Sunday, January 29, 2017

Materi Kelas Bunda Sayang sesi #1 KOMUNIKASI PRODUKTIF



KOMUNIKASI PRODUKTIF

Selisih paham sering kali muncul bukan karena isi percakapan melainkan dari cara penyampaiannya. Maka di tahap awal ini penting bagi kita untuk belajar cara berkomunikasi yang produktif,  agar tidak mengganggu hal penting yang ingin kita sampaikan,  baik kepada diri sendiri,  kepada pasangan hidup kita dan anak-anak kita.

KOMUNIKASI DENGAN DIRI SENDIRI

Tantangan terbesar dalam komunikasi adalah mengubah pola komunikasi diri kita sendiri. Karena mungkin selama ini kita tidak menyadarinya bahwa komunikasi diri kita termasuk ranah komunikasi yang tidak produktif.

Kita mulai dari pemilihan kata yang kita gunakan sehari-hari.

Kosakata kita adalah output dari struktur berpikir  dan cara kita berpikir

Ketika kita selalu berpikir positif maka kata-kata yang keluar dari mulut kita juga kata-kata positif, demikian juga sebaliknya.

Kata-kata anda itu membawa energi, maka pilihlah kata-kata anda

Kata  masalah gantilah dengan tantangan

Kata Susah gantilah dengan Menarik

Kata Aku tidak tahu gantilah Ayo kita cari tahu

Ketika kita berbicara “masalah” kedua ujung bibir kita turun, bahu tertunduk, maka kita akan merasa semakin berat dan tidak bisa melihat solusi.


Tapi jika kita mengubahnya dengan “TANTANGAN”, kedua ujung bibir kita tertarik, bahu tegap, maka nalar kita akan bekerja mencari solusi.


Pemilihan diksi (Kosa kata) adalah pencerminan diri kita yang sesungguhnya


Pemilihan kata akan memberikan efek yang berbeda terhadap kinerja otak. Maka kita perlu berhati-hati dalam memilih kata supaya hidup lebih berenergi dan lebih bermakna.


 Jika diri kita masih sering berpikiran negatif, maka kemungkinan diksi (pilihan kata) kita juga kata-kata negatif, demikian juga sebaliknya.


KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN

Ketika berkomunikasi dengan orang dewasa lain, maka awali dengan kesadaran bahwa “aku dan kamu” adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal itu.


 Pasangan kita dilahirkaan oleh ayah ibu yang berbeda dengan kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda, belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.


Maka sangat boleh jadi pasangan kita memiliki Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) yang berbeda dengan kita.


FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan, indoktrinasi dll.


FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.


FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya.


Jadi jika pasangan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda atas sesuatu, ya tidak apa-apa, karena FoE dan FoR nya memang berbeda.


Komunikasi dilakukan untuk MEMBAGIKAN yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya.


Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu ==> FoE/FoR KITA


 Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu,  pasangan akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.


Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi MEMAKSAKAN pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.


Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI; bila Nalar panjang - Emosi kecil; bila Nalar pendek - Emosi tinggi


Komunikasi antara 2 orang dewasa berpijak pada Nalar.
Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.


Maka bila Anda dan pasangan masih masuk kategori Dewasa --sudah bukan anak-anak dan belum tua sekali-- maka selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan untuk problem solving.


Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda sejenak, redakan dulu ==> agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan baik.


Ketika Emosi berada di puncak amarah (artinya Nalar berada di titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan, saling tindih berebut benar.


Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi Anda dan pasangan:


1. Kaidah 2C: Clear and Clarify

Susunlah pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) sehingga mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.


Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya, mengklarifikasi (clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.


2. Choose the Right Time

Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan. Anda yang paling tahu tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya bertanya kepada pasangan waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda, suasana yang diinginkannya, dll.


3. Kaidah 7-38-55

Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi.


Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).

Anda tentu sudah paham mengenai hal ini. Bila pasangan anda mengatakan "Aku jujur. Sumpah berani mati!" namun matanya kesana-kemari tak berani menatap Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang Anda tangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda percayai?

Nah, demikian pula pasangan dalam menilai pesan yang Anda sampaikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.

4. Intensity of Eye Contact

Pepatah mengatakan mata adalah jendela hati


Pada saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut, itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.


5. Kaidah: I'm responsible for my communication results

Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.

Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.


Perhatikan senantiasa responnya dari waktu ke waktu agar Anda dapat segera mengubah strategi dan cara komunikasi bilamana diperlukan. Keterlambatan memahami respon dapat berakibat timbulnya rasa jengkel pada salah satu pihak atau bahkan keduanya.


KOMUNIKASI DENGAN ANAK

Anak –anak itu memiliki gaya komunikasi yang unik.

Mungkin mereka tidak memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak pernah salah meng copy


Sehingga gaya komunikasi anak-anak kita itu bisa menjadi cerminan gaya komunikasi orangtuanya.

Maka kitalah yang harus belajar gaya komunikasi yang produktif dan efektif. Bukan kita yang memaksa anak-anak untuk memahami gaya komunikasi orangtuanya.

Kita pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orangtua, sehingga sudah sangat wajar kalau kita yang harus memahami mereka.

Bagaimana Caranya ?

a. Keep Information Short & Simple (KISS)

Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk

⛔Kalimat tidak produktif :
“Nak, tolong setelah mandi handuknya langsung dijemur kemudian taruh baju kotor di mesin cuci ya, sisirlah rambutmu, dan jangan lupa rapikan tempat tidurmu.


✅Kalimat Produktif :
“Nak, setelah mandi handuknya langsung dijemur ya”  ( biarkan aktivitas ini selesai dilakukan anak, baru anda berikan informasi yang lain)

b. Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah

Masih ingat dengan rumus 7-38-55 ? selama ini kita sering menggunakan suara saja ketika berbicara ke anak, yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi intonasi suara dan 55% dipengaruhi bahasa tubuh

⛔Kalimat tidak produktif:
“Ambilkan buku itu !” ( tanpa senyum, tanpa menatap wajahnya)

✅Kalimat Produktif :
“Nak, tolong ambilkan buku itu ya” (suara lembut , tersenyum, menatap wajahnya)

Hasil perintah pada poin 1 dengan 2 akan berbeda. Pada poin 1, anak akan mengambilkan buku dengan cemberut. Sedangkan poin 2, anak akan mengambilkan buku senang hati.

c.  Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan

⛔Kalimat tidak produktif :
“Nak, Ibu tidak ingin kamu ngegame terus sampai lupa sholat, lupa belajar !”

✅Kalimat produktif :
“Nak, Ibu ingin kamu sholat tepat waktu dan rajin belajar”

d.  Fokus ke depan, bukan masa lalu

⛔Kalimat tidak produktif :
“Nilai matematikamu jelek sekali,Cuma dapat 6! Itu kan gara-gara kamu ngegame terus,sampai lupa waktu,lupa belajar, lupa PR. Ibu juga bilang apa. Makanya nurut sama Ibu biar nilai tidak jeblok. Kamu sih nggak mau belajar sungguh-sungguh, Ibu jengkel!”

✅Kalimat produktif :
“Ibu lihat nilai rapotmu, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ada yang bisa ibu bantu? Sehingga kamu bisa mengubah strategi belajar menjadi lebih baik lagi”

e. Ganti kata ‘TIDAK BISA” menjadi “BISA”

Otak kita akan bekerja seseai kosa kata. Jika kita mengatakan “tidak bisa” maka otak akan bekerja mengumpulkan data-data pendukung faktor ketidakbisaan tersebut. Setelah semua data faktor penyebab ketidakbisaan kita terkumpul , maka kita malas mengerjakan hal tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakbisaan sesungguhnya. Begitu pula dengan kata “BISA” akan membukakan jalan otak untuk mencari faktor-faktor penyebab bisa tersebut, pada akhirnya kita BISA menjalankannya.

f. Fokus pada solusi bukan pada masalah

⛔Kalimat tidak produktif :
“Kamu itu memang tidak pernah hati-hati, sudah berulangkali ibu ingatkan, kembalikan mainan pada tempatnya, tidak juga dikembalikan, sekarang hilang lagi kan, rasain sendiri!”

✅Kalimat produktif:
“ Ibu sudah ingatkan cara mengembalikan mainan pada tempatnya, sekarang kita belajar memasukkan setiap kategori mainan dalam satu tempat. Kamu boleh ambil mainan di kotak lain, dengan syarat masukkan mainan sebelumnya pada kotaknya terlebih dahulu”.


g. Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan

Berikanlah pujian dan kritikan dengan menyebutkan perbuatan/sikap apa saja yang perlu dipuji dan yang perlu dikritik. Bukan hanya sekedar memberikan kata pujian dan asal kritik saja. Sehingga kita mengkritik sikap/perbuatannya bukan mengkritik pribadi anak tersebut.

⛔Pujian/Kritikan tidak produktif:

“Waah anak hebat, keren banget sih”
“Aduuh, nyebelin banget sih kamu”

✅Pujian/Kritikan produktif:
“Mas, caramu menyambut tamu Bapak/Ibu tadi pagi keren banget, sangat beradab, terima kasih ya nak”

“Kak, bahasa tubuhmu saat kita berbincang-bincang dengan tamu Bapak/Ibu tadi sungguh sangat mengganggu, bisakah kamu perbaiki lagi?”

h. Gantilah nasihat menjadi refleksi pengalaman

⛔Kalimat Tidak Produktif:
“Makanya jadi anak jangan malas, malam saat mau tidur, siapkan apa yang harus kamu bawa, sehingga pagi tinggal berangkat”

✅Kalimat Produktif:
“Ibu dulu pernah merasakan tertinggal barang yang sangat penting seperti kamu saat ini, rasanya sedih dan kecewa banget, makanya ibu selalu mempersiapkan segala sesuatunya di malam hari menjelang tidur.

I. Gantilah kalimat interogasi dengan pernyataan observasi

⛔Kalimat tidak produktif :
“Belajar apa hari ini di sekolah? Main apa saja tadi di sekolah?

✅Kalimat produktif :
“ Ibu lihat matamu berbinar sekali hari ini,sepertinya  bahagia sekali di sekolah,  boleh berbagi kebahagiaan dengan ibu?”

j. Ganti kalimat yang Menolak/Mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati

⛔Kalimat tidak produktif :
"Masa sih cuma jalan segitu aja capek?"

✅kalimat produktif :
kakak capek ya? Apa yang paling membuatmu lelah dari perjalanan kita hari ini?

k. Ganti perintah dengan pilihan

⛔kalimat tidak produktif :
“ Mandi sekarang ya kak!”

✅Kalimat produktif :
“Kak 30 menit  lagi kita akan berangkat, mau melanjutkan main 5 menit lagi,  baru mandi, atau mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua siap berangkat



Salam Ibu Profesional,


/Tim Bunda Sayang IIP/

Sumber bacaan:
Albert Mehrabian, Silent Message : Implicit Communication of Emotions and attitudes, e book, paperback,2000

Dodik mariyanto, Padepokan Margosari : Komunikasi Pasangan, artikel, 2015


Institut Ibu Profesional, Bunda Sayang : Komunikasi Produktif, Gaza Media, 2014


Hasil wawancara dengan Septi Peni Wulandani tentang pola komunikasi di Padepokan Margosari

ini materi versi youtube nya
 Kuliah Bunda Sayang Komunikasi Produktif
=====================================================================

DISKUSI KELAS BUNDA SAYANG BOGOR
Alhamdulillah pada 23 Januari 2017 jam 20.00-21.00 kelas Bunda Sayang Bogor 2 berdiskusi mengenai materi Komunikasi Produktif dipandu Mbak Dian dan Mbak Novi. 
Pertama-tama, Mbak Dian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk hari ini. Ini dia rekap tanya jawabnya:
1⃣ Nurmintauli: Jleb sekali langsung dapat materi komunikasi produktif. Saya masih termasuk orang yang disebutkan dalm komunikasi tidak produktif. Terutama ke anak. Karna kalo ke suami sih dah tau tipe saya. Jadi maklum... Hihihi. Yang saya tanyakan bagaimana cara dan tips apalagi sedang dalam keadaan labil untuk tetap berkomunikasi ke anak tanpa raut wajah marah mimik yang masih terkontrol dan intonasi yang tidak meninggi? 
💐Ini pun masih menjadi PR buat saya bun. Saya tipikal orang yang cara bicaranya suka dianggap membentak dan seperti marah-marah oleh suami. Teknik komunikasi saya harus diperbaiki karena proporsi terbesar dari berkomunikasi itu di bahasa tubuh dan intonasi. Tips dari bu septi: latih bahasa tubuh kita, intonasi suara (berikan jeda utk setiap kalimat), secara fisik ketika berbicara dekatkan dagu ke leher. Ini yg mau saya coba praktikan juga.
Saat berkomunikasi pada anak namun kondisi emosi tidak stabil, saya cenderung utk mengelola emosi saya pribadi dulu (menjauh dari anak sebentar untuk meredakan emosi), tinggalkan pekerjaan yang bisa menjadi pengganggu saat berkomunikasi pada anak ✔
2⃣ Nurmintauli: Kadang anak kalo dipanggil dengan suara ramah baik berkali2 tidak menyahut membuat kesal dan akhirnya mendiamkan tapi tetap dia tidak mengerti bagaimana solusinya. Misalnya, Nak mama minta tolong ambilkan bantal. tapi dia seakan pura2 tidak dengar.
 
💐 Anak tidak pernah salah mengcopy perilaku orang-orang disekitarnya. Bunda bisa coba memberikan contoh kepada anak. Misal anak ingin meminta sesuatu, jika anak memintanya dengan kata-kata positif maka kita bisa segera bereaksi melakukan permintaannya. Cobalah memberikan respon yang sesuai, misal saat kita tdk bisa membantu pd saat itu juga, maka berikan respon. "nak, maaf bunda sedang memasak. Jika ditinggalkan nanti masakannya gosong. Tunggu sebentar ya." minimal anak mengetahui bahwa permintaannya direspon oleh kita ✔
3⃣ Nurmintauli: Bagaimanakah melatih diri untuk tetep bisa menjaga perkataan selalu tidak menyakiti anak walau dalam keadaan marah
💐 Marahnya ibu bisa menjadi doa. Semarah-marahnya dengan anak, jangan sampai ada kata-kata negatif yang terucap. Saya teringat cerita imam masjidil haram yang saat kecilnya cukup aktif dan sulit diatur. Dalam kondisi seperti itu ibunya tak pernah mengucapkan kata-kata buruk. Ibunya mendoakan agar anaknya bisa menjadi imam masjidil haram. Dan alhamdulillah ketika dewasa doa sang ibu terkabul. Ini yang perlu kita tanamkan.
Ibu emosi pada anak menurut saya wajar. Marahnya ibu adalah tanda sayang kepada anak.
Ketika marah akan sesuatu hal, beritahukan apa yg tidak kita suka dari perilaku dan perkataannya. Pada anak yg sdh bisa diajak berpikir, bisa dicoba komunikasi refleksi. Sehingga anak memahami dgn jelas hal-hal yg menyebabkan ia dimarahi/ditegur ✔
4⃣ Heru: Apa indikator seseorang sudah menjadi produktif dalam berkomunikasi, jika tipe anak yang sensitif jika dikritik reaksi yang keluar hanya pembelaan yang terkesan mengada ada, bagimana cara mengkonunikasihan jika anak harus dikritik dalam hal tertentu.
💐 Indikatornya bisa dilihat pada ciri-ciri komunikasi produktif yg sdh dijabarkan di dalam materi ya..
Dalam memberikan masukan perlu right time dan right place. Pada anak yang sensitif bunda bisa mencari waktu dan tempat yg tepat utk melakukan kritik. Saat ego anak sedang tinggi, komunikasi yang dilakukan tidak akan optimal. Bunda yang lebih paham kapan ego anak tdk terlalu tinggi dan bagaimana cara mengkomunikasikannya. ✔
 
5⃣ Heru: Anak lebih sering mengalihkan perhatian ketika berbuat salah, adakah kaitan antara antara komunikasi dalam hal ini? Bagimana solusinya jika demikian?
💐 Mengalihkan perhatian bisa jadi tanda bahwa ada sesuatu yg ditutupi. Bunda bisa berlatih membaca bahasa tubuh dan intonasi bicara anak. Kondisikan agar bunda menjadi teman bagi anak sehingga anak merasa nyaman bercerita kepada bunda ✔
6⃣ Embang: Apakah cara komunikasi berkaitan dengan karakter seseorang ? Jika iya, apakah orang tersebut harus merubah karakternya sehingga pola komunikasinya menjadi berubah pula ? Terima kasih
💐 Jika karakter yang dimaksud seperti suara yang lantang dan yang lembut, ini bisa jadi satu tantangan yg perlu disiasati.
Pada orang yg memiliki kebiasaan bicara keras, perlu dilatih agar optimal di bahasa tubuh dan intonasi. Bukan mengubah karakter namun melatih olah tubuh dan vokal sehingga hasil komunikasinya lbh sesuai dgn tujuannya.✔
7⃣ Sari: Bagaimana caranya menjalin komunikasi produktif dengan orang yang selalu menyalahkan orang lain, jadi apapun yang kita bicarakan selalu dianggap salah?
💐 Ada 2 kemungkinan proses komunikasi produktif tdk berjalan lancar: 1. Waktu dan tempatnya tdk tepat 2. Karakter orang tsb yg sulit utk diberikan masukan
Pada kondisi pertama, bisa dicoba komunikasi dengan mencari waktu dan tempat yan pas.
Pada kondisi kedua, jalin hubungan baik dulu dengan orang tersebut, dalami karakteristik orang tersebut. Jika sudah menyampaikan argumentasi kita dan dia tetap menyalahkan, tanyakan alasannya .. jika masih suka berdebat ,tinggalkan ✔
💐💐💐
Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan, Mbak Dian melanjutkan diskusi dengan bertanya “Mana yg menurut teman-teman lebih menantang? Berkomunikasi dgn pasangan atau berkomunikasi dgn anak?” Jawabannya menarik-menarik lho! :D
“Kalau saya, berkomunikasi dengan anak karena kalo pasangan sudah dewasa, bisa diajak diskusi. Kalau anak tantangannya banyak , dari mulai mood, emosi dll” (Novi)
“Komunikasi sama suami lebih sulit buat saya. Krn dalam komunikasi kami lebih sering konflik kepentingan 😅 Sama anak lebih bisa toleransi krn masih keciiiil dan proses berpikir belum sempurna. Duh, jadi malu 🙈” (Yuyun)
“Kalau buat saya, beda sih tantangannya.. Kalo ke anak , komunikasi menantang karena dia belum bisa ngomong jadi komunikasi 2 arahnya belum lancar, perlu tebak2an hehe.. Kalo sama suami, FoR dan FoE yang beda itu yang jadi tantangan. Kalau harus memilih yang lebih menantang, saya pilih komunikasi sm suami. Sama kayak mbak yuyun, kalo ke anak lebih bisa toleransi.” (Shanti)
“Kalau saya dua-duanya menantang. Dengan suami kadang merasa sdh menyampaikan ternyata suami tdk memahaminya krn saya pakai bahasa kode😆. Komunikasi dgn anak, ini menantang krn tiap anak butuh pendekatan yg berbeda.” (Dian)
“Berhubung anak saya msih dlm kandungan,jd untuk saat ini mungkin yg paling menantang ya komunikasi sama suami dlu.😁” (Vera)
“Menurut saya dua2nya menantang, hrs byk belajar lagi. Dengan suami walau sering bersama tp msh suka miskom krn sama2 g suka banyak ngomong 😅 Klo anak2, krn msh balita yg blm bs mwngutarakan keinginan dgn jelas hrs pelan2 berkomunikasinya, tp sy sk g sabaran apalagi klo sdh lelah” (Embang)
“Kalo saya sama anak yg usia 20 bln... Anak pertama 'manis' bngt, yg kedua bedaaaa bngt.... Kok bawaannya emosi... Sy tau banget klo 20 bln msh batita... Tp ttp aja emosi... 😭😭😭” (Rahmi)
Mbak Dian kemudian menutup diskusi dengan kesimpulan ini:
Komunikasi yang produktif itu butuh latihan dan pembiasaan
Yuk kita latih dan biasakan terus berkomunikasi yang produktif! Semangat dan saling mendukung untuk menjadi lebih baik :)

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit