Sunday, May 3, 2020
HARI 10 : MAA’NI BAGIAN 5: ISTIFHAM
Saturday, May 2, 2020
HARI 9 : MA’ANI BAGIAN 4: AN NAHYU
Pembicaraan
atau kalam dalam bahasa Arab adalah lafadz yang tersusun dari dua buah
kata atau lebih yang memiliki makna. Dalam ilmu balaghah, kalam terbagi dua
yaitu khabari dan insya’i. Khabari adalah kalimat yang mengandung
kemungkinan benar atau bohong, dilihat dari isi pembicaraannya. Sedangkan insya’i
adalah kalimat yang tidak bisa disebut benar atau bohong. Jika seseorang
mengucapkan suatu kalimat, maka pendengarnya tidak bisa menilai apakah
perkataanya benar atau bohong.
Secara
garis besar, kalam insya’i terbagi menjadi dua yaitu thalabi dan ghair
thalabi. Definisi Insya Thalabi adalah yang kalimat yang menghendaki
adanya tuntutan atau permintaan. Sedangkan ghair thalabi adalah kalimat
yang tidak menuntut adanya suatu permintaan. Yang akan dibahas dalam tulisan
ini adalah salah satu contoh dari kalam insya thalabi yaitu terkait
dengan an nahyu (larangan).
Secara
leksikal, arti an nahyu adalah kalimat larangan. Dalam terminologi ilmu
balaghah, an nahyu adalah
tuntutan meninggalkan suatu perbuatan dari mutakallim (pembicara/pihak
yang lebih tinggi) kepada mukhatab (penerima/pihak yang lebih rendah).
Bentuk
lafadz yang digunakan yaitu la nahyi plus fi’il mudhari’. Contohnya
adalah pada surat al-An’am ayat 151 berikut ini
وَلا
تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
dan janganlah kamu membunuh
anak-anak kamu karena takut kemiskinan.
Pada
ayat tersebut, fi’il nahy yang dimaksud adalah وَلا تَقْتُلُوا yang artinya dan janganlah kamu membunuh.
Ada
beberapa fungsi dari lafadz an nahyu yaitu sebagai berikut:
Friday, May 1, 2020
HARI 8 : MA’ANI BAGIAN 3: AL AMR (أمر)
Pembicaraan atau kalam dalam bahasa Arab adalah lafadz yang tersusun dari dua buah kata atau lebih yang memiliki makna. Dalam ilmu balaghah, kalam terbagi dua yaitu khabari dan insya’i. Khabari adalah kalimat yang mengandung kemungkinan benar atau bohong, dilihat dari isi pembicaraannya. Sedangkan insya’i adalah kalimat yang tidak bisa disebut benar atau bohong. Jika seseorang mengucapkan suatu kalimat, maka pendengarnya tidak bisa menilai apakah perkataanya benar atau bohong.
Secara
garis besar, kalam insya’i terbagi menjadi dua yaitu thalabi dan ghair
thalabi. Definisi Insya Thalabi adalah yang kalimat yang menghendaki
adanya tuntutan atau permintaan. Sedangkan ghair thalabi adalah kalimat
yang tidak menuntut adanya suatu permintaan. Yang akan dibahas dalam tulisan
ini adalah salah satu contoh dari kalam insya thalabi yaitu terkait
dengan amr (perintah).
Secara
leksikal, arti amr adalah kalimat perintah. Dalam terminologi ilmu
balaghah, amr adalah tuntutan
mengerjakan sesuatu dari mutakallim (pembicara/pihak yang lebih tinggi)
kepada mukhatab (penerima/pihak yang lebih rendah).
Ada 4
bentuk lafadz yang digunakan yaitu
Thursday, April 30, 2020
HARI 7 : MA’ANI BAGIAN 2: ITHNAB (اطناب)
Definisi
ithnab adalah
تأدية المعنى بعبارة زائدة عن متعارف الأوساط لفائدة
Yaitu
mengungkapkan suatu makna dengan ungkapan panjang lebar untuk tujuan tertentu.
Ada
beberapa jenis ithnab dan tujuannya yaitu
ü Menyebutkan
lafadz yang khusus setelah umum
Contohnya
adalah dalam surat al Qadr ayat 4
تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ
كُلِّ أَمْرٍ
Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan.
Pada
ayat tersebut, Malaikat Jibril disebutkan setelah kata Malaikat yang sifatnya
umum untuk menyebutkan keistimewaan Malaikat Jibril.
ü Menyebutkan
lafadz yang umum setelah khusus
Contohnya
adalah dalam surat Nuh ayat 28
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ
مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلا
تَبَارًا
Ya Tuhanku! Ampunilah aku,
ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang
beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi
orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan".
Pada
ayat tersebut, kata muminin dan muminat disebutkan setelah lafadz
mumin yang merupakan bagian dari kata setelahnya. Tujuannya adalah
menegaskan keumuman dan menyeluruh, serta memberikan perhatian pada yang
khusus.
ü Menjelaskan
setelah hal yang samar
Contohnya adalah dalam surat al Ghasyiyah
ayat 1 dan 2
هَلْ
أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ
Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?
Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
Pada ayat tersebut, ayat kedua menjelaskan
ayat pertama. Tujuannya adalah memperkuat maknanya.
ü Pengulangan
lafadz karena adanya alasan, seperti panjangnya pemisah
Contohnya
adalah dalam surat at-Takatsur ayat 3 dan 4
كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ثُمَّ
كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
dan janganlah begitu, kelak
kamu akan mengetahui.
Pada
ayat ketiga, lafadz سَوْفَ تَعْلَمُونَ
diulang pada ayat keempat. Tujuannya adalah untuk menegaskan makna dan mengetuk
jiwa pembaca/pendengarnya terhadap makna yang dimaksud, untuk menghindari
kesalahpahaman.
ü I’tiradh
yaitu menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu kalimat atau antara dua
kalimat yang masih berkaitan maknanya karena adanya sebuah tujuan.
Contohnya
adalah dalam surat an Nahl ayat 57
وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا
يَشْتَهُونَ
Dan mereka menetapkan bagi
Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka
tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki).
Pada
ayat tersebut, kata سُبْحَانَهُ
/“Mahasuci Allah” digunakan
sebagai bantahan bagi klaim orang kafir yang menyatakan bahwa Allah memiliki
anak perempuan.
ü Tadzyil
adalah mengiringi suatu kalimat dengan kalimat yang lain yang mengandung makna
tertentu dengan tujuan menguatkannya
Contohnya
adalah dalam surat al Isra ayat 81
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ
زَهُوقًا
Dan katakanlah: "Yang
benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil
itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
Pada
ayat tersebut, kalimat إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا mengikuti kalimat lain untuk menguatkan.
Andai kalimat ini tidak adapun, sudah cukup karena maknanya sudah tercakup dari
kalimat sebelumnya.
ü Ighal
adalah mengakhiri pembicaraan dengan lafadz yang memiliki faidah yang
seandainya tanpa lafadz itu pembicaraan sudah sempurna, seperti makna mubalaghah.
Contohnya
dalam surat al-Baqarah ayat 212
زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ
مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Kehidupan dunia dijadikan
indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang
yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka
di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya tanpa batas.
Pada
ayat tersebut, kata بِغَيْرِ
حِسَابٍ termasuk ighal untuk menguatkan makna.
ü Ihtiras
yaitu mendatangkan ungkapan yang memberi persepsi berbeda dari tujuan, dengan
ungkapan lain yang menolak kasalahpahaman itu
Contohnya
adalah dalam surat al Insan ayat 8
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Pada
ayat tersebut, lafadz عَلَى
حُبِّهِ digunakan untuk memperjelas makna. Biasanya mayoritas kita
menganggap bahwa memberi itu jika harta kita berlebih atau jika sudah kaya,
tapi lafadz ini menunjukkan bahwa dalam keadaan bagaimanapun tetap harus
berbagi misal dengan memberikan makan bagi yang membutuhkan.
Ada beberapa
ayat yang mengandung iijaz dan ithnab sekaligus, contohnya dalam surat
an-naml ayat 18 berikut ini:
حَتَّى
إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ
ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لا
يَشْعُرُونَ
Hingga apabila mereka sampai
di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam
sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadari";
Dalam buku
Ensiklopedia Al-Quran hadits, dijelaskan bahwa ithnab dalam ayat
tersebut terdapat pada lafadz يَا
أَيُّهَا dan
وَهُمْ لا
يَشْعُرُونَ. terkait dengan ya ayyuha, Sibawaih
berkomentar bahwa huruf alif dan ha masuk pada kata ayyun. Fungsi
kedua huruf tersebut adalah sebagai ta’kid (penguat). Jadi seakan-akan
kata ya disebut dua kali. Dengan demikian, nomina vokatif (ya ayyuha)
tersebut menjadi tanbih (peringatan).
Hal senada
juga diungkapkan oleh Zamakhsayri. Menurutnya nida (nomina vokatif)
dalam Al-Qur’an hanya disebut secara berulang-ulang dengan perangkat nida
ya ayyuga, bukan lainnya. Sebab, dalam perangkat nida ini
terdapat sisi penegas, selain juga sebagai hiperbola. Diantaranya, makna yang
terkandung dalam partikel ya adalah penegas dan pengingat, sedangkan
makna yang terkandung dalam partikel ha hanya pengingat. Dengan demikian,
segala sesuatu yang asalnya belum jelas (ayyun) menjadi jelas. Sehingga kedudukannya
menjadi sangat tegas dan kuat.
Sementara
itu kalimat wa hum la yasy’urun sebagai penyempurna pernyataan
sebelumnya dengan tujuan untuk menghilangkan pemahaman yang jelas. Dalam istilah
balaghah, gaya bahasa seperti ini disebut ihtiras. Sebab, ayat
tersebut menisbahkan kezaliman kepada Nabi Sulaiman as. Dalam ayat ini,
seakan-akan semut tersebut mengetahui bahwa para nabi itu terpelihara dari
perbuatan dosa. Mereka tidak pernah salah, kecuali sekadar lupa. Dalam hal ini,
Al-Razi juga berpendapat, “Ini merupakan peringatan besar untuk menetapkan
bahwa para nabi itu terhindar dari perbuatan dosa.”
Demikianlah
penjelasan tentang penggunaan ithnab dan tujuannya.
Semoga
Bermanfaat
Referensi
:
·
Balaghah untuk semua,
Prof. Hidayat
·
Ensiklopedia Mujizat Al
Qur’an dan Hadits, Kemujizatan Sastra dan Bahasa Al Qur’an, Hisham Thalbah dkk.
·
Al Balaghah
al’Arabiyyah, Haniah,Lc,MA
·
Ilmu Ma’aniy, Basyuni
Abdul fattah fayud, Kairo: Maktabah Wahbah.
Wassalam
Serpong,
Kamis 30 April 2020/7 Ramadhan 1441 H,
06.55
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari7
#Karya7TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
Wednesday, April 29, 2020
HARI 6 : MA’ANI BAGIAN 1: IIJAZ (ايجاز)
Balaghah
mencakup 3 tema besar, yaitu pertama, ilmu ma’ani (معاني), yang
mempelajari susunan bahasa dari sisi penunjukkan maknanya dan mempelajari cara
menyusun kalimat agar sesuai dengan konteks. Kedua, ilmu bayan (بيان), yang
mempelajari cara-cara penggambaran imajinatif. Ketiga, ilmu badi’ (بديع), yang
mempelajari karakter lafazh dari sisi kesesuaian bunyi atau kesesuaian
makna.
Ilmu ma’ani
secara umum membahas 8 hal yaitu isnad Khabari, Musnad Ilaih, Musnad,
muta’alliqatul fi;l, qashr, insya, fashl dan washl, serta Iijaz Ithnab dan
Musawat. Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah terkait Iijaz (ايجاز).
Dalam
terminologi ilmu balaghah, iijaz adalah
الايجاز هو جمع المعاني المتكاثرة تحت اللفظ القليل الوافي بالغرض مع
الإبانة والإفصاح
Mengumpulkan
makna yang yang banyak dengan lafazh yang sedikit akan tetapi tetap jelas dan
sesuai dengan maksud pengungkapannya atau ungkapan untuk menyatakan maksud
tanpa ada penambahan kalimat.
Pembahasan
iijaz terbagi dua yaitu iijaz dengan hadzf (elipsis) atau
menghapus dan iijaz dengan qashr atau meringkas.
Contoh
iijaz qashr terdapat dalam surat al-A’raf ayat 199 berikut ini
خُذِ
الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Jadilah engkau pemaaf dan
suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang
yang bodoh.
Tuesday, April 28, 2020
HARI 5 : RAHASIA BAHASA PADA SURAT AL KAFIRUN
Allah berfirman dalam surat alkafirun:
Katakanlah Hai orang-orang yang kafir,
aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah.
Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".
Ibnu
Ishaq meriwayatkan terkait dengan sebab turunnya (asbab an nuzul) surah
ini. Menurutnya, ketika Rasulullah Saw tawaf di Ka’bah, beliau menerima para
pemimpin kabilah Arab, seperti Al Aswad bin Muthalib bi Asad bin Abd Al-Izzi,
al Walid bin Al Mughirah, Umaiyah bin Khalaf, al-‘Ash bin Wa’il as-Sahami. Para
pemimpin kabilah ini berkata kepada Nabi Muhammad, “Ya Muhammad, kemarilah.
Kami akan menyembah apa yang engkau sembah. Dengan begitu kita bersatu dalam
berbagai masalah. Jika yang engkau sembah adalah baik, maka kami juga
mendapatkan kebaikan itu. Jika apa yang kami sembah baik, maka engkau juga
mendapatkan kebaikannya. Engkau mendapat bagian dari kebaikannya.” Lalu
turunlah surat al Kafirun seperti yang sudah disebutkan di awal tulisan ini.
Pada
ayat pertama, Surah ini dibuka dengan perintah Tuhan yang tegas, “qul (katakanlah)”.
Kata ini menunjukkan adanya bantuan setelah ucapan, yaitu permulaan pemberian
wahyu bahwa perintah terhadap akidah ini adalah perintah Allah Swt
satu-satunya, bukan karena keinginan Muhammad Saw. Allah lah tidak bisa ditolak
perintah-Nya dan Hakim yang tidak bisa ditolak hukum-Nya. Karena itu Rasulullah
tidak mengurangi sedikit pun dari wahyu yang beliau terima, walaupun dari segi
lahiriah, kata tersebut sepertinya tidak berfungsi “Katakanlah. Wahai orang
kafir”.
Lawan
bicara dimulai dengan menggunakan kata panggilan ya ayyuha yang berarti
panggilan untuk jiwa, hati dan roh. Karena, panggilan dengan kata panggilan ini
menuntut yang dipanggil menghadap dengan jiwa, hati dan rohnya.
Monday, April 27, 2020
HARI 4 : KEMUJIZATAN USLUB AL-QUR’AN
Secara bahasa, kata uslub
digunakan untuk jalan yang memanjang. Barisan kurma dikatakan juga sebagai usulub.
Jadi uslub adalah cara, jalan, madzhab. Uslub juga berarti fann
(seni). Ada ungkapan dalam Bahasa Arab bahwa seseorang mengambil uslub dari
suatu kalimat, berarti orang itu mengambil seni dari kalimat tersebut.
Dalam terminologi ahli balaghah, uslub adalah sebuah metode dalam memilih redaksi dan menyusunnya, untuk mengungkapkan sejumlah makna, agar sesuai dengan tujuan dan pengaruh yang jelas. Pengertian lainnya, uslub adalah berbagai ungkapan redaksi yang selaras untuk menimbulkan beragam makna yang dikehendaki.
Karenanya, uslub Al-Qur’an berarti gaya bahasa Al-Qur’an yang tidak tertandingi dalam menyusun redaksi penuturannya. Para ulama, baik dulu maupun sekarang, telah membahas bahwa Al-Qur’an memiliki uslub tersendiri yang berbeda dengan uslub-uslub Arab lainnya, dari segi penulisan, retorika dan susunan kalimatnya.
Para ulama telah merilis karakteristik uslub Al-Qur’an yang khas dan istimewa diantara penuturan bahasa-bahasa lainnya. Karakteristik itu antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penafsirannya
bersifat elastis
Dalam uslub
Al-Qur’an, kita temukan adanya elastis dalam penafsiran dan lentur dalam
penggubahan. Hal ini tidak dimiliki oleh satu uslub pun selainnya. Uslub
Al-Qur’an mampu mengobati kegundahan hati manusia pada umumnya, dan
dirasakan cukup bagi kalangan tertentu untuk memenuhi semuanya. Bagian luar
(ekplisit) dari uslub tersebut dapat dijangkau dengan mudah dan memberi
petunjuk bagi kalangan manusia biasa. Ia dapat memenuhi kehampaan jiwa mereka
dengan menyusupkan motivasi berupa kabar gembira (targhib) dan
peringatan berupa adzab dan siksa (tarhib), serta keindahan dan
keagungan dalam ungkapan dan penuturannya. Adapun bagian yang paling dalam
(implisit) dari uslub Al-Qur’an akan diserap oleh kalangan filosof
terkemuka untuk menambah ilmu pengetahuan dan pemikiran.
Unsur
elastisitasnya termasuk salah satu faktor yang menyebabkan kekalnya Al-Qur’an.
Bermacam uslub bahasa Arab selama 4 abad lamanya telah mengalami banyak
perubahan dan perombakan dari sisi redaksi maupun maknanya. Namun, eksistensi
Al-Qur’an masih tetap konsisten dengan uslub nya yang khas dengan
ciri-ciri khusus yang tidak ada duanya. Ia selali up to date mengiringi
perkembangan zaman. Keindahannya berbekas di lubuk hati dari satu generasi ke
generasi berikutnya sampai sekarang ini, bahkan sampai Allah menghancurkan bumi
dan segala isinya.
Pesatnya
perkembangan sains akan membuktikan elastisinya penafsiran Al-Qur’an, misalnya
tentang penciptaan langit dan bumi, perkembangan janin dalam rahim, tentang
ruang angkasa, dan lain-lain, yang bisa jadi, saat diturunkannya Al Qur’an,
belum seluas sekarang kondisi perkembangan sains dan teknologinya.
2. Uslub Al-Qur’an menggunakan metode
penyampaian deskriptif
Salah
satu tanda yang kentara dalam uslub Al Qur’an adalah penggunaan metode
deskriptif dalam mengungkapkan beragam makna dan ide yang ingin dijelaskannya,
baik makna yang murni membutuhkan daya pikir untuk memahaminya, kisah masa
lalu, atau fenomena yang akan terjadi pada hari kiamat, maupun berbagai isu penting
lainnya.
Contohnya
adalah sebagai berikut:
a.
Makna “sangat enggan
menjawab ajakan untuk beriman”
Apabila ingin mendeskripsikan makna ini hanya
dengan mengandalkan daya nalar, kita bisa saja mengatakan, “Sesungguhnya mereka
sangat enggan dan benci menjawab ajakan untuk beriman”. Tapi mari kita
perhatikan ungkapan yang digunakan Al-Qur’an dalam surat al-Muddatsir ayat
49-51
فَمَا لَهُمْ عَنِ
التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ كَأَنَّهُمْ
حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ
فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ
Maka mengapa mereka (orang-orang
kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?",
seakan-akan mereka itu keledai liar
yang lari terkejut,
lari daripada singa.
Saat membaca ayat diatas, kita bisa
membayangkan ada seekor keledai yang lari sekencang-kencangnya dari kejaran
singa. Ungkapan tersebut membangkitkan perasaan seorang pembaca, sehingga emosi
jiwanya terpengaruh.
b.
Makna “lemahnya
berhala-berhala sesembahan kaum muysrikin selain Allah”.
Makna tersebut bisa saja dengan ungkapan
“Apa-apa yang kalian sembah selain Allah adalah lemah, tidak bisa menciptakan
makhluk yang paling hina sekalipun.” Tapi mari kita lihat redaksi yang
digunakan Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ
شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
Ada unsur
personifikasi dalam makna tersebut. Hal ini terlihat dalam deskripsi-deskripsi
yang “hidup” berikut ini secara berurutan:
Pertama, “mereka (berhala-berhala yang disembah) sekali-kali tidak
dapat menciptakan seekor lalat pun; Kedua, “walaupun mereka bersatu
untuk menciptakannya”; Ketiga “jika lalat itu merampas sesuatu dari
mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu”; Keempat,
penggabungan antara yang menyembah dan yang disembah, melalui firman-Nya, “Amat
lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pula) yang disembah”.
Ilustrasi keindahan dalam
deskripsi ini terlihat pada hubungan antara kesucian berhala-berhala yang
ditaati dan disimpan dalam bentuk yang paling suci di hati para pengikutnya,
yang dihubungkan dengan makhluk yang hina. Tidak cukup dengan korelasi seperti
ini, bahkan seandainya sekumpulan orang beramai-ramai membuat makhluk ini,
tentu mereka tidak akan mampu menciptakannya.
c.
Makna “berakhirnya alam
semesta kemudian amal umat manusia diperhitungkan, orang-orang yang berbuat
kebaikan akan masuk surga. Orang-orang yang berbuat dosa akan masuk neraka,
kelezatan nikmat yang dialami penduduk surga dan prosesi penyambutan terhadap
mereka, dan kepedihan adzab yang dialami penduduk neraka dan cemoohan terhadap
mereka.”
Redaksi diatas adalah redaksi biasa, mari kita
lihat redaksi yang digunakan Al-Qur’an tentang hari kiamat dalam surat Az Zumar
ayat 67-75 berikut ini:
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ
حَقَّ قَدْرِهِ وَالأرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ
مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang
semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan
langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia
dari apa yang mereka persekutukan.
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ
فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ
ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di
bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu
sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).
وَأَشْرَقَتِ الأرْضُ
بِنُورِ رَبِّهَا وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ
وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ
Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya
(keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan
masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi
keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.
وَوُفِّيَتْ كُلُّ نَفْسٍ
مَا عَمِلَتْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَا يَفْعَلُونَ
Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa yang telah
dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan.
وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا
إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ
لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ
آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى
وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ
Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahanam berombong-rombongan.
Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan
berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah datang
kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan
memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" Mereka menjawab:
"Benar (telah datang)". Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab
terhadap orang-orang yang kafir.
قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ
جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
Dkatakan (kepada mereka): "Masukilah pintu-pintu neraka
Jahanam itu, sedang kamu kekal di dalamnya". Maka neraka Jahanam itulah
seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.
وَسِيقَ الَّذِينَ
اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ
أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ
فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam
surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu
sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka
penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah
kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya".
وَقَالُوا الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الأرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ
الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
وَتَرَى الْمَلائِكَةَ
حَافِّينَ مِنْ حَوْلِ الْعَرْشِ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَقُضِيَ
بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَقِيلَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telah
memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini
sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami
kehendaki." Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang
beramal.
Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di
sekeliling Arasy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara
hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: "Segala puji bagi Allah,
Tuhan semesta alam".
Demikianlah indahnya ungkapan yang digunakan Al-Qur’an dalam
menggambarkan peristiwa kiamat. Dimulai dengan ungkapan yang bergelora dan
hidup, kemudian alur cerita berjalan datar, hingga setiap gerakan menjadi
terdiam. Segala sesuatu pun menjadi tenang dan menyelusup masuk ke ruangan,
diam, dan khusyuk, karena keagungan-Nya dan takut kepada-Nya.
Hari kiamat dimulai pada hamparan bumi yang seluruhnya berada
dalam genggaman Tuhan yang Maha Kuasa. Demikian pula langit-langit yang ada
diatasnya.seluruhnya digulung dan dihancurkan dengan tangan kanan (kekuasaan)
Nya. Sebuah ilustrasi yang membuat perasaan menggigil takut dalam
menghadapinya. Daya imajinasi tidak mampu untuk menggambarkan kedahsyatannya. Saat sangkakala ditiup untuk yang pertama
kalinya, maka semua makhluk hidup yang masih ada di muka bumi akan terpelanting
jatuh dan mati seketika. Kita tidak tahu persis berapa lama jeda antara tiupan
tersebut hingga tiba saatnya tiupan sangkakala yang kedua.
Ketika itu suasana berubah menjadi gaduh yang dipenuhi dengan
teriakan dan keributan disana-sini. Semua makhluk dikumpulkan. Tuhan pun
muncul. Malaikat mengitari disekelilingnya, suasana pun menjadi hening. Pada
saat keheningan seperti itu, tidak dibutuhkan satu kata pun untuk diucapkan,
maka perhitungan amal pun terjadilah. Setelah perhitungan amal selesai dan
diketahui hasilnya, setiap rombongan diarahkan menuju tempatnya masing-masing.
Orang-orang kafir digiring ke neraka dan orang yang bertakwa diarahkan menuju
surga. Selanjutnya alur cerita bergambar ini ditutup dengan perasaan yang
tertancap dalam relung jiwa yang paling dalam, berupa kekhawatiran, ketakutan
dan kehinaan di hadapan keagungan Tuhan. Segala rasa bercampur aduk saat
menyaksikan setiap adegan demi adegan.
3. Metode
uslub Al-Qur’an yang istimewa dalam berdebat dan menarik kesimpulan
Mari
kita perhatikan surat Al Anfal ayat 67-69
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ
يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الأرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا
وَاللَّهُ يُرِيدُ الآخِرَةَ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
لَوْلا
كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
فَكُلُوا
مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.
Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari
Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.
Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil
itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dua
ayat ini turun setelah pembebasan tawanan perang Badar dan penerimaan tebusan
dari mereka. Dua ayat tersebut pertama kali menyalahkan dan memprotes kebijakan
ini. Kemudian dua ayat ini tidak membiarkan ditutup dengan ketetapan dan
keinginan untuk meluluskan protes tersebut. Bahkan, ayat-ayat sebelumnya yang
mencela kebijakan tersebut menjadi kaidah yang berlaku untuk ayat setelahnya
(tentang kebolehan mengambil harta rampasan perang).
Diantara
hal-hal yang membuat keistimewaan uslub Al-Qur’an adalah caranya dalam
menarik kesimpulan dengan mengeksplorasi berbagai hal dan peristiwa yang
kecil-kecil, tetapi sebenarnya memiliki hakekat kebenaran yang luar biasa besar
dan sesuai dengan inti permasalahan yang ingin disampaikan.
Seorang
bangsa Arab yang memiliki cita rasa yang tinggi akan keindahan bahasa menemukan
bahwa uslub Al-Qur’an memang istimewa. Ia mengetahui bahwa faktor yang
menyebabkan keistimewaan Al-Qur’an ini tidak berasal dari ungkapan manusia atau
makhluk apapun. Gaya bahasa yang digunakan tidak sama dengan ungkapan orang
Arab, bahkan yang paling ahli sekalipun dalam bidang bahasa. Bahkan jika semua
makhluk berkumpul dan membuat satu ayat saja seperti ayat Al-Qur’an, tidak akan
sanggup karena memang itulah mujizat dari Allah, Sang penguasa segalanya. Maka perbedaan
antara Al-Qur’an dengan ungkapan manusia bagaikan perbedaan Dzat Pencipta yaitu
Allah Swt dengan makhluk Nya.
Maka tugas
kita adalah membuktikan keindahan mujizat-Nya dengan cara mempelajari dari
ahlinya, atau cukup dengan mengimaninya dan mengamalkan isinya, yang tentu saja
itupun bukan hal yang mudah dilakukan, butuh perjuangan kuat untuk
mewujudkannya, di tengah banyak godaan untuk melakukan hal lain yang lebih
menarik. Semoga kita semua mampu meluangkan waktu (bukan menggunakan waktu
luang), untuk mempelajari keindahan mujizat Al-Qur’an ini.
Semoga
Bermanfaat
Wassalam
Referensi
·
Ensiklopedia Mujizat Al
Qur’an dan Hadits, Kemujizatan Sastra dan Bahasa Al Qur’an, Hisham Thalbah dkk.
Serpong,
Senin 27 April 2020/4 Ramadhan 1441 H,
14.00
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari4
#Karya7TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
Postingan Favorit
-
Nama Allah al-'Afuww,al-Ghafur dan al-Ghaffar jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya sama yaitu Maha Pengampun. Tapi se...
-
Jika kita membaca al-Qur'an secara teliti, ada beberapa kata yang digunakan untuk menjelaskan suatu makna. Tentang penciptaan misalny...
-
Untuk memahami makna La’allakum Tattaqun, kita harus mengamati penggunaan kata tersebut dalam Al-Qur’an. Kata la’alla dipergunakan da...