 9 Oktober 2023, ternyata kondisi Palestina sedang tidak baik baik saja. Pejuang Palestina di Jalur Gaza berhasil menembus batas blokade Israel yang membuat mereka tidak bisa melewati batas itu selama 17 tahun. Bayangkan 17 tahun mereka dikepung, tanah mereka tiba-tiba dirampas dan dicuri oleh penjajah Israel, dan mereka sebagai tuan rumah, tidak bisa beraktivitas secara bebas.

Pada hari Sabtu tanggal 7 Oktober, akhirnya pejuang Palestina melancarkan serangan yang disebut dengan "at Taufan al Aqsha atau Operation al Aqsha Flood atau Badai Aqsho dengan pembukaan serangan selama 20 menit berupa serangan roket. Hanya berselang seminggu dari kedatangan kami yang baik baik saja, ternyata sekarang kondisi sedang perang serius disana.

Foto dibawah ini diambil saat kami disana bulan September 2023, dan anak anak sedang bermain dengan ceria di sore hari. Kami senang sekali melihat mereka bermain, dan berkali kali mengabadikan momen indah itu.


Foto dibawah ini juga saya ambil saat berjalan menuju masjid aqsho dan para anak lelaki ini sedang mengisi waktu luangnya dengan bermain bersama, menggambar dan bercengkerama bersama. Saat itu, mereka terlihat menikmati sekali waktu bermain bersama teman-temannya.


Foto dibawah ini juga saya ambil, saat teman satu rombongan membagikan coklat pada anak anak Palestina ini. Mereka berebut mengambilnya, senang sekali khas anak anak. Berbeda saat hari sebelumnya kami membagikan kurma, mereka tidak terlalu tertarik, mungkin sudah bosan dengan kurma.


Foto dibawah ini adalah gambar dari salah satu anak Palestina yang dia berikan kepada saya, "Untukmu" katanya, ah saya terharu sekali dan masih menyimpan gambar ini baik baik sebagai kenangan.  Entah ada makna apa dari gambar tersebut, mungkin mereka ingin bermain balon secara bebas tanpa ada tekanan dan ketakutan...



Dan foto terakhir ini saya ambil saat saya melihat anak yang menggemaskan, kaya boneka. Orangtua nya ramah dan mempersilakan saat saya bilang ingin berfoto bersama mereka.



Itu adalah foto foto yang diambil saat kondisi Palestina dalam kondisi damai dan baik-baik saja. Tapi sekarang kondisi Gaza dan Palestina, sedang dalam kondisi berperang dan banyak korban berjatuhan, baik dari pihak Palestina maupun dari pihak Israel.

Lalu bagaimana dampak perang terhadap kondisi psikis anak anak Palestina ini?

Ada cerita yang dilansir dari bbc.com tentang seorang bernama Ola Abu Hasaballah, perempuan berusia 34 tahun yang saat kecilnya mengalami kondisi perang yang membuat nya sangat terguncang. Ia bercerita, suatu hari ketika tengah bermain diluar rumah dengan kakak dan adiknya, Israel membom kawasan tempat tinggalnya. Peristiwa tersebut membuat psikisnya terguncang, begitupun kakak dan adiknya. Kadana kakaknya jadi suka memukul yang bisa jadi merupakan efek dari ketakutan dan mekanisme menyelamatkan diri. Namun selama pengeboman itu, baik Ola maupun kakak adiknya tak pernah mendapatkan konseling kejiwaan. Hal inilah yang membuatnya memilih menjadi psikolog anak. Ola mendapatkan gelar S2 dalam bidang kejiwaan dan bekerja sebagai psikolog dan pendidikan anak di Dewan Pengungsi Norwegia. Dalam 13 tahun teakhir ia membantu anak-anak yang terdampak perang di Gaza.

Kini ia sudah mempunyai seorang putra yang tinggal di Gaza. Ia berharap anaknya yang berusia 3 tahun takkan mengalami pemboman dan penghancuran yang ia saksikan sendiri. Ia mengatakan anak-anak yang kehilangan orang tua, kakak atau adik atau rumah mereka, akan mengalami gangguan stress pasca trauma. Gejalanya adalah tak bisa tidur, mimpi buruk, merasa bersalah, merasa terkucilkan, tak punya harapan, marah dan pikiran negatif tentang masa depan.

Salah satu bagian konseling yang dilakukannya adalah meminta anak-anak itu menggambar. Dan ternyata hampir semua anak, menggambar rumah mereka.  Rumah adalah simbol dari tempat yang membuat mereka aman dan nyaman. Tapi hancurnya rumah mereka merupakan sesuatu yang sering terjadi saat konflik. Banyak gedung di Gaza, termasuk rumah sakit, hancur akibat serangan udara Israel. Hal ini membuat anak anak merasa bahwa kehilangan rumah adalah berarti hilangnya mainan, buku dan pakaian yang merpakan barang yang memberikan kenyamanan buat mereka. Tapi menurut Ola, anak-anak memiliki mekanisme bertahan sendiri.
                                                                                                                                                                     Semoga Allah memberi kekuatan  pada para pejuang Palestina, dan anak-anaknya, untuk bisa berjuang melawan penjajah Israel dan bisa mempertahanan Asho agar tetap bisa menjadi tujuan Ziarah umat Islam seluruh dunia. Aamiin ya Rabb                                                                                                                                                                                      
Semoga bermanfaat
Serpong, 09.1023.17.40
Wassalam
Eva Novita Ungu



No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit