Saturday, July 15, 2017

Resensi Novel Pulang : Hakekat Pulang adalah Kembali pada Sang Maha Menciptakan



Judul Buku           : Pulang
Penulis                  : Tere Liye
Penerbit                 : Republika, Jakarta
Tahun Terbit          : 2015, cetakan VIII
Jumlah Halaman    : 400

Beberapa hari yang lalu saat saya silaturahmi lebaran ke rumah teman, saya melihat banyak buku menarik karangan Tere Liye milik anaknya teman saya. Akhirnya saya meminjam dua buku saja yaitu yang berjudul Bintang dan Pulang. Novel Bintang adalah buku seri petualangan setelah Bumi, Bulan, dan Matahari. Sementara yang akan saya bahas adalah Novel Pulang. Tak sampai seminggu saya menghabiskan membaca dua buku ini.

Novel ini menceritakan satu sosok bernama Bujang, anak dari tukang jagal tersohor yang berjuang untuk menemukan diri dan membanggakan kedua orang tuanya. Perjuangan batin dalam memutuskan sekolah atau meneruskan “karir” bapaknya sebagai tukang jagal, tak mudah dilaluinya. Saat akhirnya diijinkan kedua orang tuanya untuk mengikuti ajakan Tauke Muda ke kota. Ada satu pesan penting dari Mamaknya atau ibunya yang dipegang teguh oleh Bujang yaitu:

“Kau boleh melupakan Mamak, kau boleh melupakan seluruh kampung ini. Melupakan seluruh didikan yang Mamak berikan.  Melupakan agama yang Mamak ajarkan diam-diam jika bapak kau tidak ada di rumah....” Mamak diam sejenak, menyeka hidung, “Mamak tahu kau akan jadi apa di kota sana.... Mamak tahu.... Tapi, tapi apa pun yang akan kau lakukan di sana, berjanjilah, Bujang. Kau tidak akan makan daging babi atau daging anjing. Kau akan menjaga perutmu dari makanan halal dan kotor. Kau juga tidak akan menyentuh tuak dan juga segala minuman yang haram.” 
(hal. 24.)


Dan nasehat ini dipegang erat-erat oleh Bujang. Sesukses-suksesnya Bujang, walau harus menghadapi jamuan makan yang menyediakan berbagai makanan haram, Bujang tak bergeming. Ia tetap menjalankan nasehat ibunya walau mengherankan bagi teman-teman dan mitra bisnisnya. Ia tak peduli. Sebuah nasehat bagus juga untuk pembaca novel Tere Liye agar selalu taat dan patuh pada orangtua.

Kisah berlanjut hingga Bujang kuliah, dididik secara fisik oleh Kopong dan menemukan berbagai guru istimewa yang kelak sangat membantu dalam perjuangan akhirnya dalam meneruskan perjuangan keluarga menghadapi para pesaingnya. Bahkan Bujang harus melepas kematian orangtuanya hanya dengan membaca sepucuk surat. Mengatasi trauma mendengar adzan akibat pola asuh tak sehat dari kedua orang tuanya, hingga harus bertarung menghadapi segala rasa sakit dan dendam masa lalunya.

Seperti halnya novel Tere Liye yang lainnya, banyak quotes bagus yang terselip dalam setiap novel-novelnya yaitu tentang memeluk rasa sakit, tidak melawan dan membenci masa lalu yang menyakitkan serta berdamai dan mengalahkan diri sendiri seperti salah satu kalimat berikut ini:

“Ketahuilah, Nak, hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapapun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran.” (halaman 340).

Dan apa arti pulang yang dimaksud dalam novel ini? Saya kira awalnya pulang ini adalah mudiknya Bujang ke kampung halamannya untuk melihat pusara kedua orang tuanya. Ternyata makna “pulang” ini lebih luas yaitu bahwa hakekat pulang sesungguhnya adalah kembali pada Yang menciptakan kita. Maka ambisi apapun, tak akan pernah memberikan kepuasan, karena jiwa selalu merindukan tempat kembalinya, dan itu bukan di dunia ini. Seperti halnya kita yang merindukan kampung halaman saat mudik, jiwa kita pun merindukan kampung awalnya dan penciptanya. Maka seperti persiapan mudik yang selalu kita siapkan jauh-jauh hari, apalagi persiapan kembali ke tempat pulang sesungguhnya, tentu harus menyiapkan bekal sebaik mungkin. Semoga saat kita kembali “pulang” nanti, kita sudah siap dan bahagia di kampung akhirat yang kekal.

Semoga Bermanfaat

Sabtu, 150717.10.10

#odopfor99days#semester2#day41

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit