Resensi Buku: The Post American World
Judul : The Post American World
Terjemah : Gejolak
Dunia Pasca Kekuasaan Amerika
Penerjemah : Reni
Indardini
Penulis : Fareed Zakaria
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Terbit : 2015
Tebal : 336 halaman
Buku ini terdiri dari 8 bagian yaitu
Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan ini, dibahas tentang potensi
kemunduran negara Amerika dan potensi munculnya kebangkitan negara Tiongkok dan
negara negara “lain” seperti Turki, Brasil, India, dan negara lain yang akan “mengancam”
kehebatan Amerika pada masanya.
Pada bagian ini dijelaskan sekilas mengapa Turki, Brasil,
India bisa muncul sebagai negara yang berpotensi mejadi negara maju di masa
depan
Kebangkitan “Yang Lain”
Pada bagian ini, dipaparkan beberapa fenomena dan fakta
potensi munculnya kebangkitan beberapa negara di masa depan, seperti Brasil,
Meksiko, Dubai, Korea Selatan, Argentina dan lain-lain. Maka menurut penulis
buku ini, tidak tepat jika disebutkan abad ini sebagai “kebangkitan Asia”
karena semua negara sedang bergerak secara beriringan untuk saling menunjukkan
kuasa dan prestasinya.
“Sementara negara-negara menjadi kuat dan kian kaya,
bangsa-bangsa berkembang akan semakin berperan penting dan semakin percaya diri”
(h. 5). Dan fenomena baru muncul, bahwa yang bangkit bukan hanya negara, tapi
muncul aktor-aktor lain baik individu, kelompok kecil, lembaga non pemerintah
dan siapapun yang menguasai ekonomi dan militer.
Maka seperti apakah dunia pasca (kemunduran) Amerika?
Berebut Kue Kemakmuran
Penulis buku ini menyatakan ketidaksetujuannya dengan
pihak-pihak yang mengatakan bahwa perang di masa depan takkan terjadi lagi.
Selama sifat manusia tidak berubah, maka kemungkinan terjadinya perang, akan
selalu terjadi. Bagian ini juga membahas tentang ancaman Islam melalui berbagai
jaringan (yang dianggap) teroris seperti Al Qaeda.
“Di Barat, dampak terorisme kian berkurang sejalan dengan
tiap serangan baru. Setelah 11 September, pasar finansial global terpuruk dan
baru kembali ke level 10 September dua bulan berselang. Selepas pengeboman di
Madrid tahun 2004, bursa saham Spanyol pulih sebulan kemudian.” (h. 19)
Pada bagian ini juga dijelaskan 3 faktor pendorong maju
mundurnya sebuah negara yaitu politik, ekonomi dan teknologi. Dan ditambah
kekuatan finansial yang menjadi “tuhan” baru dalam hal kedaulatan sebuah
negara. Bagaimana sebuah negara mendapat tekanan begitu dahsyat saat diberi “bantuan”
yang padahal intinya adalah dipaksa untuk berhutang. Belum lagi, masalah sumber
daya alam dan lingkungan yang menjadi masalah paling akut yang ditimbulkan
sebuah kata bernama kemakmuran. Hutang tumbuh menjadi jantung dari semua
persoalan. Tidak hanya level negara, bahkan tingkat rumah tangga pun, sudah
lazim dan hobi dengan yang namanya hutang. Awalnya semua mengagumi sistem
keuangan Amerika, tapi sejak runtuhnya Wall street, negara lain pun bangkit
dengan membuat sistem ekonomi sendiri. Amerika pun perlahan lahan harus rela
dengan berakhirnya keadikuasaannya.
Di dunia pasca Amerika, pemain kuat yang baru di kancah
global akan lebih tegas dalam memperjuangkan kemerdekaannya. (h. 45).
Ironisnya, kebangkitan “yang lain” adalah buah dari ide dan tindakan Amerika
(h. 69) yang berkeliling dunia dan mendorong negara-negara lain untuk membuka
pasar dan menerapkan keterbukaan politik. Amerika sukses mengglobalisasi dunia,
tapi lupa mengglobalkan dirinya sendiri (h. 69).
Dunia Non Barat
Bab ini diawali dengan sejarah Columbus pada tahun 1942,
yang ternyata dibantah sebagai ekspedisi pelayaran pertama. Ternyata pada tahun
1405, sudah ada laksamana Cheng Ho yang melakukan ekspedisi pelayaran yang
lebih besar dari Columbus. Dalam tujuh pelayarannya antara tahun 1405-1433,
Cheng Hp mengarungi perairan Samudera Hindia dan berkeliling Asia Tenggara (h.
71).
Pada sub bab “Apakah Budaya Sudah ditakdirkan?”, dijelaskan
panjang lebar, faktor apa saja yang membuat Tiongkok dan India bangkit dengan
berbagai strategi. Sekilas disinggung juga dengan topografi Eropa dan kondisi Timur
Tengah di benua Afrika yang secara politik, didominasi oleh sentralisasi
kekuasaan. Bagaimana semua faktor itu, topografi dan politik, saling
mempengaruhi dalam menjadikan sebuah negara, menjadi berkuasa atau dikuasai
yang lain.
Modernisasi dan westernisasi, dibahas juga dalam bab ini.
Menurut Samuel P Huntington, modernisasi tidak sama dengan westernisasi. Barat
sudah menjadi “Barat” sebelum modern. Karakter khas nya sudah muncul sekitar
abad ke-8 atau ke-9, tapi baru menjadi “modern” kira kira pada abad ke-18. (h.
97). Bahasa Inggris tampil menjadi bahasa yang paling luas penyebarannya di
seluruh dunia. Walaupun bahasa Inggris mendominasi, tapi pertumbuhan terbesar
dalam siaran telvisi, radio dan internet adalah konten yang berbahasa lokal.
Tiongkok dan India, diprediksi akan muncul menjadi negara
yang bangkit di masa depan. Pergeseran yang terjadi di dunia, bukanlah masalah
budaya, tapi masalah kekuasaan.
Sang Penantang
Pada bab ini, penulis membahas beberapa faktor yang membuat
Tiongkok muncul sebagai ancaman bagi Amerika di masa depan, terutama dari aspek
ekonomi. Walaupun ada juga yang meragukan catatan ekonomi Tiongkok yang
dimanipulasi, indikasinya dengan munculnya korupsi, kesenjangan makin meningkat
dan perbankan diambang kebangkrutan.
Menariknya, faktor keyakinan dan agama di Tiongkok tidak
dianggap penting. Para pebisnis Barat menganggap bahwa rekan bisnis di Tiongkok
sering mengabaikan aturan, hukum dan kontrak. Panduan perilaku mereka adalah
etika situasional. Hal inilah yang menjadikan kemajuan politik dan hukum di
Tiongkok menjadi rumit dan berliku-liku.
Sekutu
Penulis membahas secara rinci pada bab ini tentang
kemungkinan negara Tiongkok dan India akan tampil maju di masa depan. Persepsi
kita terhadap negara India sebagai negara yang miskin, semrawut dan
infrakstuktur yang buruk, perlahan diperbaiki dengan bangkitnya industri
perfilman dan bisnis fashion yang semakin merambah dunia. Demokrasi di India,
dianggap sebagai keberhasilan negara dalam menjada stabilitas jangka panjang.
Tapi meskipun India sukses di beberapa dimensi, tak
dipungkiri, India juga gagal dalam bidang lainnya seperti rendanya skor India
dalam indeks pembangunan manusia PBB, korupsi di sektor pemerintahan India dan
gagalnya kebijakan luar negeri India.
Dalam hal keyakinan, India yang mayoritas penduduknya
beragama Hindu, tidak mengimani Tuhan yang Maha Esa, tapi mereka mengimani
ratusan ribu dewa. Tiap sekte dan subsekte Hinduisme, memuji dewa, dewi atau
roh suci yang berbeda-beda. Tiap keluarga meracik Hinduisme versinya masing-masing. Umat Hindu sangat
praktis dan toleran, walaupun konflik antara Islam dan Hindu di India, tak bisa
dihindari.
Aset Amerika
Pembahasan bab ini dimulai dengan sejarah bangkit dan
hancurnya Britania di dunia serta munculnya Amerika sebagai negara adidaya.
Perbandingan Amerika dan Britania juga bisa dilihat dari anggaran militer
masing-masing. Amerika membelanjakan anggaran untuk riset dan pengembangan
pertahanan melampaui seluruh negara lain di dunia. (h. 223). Pendidikan tinggi
adalah juga industri terbaik Amerika. Industri otomotif dan para pekerja
Amerika sedang kehilangan “taring” nya seiring dengan pupusnya akses istimewa
para pekerja Amerika terhadap kapital Amerika dan dampak negatif dari
diberlakukannya jaminan kesehatan hanya bagi para pekerja, sehingga jika para
pekerja ini kehilangan pekerjaan, maka hak atas jaminan kesehatan pun menjadi
sirna. Inilah yang membuat pekerja Amerika lebih khawatir kehilangan pekerjaan
dibanding pekerja negara lain.
Problematika ekonomi Amerika, penyebabnya bukanlah inefisiensi,
tapi kebijakan yang salah yang dibuat pemerintah. Ujian Amerika ke depan adalah
di bidang politik. Sanggupkah Washington menerima dunia baru ini apa adanya?
Mampukah Amerika berjaya di dunia yang tidak bisa lagi didominasinya? (h. 268).
Tujuan Amerika
Saat ini Amerika masih
merupakan negara adidaya tapi kegagahannya sudah semakin berkurang. Perekonomiannya
bermasalah, nilai tukarnya merosot, kondisi dalam negeri yang tidak stabil dan
munculnya negara-negara lain yang mulai menguasai dunia dari aspek ekonomi,
keuangan dan budaya. Kebangkitan yang “lain” masih membutuhkan proses panjang, dan
Amerika masih memiliki peluang untuk menjadi penengah global, bukan lagi
sebagai negara adikuasa.
Setidaknya menurut
penulis, ada 6 hal yang bisa dilakukan yaitu
1.
Perlu adanya skala prioritas dan perlunya mengubah pendekatan
terhadap pendekatan masalah internasional.
2.
Petakan pedoman umum, bukan kepentingan sempit, contohnya
terkait isu terorisme dan proliferasi nuklir.
3.
Jadilah Bismarck, bukan Britania. Atau perbaiki
komunikasi internasional dengan negara lain.
4.
Terapkan tatanan sesuai kebutuhan
5.
Berpikirlah secara asimetris
6.
Legitimasi adadlah kekuasaan
Keuntungan krusial Amerika
saat ini adalah ketiadaan populasi domestik yang mengalami radikalisasi. Umat
Muslim Amerika umumnya berasal dari kelas menengah, moderat dan sudah
berasimilasi. Mereka mencintai dan menaruh harapan besar pada Amerika. (h. 315).
Sayangnya aset tersebut terancam disia siakan. Jika para pemimpin Amerika mulai
menyiratkan bahwa seluruh populasi Muslim mesti dicurigai, hubungan komunitas
muslim dan negara akan berubah. Pada akhirnya keterbukaan adalah aset Amerika
yang terbesar. Agar Amerika berjaya di era baru nan menantang ini, agar Amerika
sukses ditengah-tengah bangkitnya “yang lain”, negara tersebut hanya perlu
lulus satu ujian yaitu Amerika harus menjadi tempat yang ramah dan memikat (h.
323) di mata semua pihak, baik penduduk maupun warga asing yang berkunjung.
Serpong, 3 Februari 2023
Eva Novita Ungu
No comments:
Post a Comment