Saturday, January 23, 2016

Resensi Buku : Happiness Laboratory


Judul Buku           : Happiness Laboratory, Dimanakah Kebahagiaan Diciptakan?
Penulis                 : Urfa Qurrota Ainy
Penerbit               : Self Published (Samudra Books)
Tahun Terbit       : 2015
Jumlah Halaman  : 1
91

Buku ini diibaratkan penulisnya sebagai laboratorium untuk meracik kebahagian. Setiap orang berbeda beda dalam mendefinisikan kebahagiaan. Banyak dari kita yang baru bahagia saat punya uang banyak karena bisa membeli apapun yang kita mau. Ada yang bisa bahagia kalau menikah dan punya anak, sehingga saat dilanda kesendirian dan belum menemukan pasangan, bawaannya galau saja (tunjuk diri sendiri saat masih jomblo dulu hehe). Beberapa dari kita yang haus kekuasaan, baru berbahagia saat diberi jabatan dan menjadi sosok yang dihormati, sehingga saat jabatannya dicopot atau masa jabatannya habis, stress lah pikiran dan badannya sehingga jadi sakit ujungnya.

Nah buku ini menawarkan aneka ramuan untuk berbahagia. Ada 8 ramuan yang dikupas habis dalam buku ini yaitu Cinta dan Pernikahan, Merayakan Hidup, Sudut Pandang Lain, Interaksi Manusia, Membela Harapan, Berlari Menuju Tuhan dan Happiness Laboratories. Dengan satu aturan jitu dari Leo Tolstoy yaitu If you want to be Happy, be ... Kalau Anda Ingin Bahagia, ya Berbahagialah ...

Thursday, January 21, 2016

Saat Mamah Berulang Tahun: Tak Sehebat Uwais dan Haji Badri


Hari ini adalah hari ulang tahunnya mamah saya tercinta. Tepat di usianya 63 tahun, Alhamdulillah mamah masih diberi kesempatan menemani anak dan cucunya untuk mengarungi hidup ini. Setelah menjalani kehidupan sebagai ibu, saya jadi lebih merasakan perjuangan berat mamah membesarkan anak-anaknya. Tak mudah ternyata menjadi seorang ibu, banyak yang harus dikorbankan, harus banyak stok sabar nya, pantas saja ungkapan yang menyatakan bahwa surga ada di telapak kaki ibu.

Saat liburan semester kemarin, saya lebih melihat lagi pengorbanan mamah dalam mengurus liburan cucu cucunya. Kadang kami masih bersantai ria, mamah sudah bangun pagi untuk memasak dan mengurus kebutuhan anak dan cucunya. Beliau lah orang yang paling cape dan paling kurang tidur saat liburan datang. Dan jarang sekali mengeluh. Paling saat kami pulang kembali ke Tangerang, beliau baru bilang bahwa beliau baru bisa beristirahat tanpa diganggu anak dan cucunya.

Saya jadi ingat kisah Uwais. Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda miskin, dia sudah lama ditinggal wafat ayahnya sehingga tumbuh menjadi seorang yatim. Uwais bekerja sehari-hari sebagai penggembala yang upahnya tak seberapa. Kesehariannya dihabiskan untuk berbakti kepada ibunya yang sudah renta, dia selalu menyuapi makanan untuk ibunya dengan tangannya sendiri dan menyiapkan segala keperluan ibunya. Suatu ketika, ibunya yang sudah udzur tersebut menyampaikan keinginan untuk menunaikan ibadah haji. Pemuda miskin yang hanya berprofesi sebagai penggembala kambing itupun berfikir keras agar dapat memenuhi keinginan ibu tercintanya. Tidak ada jalan lain bagi Uwais Al Qarni kecuali menggendong ibunya dari Yaman menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Begitu mulianya akhlak Uwais, hingga Rasulullah Saw mengatakan kepada para sahabat lain waktu di Madinah. “Uwais Al Qarni adalah manusia yang tidak terkenal di bumi namun masyhur di langit.”

Anak Bermain Pasir? Why Not?


Dulu kalau kita bermain pasir, mungkin orangtua kita melarang karena khawatir kotor dan membahayakan tubuh. Tapi seiring perkembangan ilmu parenting, banyak teori dan para ahli justru menganjurkan anak untuk banyak bermain pasir, baik di pantai maupun di depan rumah kita dengan meramu sendiri bahan-bahannya.

Ternyata bermain pasir ini termasuk permainan sensori yang sangat penting bagi perkembangan anak. Bermain pasir ini membantu anak mengeksplorasi tiga bidang perkembangan yaitu bidang fisik, kognitif dan sosial emosi.

Postingan Favorit