Friday, March 17, 2023

Perbedaan makna aamanuu (آمنوا) dan al-muminuun (المؤمنون)

 Mungkin sebagian diantara kita ada yang bertanya, mengapa Allâh Swt kadang membuka ayat al-Qur’an dengan menggunakan kalimat ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ) dan tidak menggunakan kalimat (يا أيها المؤمنون)? Padahal dua kalimat ini sepintas memiliki terjemah makna yang sama dalam bahasa Indonesia, yaitu wahai orang-orang beriman. Tentu hal ini bukanlah suatu hal yang kebetulan dan tanpa ada alasannya.


Sesungguhnya ini menunjukkan bukti kemujizatan bahasa al-Qur’an dalam menerapkan diksi dan kosakata, sekaligus menjadi bukti yang menegaskan bahwa al-Qur’an bukanlah hasil rekayasa Nabi Muhammad Saw. Pengunaan setiap kata, frase dan kalimat dalam al-Qur’an ini sangat detil dan tepat karena sesuai konteks dan mengandung makna yang sangat mendalam. Mari kita buktikan …






Kata amanu (آمَنُوْا) merupakan kata kerja lampau berbentuk plural (jamak), bermakna orang- orang yang telah beriman. Bentuk singular (tunggal) kata ini ialah aamana (آمَنَ) yang berasal dari kata amina (أَمِنَ), berarti aman. Sangat menarik mengikuti proses derivasi kata amina hingga menjadi aamanuu. Kata amina (أَمِنَ) mengalami penambahan hamzah (أ) di awal kata sehingga menjadi a’mana (أَأْمَنَ). Selanjutnya, hamzah kedua pada kata a’mana (أَأْمَنَ) berubah menjadi mad (~) guna meringankan bacaan hingga terlahir kata aamana (آمَنَ), dan dipluralkan menjadi aamanuu (آمَنُوْا).

Fungsi penambahan hamzah pada kata ( أمن ) ialah untuk menghasilkan makna baru yang berkaitan dengan makna asal. Makna baru yang dimaksud dalam kalimat aamana ( آمن ) ialah "orang yang memiliki iman". Sedangkan hubungannya dengan makna asal, terangkai dalam kalimat berikut: "orang yang memiliki iman merupakan orang yang aman". Dalam konteks ini, ketika Allâh Swt berfirman dalam al-Qur’an: Yâ ayyuhalladzîna âmanû (يا أيها الذين آمنوا), seolah-olah Allâh hendak menyampaikan bahwa: "Duhai orang-orang yang beriman kepada-Ku yang dengan iman itu kalian akan merasa aman dari kegelisahan dunia dan keresahan akhirat". Makna ini juga seolah menyiratkan pesan bahwa di antara ciri orang beriman ialah kondisi hatinya yang selalu aman, tentram dan jauh dari kegelisahan.

Kata aamanuu terulang sebanyak 258 kali dalam al-Qur'an, dan bentuk tungggalnya aamana terulang sebanyak 33 kali. Sedangkan kata al-mu’minuuna terulang sebanyak 35 kali dan kata al-mu’miniina terulang sebanyak 144 kali. Berikut adalah sedikit contoh dari ayat yang menggunakan kata aamanuu dan al-mu’minuuna.


(1)   Contoh ayat al-Qur’an yang menggunakan kata (آمنوا)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS al-Baqarah: 183)

Menurut Jalaludin as suyuthi, di dalam kitabnya al-Itqan, penggunaan lafaz fi’il (kata kerja) didalam Al Qur’an menunjukkan arti tajaddud (munculnya sesuatu yang baru) dan huduts (temporal atau perbuatan itu hanya sementara saja, tidak tetap).

Kata aamanuu merupakan kata kerja yang mengandung makna: orang-orang yang telah beriman. Dalam kaidah bahasa arab, setiap sifat dan keterangan yang diungkapkan dengan kata kerja menunjukan bahwa sifat dan keterangan tersebut tidaklah konstan, melainkan senantiasa mengalami fluktuasi. Terkadang menguat, adakalanya juga melemah. Dalam konteks ini, kepemilikan iman yang diwakili oleh kata kerja menyiratkan bahwa iman yang dimiliki terkadang dapat menguat dan melemah. Menguat ketika ia ditopang dengan amal baik, dan melemah ketika dikoyak oleh maksiat. Inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw bahwa iman itu terkadang menguat, adakalanya juga melemah. Menguat dengan (meningkatkan) ketaatan dan melemah karena (mengerjakan) maksiat.

Karena itu, kita sering dapati bahwa kalimat ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ) dalam al-Qur’an selalu diiringi dengan amal shaleh yang didisain Ilahi untuk menguatkan iman hamba-Nya. Amal shaleh ini dapat berwujud puasa, shalat, saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, menegakkan hukum, memenuhi janji dan kontrak , dan lain-lain. Dalam ayat puasa diatas misalnya, Allah Swt seolah ingin menyiratkan bahwa : “bagi setiap insan beriman yang berkeinginan untuk menguatkan sinyal imannya, maka training Ramadhan merupakan media yang amat efektif untuk ditempuh”.

Kata “aamanu” menunjukkan pada mereka yang sedang berupaya menyempurnakan imannya, dan bukan hanya mereka yang sudah sempurna keimanannya. Kata (آمنوا) juga mengandung arti seluruh orang yang beriman baik yang kuat imannya, yang sedang imannya maupun yang lemah keimanannya. Jadi dalam ayat tersebut, Allah memanggil orang yang beriman agar menyempurnakan keimanannya dengan media puasa.

(2)   Contoh ayat al-Qur’an yang menggunakan kata (المؤمنون)

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS al-Muminun: 1-6)

Menurut Jalaludin as Suyuthi didalam kitab Al Itqan nya, penggunaan ism (kata benda) dalam al-Qur’an adalah menunjukkan arti tsubut (tetap) dan istimrar (berkelangsungan) dalam sebuah keadaan. Lafaz ini mempunyai makna dan tempat sendiri yang tidak dapat diganti atau ditukar dengan yang lainnya untuk menghadirkan makna yang sama.

Kata al-mu’minuuna yang artinya “orang-orang beriman” termasuk dalam ranah isim atau kata benda. Sehingga, kata al-mu’minuuna bermakna orang yang memiliki stabilitas iman. Dalam ayat diatas, garansi kebahagiaan yang diraih oleh al-Mukminûn ini diungkapkan dengan kata aflaha. Kata ini sejatinya berasal dari kata kerja falaha  yang berarti mengolah, memproses, sehingga dapat menuai hasil. Seorang petani dalam bahasa Arab dinamai fallâh, karena ia harus memproses lahan taninya dengan mengolah tanah, menanam bibit unggul, memupuk, menjaga dari hewan perusak dan pemangsa tanaman, hingga dapat memanen jerih payahnya.

Begitu pula dengan al-Mukminûn. Sang Pencipta seolah hendak menyampaikan bahwa kebahagian yang diraih oleh al-Mukminûn membutuhkan proses dan perjuangan yang tidak ringan seperti proses dan perjuangan yang ditempuh seorang petani. Bibit iman yang telah dimiliki haruslah diolah dengan terus meningkatkan kebaikan, dipupuk dengan semangat, dan dijaga dari segala tipu daya nafsu dan bisikan durjana setan, sehingga dapat memanen kebahagian yang didambakan. Di antara kebaikan yang harus ditempuh oleh muslim yang ingin meraih derajat al-Mukminûn ialah khusyu’ dalam shalat (ayat 2), menghindarkan diri dari senda gurau yang tidak bermakna (ayat 3), gemar berzakat (ayat 4), menjaga syahwat (ayat 5), menunaikan amanah, dan menjaga waktu shalat. Adapun kebahagiaan yang telah disediakan Allâh bagi al-Mukminûn ialah menjadi penghuni abadi surga firdaus .

Dalam surat Al-Mu’minun ayat 1 di atas, kata (المؤمنون) al-Mu’minun yang berarti orang-orang beriman diikuti isim (kata-kata benda) di ayat-ayat berikutnya, bisa juga berarti memiliki ciri tidak perlu diperintah lagi untuk mengerjakan amal shaleh, dan tidak membutuhkan larangan untuk meninggalkan kemaksiatan.  Seorang yang mu’min akan mematuhi segala perintah dan meninggalkan segala larangan dengan otomatis tanpa keterpaksaan atau sami’na waatho’na (kami dengar dan kami taat). Karena seorang mu'minun adalah seorang yang memiliki kualitas keimanan yang sempurna.

(3)   Contoh ayat al-Qur’an yang menggunakan kata (آمنوا) dan (المؤمنون) secara bersamaan

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”.
(QS al-Hujurat ayat 15)

Kata al mukminun (orang-orang yang beriman) pada ayat diatas menggunakan isim dan diikuti kata aamanuu yang berbentuk fi’il, menunjukkan bahwa keimanan adalah sesuatu yang harus selalu ada dan sifatnya tetap selama keadaan masih menghendakinya, sebagaimana halnya ketakwaan dan kesabaran. Jadi, maksud penggunaan isim al Mukminun pada ayat ini menegaskan bahwa orang yang beriman adalah orang yang imannya tetap ada di hati dan tidak pernah hilang atau kadang ada kadang tidak. Iman itu akan selalu ada di hatinya, tidak pernah goyah dan selalu menemaninya dalam setiap aktifitas. Hingga di akhir ayat diberi predikat الصَّادِقُونَ atau orang-orang yang benar, yang juga merupakan kata benda (isim) yang bermakna stabil.

Kesimpulannya, diperjelas dan diperkuat oleh Quraisy Shihab dalam Tafsir al-Mishbah nya. Menurut beliau, kata ”yang beriman”  (آمنوا) dan “yang mu’min” (المؤمنون) berbeda dari sisi kedalaman maknanya. Beliau menganalogikan dengan membedakan antara “yang menyanyi” dan “penyanyi”. Yang menyanyi adalah orang yang hanya mendendangkan lagu sekali atau dua kali, bahkan bisa saja tidak di depan umum, sementara penyanyi adalah orang yang telah berulang-ulang menyanyi, bahkan telah menjadi profesi yang diyakininya. Begitupula dengan kata ”yang beriman”  (آمنوا) dan “yang mu’min” (المؤمنون). Jadi, kata “yang mu’min” (المؤمنون) memiliki makna yang lebih dalam dibanding kata ”yang beriman”  (آمنوا).


Wallahu ‘alam bish showwab

Semoga bermanfaat


Wassalam
Eva  Novita Ungu

Sumber Gambar : https://hayatipart2.wordpress.com/

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit