Wednesday, May 31, 2023

Penanaman Karakter Melalui Pengajaran Kitab Talim Mutaallim pada Siswa Siswi MAN Insan Cendekia Serpong

 


Penanaman karakter yang baik dan moral yang kuat adalah salah satu aspek penting dalam pendidikan. Banyak metode yang bisa digunakan untuk menanamkan karakter yang baik, diantaranya adalah pengajaran kitab Ta’lim Muta’allim. Kitab Ta’lim Muta’allim adalah sebuah buku yang komprehensif terkait adab menuntut ilmu yang ditulis oleh Syekh Burhanuddin Az Zarnuji. Buku ini berisi tentang keutamaan menuntut ilmu, menghormati guru, urutan menuntut ilmu, perlunya berserah diri dalam menuntut ilmu, dan lain-lain. Artikel ini akan membahas tentang peran pengajaran kitab Ta’lim Muta’allim dalam membentuk karakter siswa siswi di MAN Insan Cendekia Serpong.

Pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar fundamental yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi) individu. Dipandang sebagai integral dari proses menata dan mengarahkan individu menjadi lebih baik, maka pendidikan menjadi salah satu jaminan kehidupan manusia berakhlak. Akan tetapi, dalam perjalanannya pendidikan terus mengalami perubahan dan perkembangan dengan karya dan potensi yang dimiliki setiap level generasi.[1]

Pendidikan adalah sebuah proses yang membuat seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak faham menjadi faham, yang output idealnya adalah tercermin dari wawasan dan perilaku yang lebih baik dari sebelumnya. Maka pendidikan bukan hanya menyentuh aspek kognitif, tapi juga afektif dan psikomotoriknya. Aspek kognitif dari sisi pengetahuannya, sisi afektif bisa juga dimaknai dengan penanaman karakter, sementara psikomotorik tercermin dari gerak dan keterampilan nya. Artikel ini akan fokus pada pembahasan sisi afektif, terutama terkait penanaman karakter.

Ada beberapa pendapat para ahli terkait penanaman karakter

      1.      Thomas Lickona, seorang ahli pendidikan karakter, penanaman karakter adalah proses sistematis yang bertujuan untuk membentuk dan memperkuat nilai-nilai, sikap dan perilaku yang baik dalam diri individu. Ia menganggap penanaman krakter sebagai suatu usaha yang berkelanjutan dalam membentuk akhlak dan moralitas seseorang.[2]

     2.      Martin Seligman, seorang psikolog positif, mendefinisikan penanaman karakter sebagai proses pengembangan kekuatan karakter yang dapat membantu individu mencapai kehidupan yang bermakna dan bahagia. Menurutnya, penanaman karakter melibatkan identifikasi dan penggunaan kekuatan karakter yang meliputi kebaikan seperti kejujuran, keberanian, kebijaksanaan dan kasih sayang.[3]


     3.      James Davison Hunter, seorang sosiolog, mengemukakan bahwa penanaman karakter adalah upaya untuk mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai moral yang menjadi landasan dalam kehidupan individu dan masyarakat. Ia berpendapat bahwa penanaman karakter melibatkan pembentukan pandangan dunia yang berfokus pada nilai-nilai yang baik dan kehidupan yang bertanggung jawab.[4]

     4.      Lawrence Kohlberg, seorang ahli dalam bidang psikologi perkembangan moral, menggambarkan penanaman karakter sebagai proses perkembangan moral yang melibatkan pemahaman dan internalisasi nilai-nilai etika. Ia berpendapat bahwa penanaman karakter melibatkan pengembangan kesadaran moral dan kemampuan untuk mengambil keputusan moral yang tepat.[5]

     5.      Marvin Berkowitz, seorang ahli pendidikan karakter, mengartikan penanaman karakter sebagai suatu upaya yang melibatkan pendidikan formal dan informal untuk membentuk kepribadian yang baik dan moral. Ia menekankan pentingnya pembelajaran yang melibatkan penguatan nilai-nilai positif, penanaman empati dan pengembandan keterampilan sosial.[6]

     6.      Imam Al Ghazali, ulama yang sangat luas keilmuannya menekankan pentingnya penanaman karakter moral yang kuat dalam pendidikan. Menurutnya, pendidikan yang berasal adalah yang mampu membentuk karakter seseorang dan membimbingnya menuju kehidupan yang benar. Ia menekankan pentingnya pengembangan sifat-sifat seperti kesabaran, kejujuran, rendah hati dan kepedulian terhadap sesama.[7]

    7.      Ibn Miskawayh, seorang filsuf dan penulis Persia abad ke 10 mengungkapkan pentingnya pendidikan karakter dalam membentuk kepribadian yang baik. Menurutnya, penanaman karakter dapat dilakukan dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan baik, menghindari kebiasaan buruk dan memperkuat sifat-sifat moral yang diinginkan.[8]

    8.      Ibnu Khaldun, seorang sosiolog dan filsuf abad ke-14, menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam penanaman karakter. Ia berpendapat bahwa karakter seseorang dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, pemeliharaan masyarakat yang baik dan lingkungan yang positif adalah penting dalam membentuk karakter individu.[9]

 

Dari pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penanaman karakter itu perlu dibuatkan sistem yang terstruktur, bukan yang muncul secara kebetulan. Ada faktor internal dan eksternal yang dapat membentuk karakter yang baik. Perlu proses  pembiasaan yang tidak sebentar agar setiap individu dapat menginternalisasi karakter yang baik dalam dirinya secara permanen.

Proses pembentukan karakter siswa tidak terbentuk dengan proses singkat yang instan melainkan dengan proses panjang yang terbuka untuk pengembangan, perbaikan, penyempurnaan. Hal inilah yang kemudian menjelaskan mengapa perlunya proses penanaman nilai-nilai pendidikan karakter terhadap seseorang. Karena karakter tidak bersifat permanen dan membutuhkan rutinitas untuk melatihnya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter adalah pendidikan akhlak yang dalam proses pelaksanaannya tidak hanya menyentuh pengetahuan saja melainkan menyentuh ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendidikan karakter menjamah unsur mendalam dari pengetahuan, perasaan dan tindakan.[10]

Pendidikan karakter untuk para siswa membutuhkan adanya media dan metode yang tepat agar tujuannya tercapai. Salah satu metode yang digunakan di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong adalah pengajaran kitab Ta’lim Muta’allim. Penanaman karakter melalui pengajaran Kitab Ta’lim Muta’allim bertujuan untuk mewujudkan generasi yang memiliki akhlak yang mulia seperti kejujuran, kesabaran, keikhlasan, dan keadilan. Kitab ini memberikan pedoman praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kitab Ta’lim Muta’allim adalah sebuah buku yang ditulis oleh Syekh Burhanuddin Az Zarnuji, seorang ulama dan penulis pada abad ke-13. Buku ini membahas berbagai aspek pendidikan dan metodologi pengajaran dalam Islam. Berikut ini adalah beberapa tema yang umumnya terdapat dalam kitab Ta’lim Muta’allim.

1.      Pengenalan terhadap pendidikan Islam. Buku ini menjelaskan pentingnya pendidikan dalam agama Islam dan memberikan pemahaman tentang tujuan utama pendidikan Islam.

2.      Metodologi pengajaran. Buku ini membahas berbagai metode pengajaran yang dapat digunakan dalam konteks pendidikan Islam, seperti ceramah, diskusi, tanya jawab dan pendekatan praktis lainnya.

3.      Etika guru dan siswa. Buku ini memberikan panduan tentang etika yang seharusnya dimiliki oleh guru dan siswa dalam konteks pendidikan Islam, termasuk kesopanan, saling menghormati dan tanggung jawab moral.

4.      Kurikulum pendidikan Islam. Buku ini dapat memberikan wawasan tentang konten pelajaran, yang seharusnya diajarkan dalam pendidikan Islam, seperti ajaran agama, bahasa Arab, sejarah Islam dan topik-topik lain yang relevan.

5.      Pembelajaran interaktif. Buku ini membahas tentang pentingnya pembelajaran yang interaktif dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar, seperti melalui diskusi kelompok, protek dan kegiatan praktis.

6.      Disiplin dan pengelolaan kelas. Buku ini dapat memberikan saran tentang bagaimana membangun lingkungan kelas yang disiplin dan efektif serta cara mengelola perilaku siswa.

7.      Peningkatan kesadaran moral. Buku ta’lim muta’allim dapat membantu meningkatkan kesadaran moral siswa. Dengan membahas nilai-nilai moral dan menghadapkan siswa pada situasi-situasi yang memerlukan pengambilan keputusan berdasarkan prinsip-prinsip Islam, siswa dapat memperkuat dan menanamkan karakter moral yang positif.

8.      Evaluasi dan penilaian. Buku ini juga membahas tentang metode, evaluasi dan penilaian dalam pendidikan Islam, termasuk tes, tugas, dan metode lain untuk mengukur pemahaman siswa.

9.      Nasihat praktis. Buku ini juga berisi nasihat praktis bagi para guru tentang bagaimana menginspirasi dan memotivasi siswa, serta cara menangani tantangan yang mungkin timbul dalam proses pengajaran.

 

Kitab Ta’lim Muta’allim terdiri dari beberapa nazham atau bait syair agar memudahkan pemahaman bagi yang membaca dan mempelajarinya. Diantaranya adalah beberapa bait nazahm sebagai berikut:

أَلاَ لاَتَنَالُ الْعِلْمَ إلاَّ بِســــِتَّةٍ # سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ

Ingat, kalian tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara, aku akan memberi tahumu tentang kumpulannya denga penjelasan

 ذَكَاءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِبَارٍ وَبُلْغَةٍ # وَإرْشَادِ اُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ 

Yaitu cerdas, semangat, sabar, biaya, petunjuk, arahan guru dan waktu yang lama.

 تَعَـلَّمْ فَاِنَّ اْلعِلْمَ زَيْنٌ لِأَهْلِهِ # وَفَضْلٌ وَعِنْوَانٌ لِكُلِّ الْمَحَامِدِ 

Belajarlah, karena sesungguhnya ilmu adalah perhisan bagi pemiliknya, dan keutamaan serta tanda bagi setiap hal yang terpuji

 وَكُنْ مُسْتَفِيْدًا كُلَّ يَوْمٍ زِيـَـادَةً  # مِنَ الْعِلْمِ وَاسْبحْ فِىْ بُحُوْرِ الْفَوَائِدِ 

Jadilah orang yang setiap hari mengambil tambahan faedah dari ilmu, dan berenanglah di lautan faedah.

 فَسَــادٌ كَبِيْرٌ عَــــالِمٌ مُـتَهَتِّــــكٌ # وَ اَكْبَرُ مِنْهُ جَاهِلٌ مُتَنَسِّكُ

Suatu kerusakan yang besar adalah orang alim yang merusak, tapi lebih besar dari itu adalah orang bodoh yang beribadah.

 هُمَا فِتْنَةٌ فِي الْعَالَمِيْنَ عَظِيْمَةٌ # لِمَنْ بِهِمَا فِيْ دِيْنِــــــهِ يَتَمَسَّكُ 

Keduanya itu fitnah yang besar didalam alam semesta, bagi seorang yang dalam agamanya mengikuti keduanya.

إِنَّ الۡمُعَلِّمَ وَالطَّبِيبَ كِلَاهُمَا   

                            لَا يَنۡصَحَانِ إِذَا هُمَا لَمۡ يُكۡرَمَا

فَاصۡبِرۡ لِدَائِكَ إِنۡ جَفَوۡتَ طَبِيبَهَا         

                            وَاقۡنَعۡ بِجَهۡلِكَ إِنۡ جَفَوۡتَ مُعَلِّمًا

Sesungguhnya guru dan dokter keduanya tidak mengharapkan kebaikanmu bila mereka tidak dimuliakan.

Maka sabarlah atas penyakitmu bila kamu tidak menuruti doktermu, dan terimalah kebodohanmu bila tidak menuruti guru.

إِنَّ التَّوَاضُعَ  مِنۡ خِصَالِ الۡمُتَّقِي

                            وَبِهِ التَّقِيُّ إِلَى الۡمَعَالِي  يَرۡتَقِي

وَمِنَ الۡعَجَائِبِ عُجۡبُ مَنۡ هُوَ جَاهِلٌ

                            فِي حَالِهِ أَهۡوَ السَّعِيدُ أَمِ الشَّقِي

Sesungguhnya rendah hati adalah peringai orang taqwa, dengan tawaddhu’ dia sampai kepada keluhuran.

 Adalah aneh bangganya orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu) apakah ia bahagia atau celaka.

أَمۡ كَيۡفَ يُخۡتَمُ عُمۡرُهُ أَوۡ رُوحُهُ

                            يَوۡمَ النَّوَى  مُتَسَفِّلٌ أَوۡ مُرۡتَقِي

وَالۡكِبۡرِياءُ لِرَبِّنَا صِفَةٌ بِهِ  

                            مَخۡصُوصَةٌ فَتَجَنَّبَنۡهَا وَاتَّقِي

Bagaimana umurnya  berakhir saat kematian apakah buruk ataukah baik.

Kesombongan bagi Tuhan adalah sifat khusus maka jauhilah dan berlindunglah.

 

Ada beberapa nilai karakter yang didapat dari kitab Ta’lim Muta’allim adalah sebagai berikut:

a.          Nilai Karakter Religius (Dayyin)

b.         Nilai karakter hormat (ta’dzim)

c.          Nilai karakter jujur (shiddiq)

d.         Nilai karakter rendah hati (tawadhu)

e.          Nilai karakter cinta ilmu (tadzimul ilmi)

f.          Nilai karakter disiplin

 

            Adanya kesamaan nilai yang ada pada pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim dengan pendidikan karakter menjadi modal awal bagi pendidik dalam menyampaikan materi yang di dalamnya ada proses penanaman dan pendidikan karakter.

            Pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim di MAN Insan Cendekia Serpong, dilakukan setelah shalat shubuh di masjid, secara klasikal untuk seluruh siswa dari kelas X sampai kelas XII. Efektifitasnya tentu tidak optimal karena ada keterbatasan dalam berbagai sisi, baik dari sisi kondisi siswa yang masih mengantuk, jumlah siswa yang terlalu banyak, maupun tempat yang kurang kondusif untuk pembelajaran seluruh siswa.

 

Faktor pendukung dan faktor penghambat

 

Faktor pendukung adalah faktor-faktor yang memudahkan tercapainya tujuan penanaman karakter melalui pembelajaran Ta’lim Muta’allim. Ada beberapa hal yang menjadi faktor pendukung yaitu sebagai berikut:

1.      Adanya input siswa yang berasal dari keluarga keluarga yang sudah mengaplikasikan nilai nilai baik dalam keluarganya, walaupun tidak seluruhnya.

2.      Sejak awal masuk, siswa dikondisikan untuk mengaplikasikan beberapa ajaran Islam seperti mengucapkan salam, menghormati guru, tidak sombong, rendah hati dan memandang orang lain tidak berdasarkan tingkat kekayaan, latar belakang keluarga atau hal lain yang sifatnya tidak esensi. Jadi tersedianya lingkungan yang kondusif sangat mendukung terciptanya iklim pembiasaan karakter yang baik.

 

Faktor penghambat adalah faktor-faktor yang menghambat tercapainya tujuan penanaman karakter. Ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat yaitu sebagai berikut:

1.      Kondisi input siswa yang mayoritas berasal dari sekolah negeri atau non pesantren yang sebelumnya tidak pernah belajar kitab kuning sehingga kesulitan dalam memahami dan mempelajari kitab.

2.      Kondisi siswa yang lebih banyak berasal dari perkotaan yang memiliki perbedaan kebiasaan dalam keluarga masing-masing terkait cara atau bentuk saling menghormati antara satu individu dengan orang yang lebih tua atau sebaya.

3.      Orientasi mayoritas siswa adalah akademis dengan menetapkan tujuan pendidikannya adalah melanjutkan kuliah ke jurusan-jurusan umum dan menganggap bahwa belajar kitab kuning tidak berhubungan dengan kelanjutan kuliahnya sehingga ini berpengaruh pada antusiasme siswa dalam mengikuti kajian kitab kuning ini.

4.      Tidak masuknya hasil evaluasi penguasaan kitab kuning pada raport akademik, dan hanya masuk di raport asrama, sehingga siswa merasa tidak terlalu penting untuk menguasai kitab Ta’lim Muta’allim.

5.      Alokasi waktu pembelajaran

Waktu pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim ini dilakukan setelah shalat shubuh selama 20-30 menit, dalam suasana tidak kondusif dalam mengikuti pembelajaran karena mengantuk dan diberikan secara massal untuk seluruh siswa dari kelas X sampai kelas XII, sehingga kurang efektif.

6.      Pengaruh media sosial

Adanya media sosial yang diakses siswa dari laptopnya masing-masing, membuat siswa lebih asyik berkomunikasi di dunia maya dibanding saling interaksi di dunia nyata, sehingga siswa kurang terampil dalam mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam setiap aspek seperti cara menghormati guru, cara mencintai ilmu dan lain-lain.

 

Adanya beberapa faktor penghambat tersebut, tentu saja tidak boleh menjadikan kita para pendidik, menjadi berputus asa dalam berbuat sesuatu. Ikhtiar harus terus dilakukan, sambil diiringi doa meminta Sang Penguasa Hati agar berkenan menjadikan siswa yang kita didik, agar tumbuh menjadi sosok yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tapi juga beraklak mulia dan bertutur kata baik.

Indikator keberhasilan pendidikan karakter adalah jika seseorang telah mengetahui sesuatu yang baik (knowing the good) dalam hal ini mempelajari akhlak dari kitab Ta’lim Muta’allim kemudian mencintai yang baik (loving the good) berarti dalam hal ini adalah senang dengan pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim dan selanjutnya melakukan yang baik (acting the good) yaitu menunjukkan sikap dan akhlak yang mulia sesuai dengan pembelajaran akhlak (Ta’lim Muta’allim).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] M. Zamhari dan Ulfa Masamah, Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. 2016. Relevansi Metode Pembentukan Pendidikan Karakter dalam Kitab Ta’lim Muta’allim terhadap Pendidikan Modern, Vol 11, no 2

[2]  Lickona, T, 1991, Educating for character: How our schools can teach respect and responsibility. Bantam

[3]  Seligman, M. E. P. 2002. Authentic happiness: Using the new positive psychology to realize your potential for lasting fulfilment. Free Press

[4] Hunter, J. D. 2000. The death of character: Moral education in an age without good or evil. Basic Books.

[5] Kohlberg, L. 1971. From is to ought: How to commit the naturalistic fallacy and get away with it in the study of moral development. New Directions for Child Development, 1971: 57-68

[6] Berkowitz, M. W. 2002. The science of character education. In M. W. Berkowitz (Ed). Moral education: Theory and application (pp 1-26). Lawrence Erlbaum Associates

[7] Imam Al Ghazali, Mizan al amal

[8] Ibn Miskawayh, Tahdzih al Akhlaq

[9] Ibnu Khaldun, Muqaddimah

[10]Imana, Asbitlana. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Kitab Ta’limMuta’allim di SMP NU Putri Nawa Kartika Kudu, 2018. Skripsi IAIN Kudus. Hal. 84

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit