Friday, April 8, 2016

Resensi Buku : Petualangan Ibnu Batuta




 

Judul                : Petualangan Ibnu Batuta (Seorang Musafir Muslim Abad ke-14)

Penulis             : Ross E. Dunn

Penerjemah      : Amir Sutaarga

Penerbit           : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Terbit              : 2013

Tebal               : 360 halaman

 

Ini adalah buku terjemahan dari buku aslinya yang berjudul The Adventures of Ibn Batuta, a Muslim Traveler of the 14th Century. Pada bagian pengantarnya yang ditulis oleh Taufik Abdullah, dipaparkan bahwa Ibnu Batuta adalah pengelana pertama yang mengunjungi seluruh dunia Islam yang dikenal waktu itu, mulai dari Afrika Utara, Jazirah Arab, anak benua India, Indonesia hingga Cina. Ia bukan hanya turis yang datang untuk menikmati alam dan budaya, tapi juga seorang ulama terpelajar yang berkelana sambil menyebarkan ilmu, dan uniknya ia adalah satu satunya yang menulis pengelanaannya di seluruh dunia Islam di zaman klasik, lengkap dengan memperlihatkan situasi dunia Islam saat kebesaran politik, ilmu pengetahuan dan budaya masih belum dilanda krisis yang mendalam.

 

Buku ini dibagi menjadi 14 bab besar yaitu Tangier, Maghrib, Orang Mamluk, Mekkah, Persia dan Irak, Laut Arabia, Anatolia, Padang Rumput, Delhi, Malabar dan Maladewa, Cina, Kampung Halaman, Mali dan Rihla.

 

Tangier berkisah tentang perjalanan Ibnu Batuta di pantai Maroko, ujung barat daya Selat Jibraltar. Tangier merupakan titik pertemuan geografis empat dunia, Afrika dan Eropa, Atlantik dan Laut Tengah. Pada tanggal 14 Juni 1325, saat berusia 21 tahun, ia meninggalkan Tangier menuju arah tenggara melalui dataran tinggi Rif Timur untuk bergabung dengan sebuah safari haji. Perjalanannya menyusuri Konstantin, Tunis, Libya hingga tiba di Iskandariyah pada 5 April 1326.

 

Galau yang Berakhir Indah




 

Besok adalah libur panjang menurut kalender nasional. Jumat besok adalah libur nasional kenaikan isa almasih, sabtu minggu adalah libur akhir pekan. Banyak rencana yang saya buat dengan keluarga saya terkait dengan liburan 3 hari seperti ini. Kakak saya yang kedua mengajak mudik ke Tasik dan Pangandaran, begitupun ibu saya yang berharap saya pulang. Belum lagi, sahabat saya mengadakan aqiqah di Bandung dan saya ingin juga menghadirinya. Tapi ternyata semua rencana liburan saya gagal total. Selain karena kondisi kesehatan Eza yang belum pulih, adanya tugas piket sekolah, yang kebetulan berbarengan dengan suami saya, piketnya di hari Sabtu, akhirnya kami memutuskan bahwa liburan kali ini, harus puas dengan tidak kemana mana, walaupun tanpa mbak pengasuh karena dia mudik ke kampungnya untuk menghadiri pernikahan saudaranya.

Ternyata setelah berkeluarga, banyak hal yang harus dipertimbangkan saat memutuskan untuk liburan. Dulu, saat masih sendiri saya bisa merencanakan liburan jauh-jauh hari, bisa pergi naik gunung, bisa pergi ke luar kota, bisa mudik, atau hanya sekedar leha leha di rumah. Tapi ternyata setelah berkeluarga, banyak hal yang akhirnya menjadi faktor penentu jadi tidaknya liburan. Dan faktor utama yang menjadi bahan pertimbangan adalah anak.

Saat Anak Demam





Sabtu kemarin, badan eza demam dan panas. Sebenarnya saya sudah curiga dari malam Sabtu, tapi karena gerak Eza masih lincah dan masih aktif bermain, jadi saya ga terlalu khawatir. Hari sabtunya, saya langsung ngecek dengan termometer, ternyata benar, suhunya 38. Mulailah saya dopping Eza dengan memperbanyak makan dan istirahatnya. Saya off kan beberapa kegiatan diluar, agar bisa menemani Eza untuk banyak istirahat di rumah saja. Saya tambahkan juga dengan memberinya obat untuk menurunkan panasnya. Alhamdulillah malam minggu setelah diberi obat, badannya berkeringat dan tidurnya mulai nyenyak. Sebelumnya, saat badannya panas, kelihatan sekali kalau tidur terlihat sangat tidak nyaman, berkali kali membolak balikkan tubuhnya dan sesekali bangun.  

Hari Ahad, panasnya mulai agak reda. Tapi malamnya, suhunya kembali naik, panas dingin yang berubah-ubah seperti ini, sangat mengkhawatirkan saya. Saat ditanya suami apakah mau dibawa ke dokter, saya bersikeras untuk tidak terburu buru pergi ke dokter saat demamnya belum sampai 3 hari. Sebenarnya saya menghindari pemberian antibiotik yang terlalu sering juga. Karena pengalaman sebelumnya,  kalau dibawa ke dokter, pasti dikasih antibiotik, dan jika panasnya belum sampai 3 hari, biasanya penyakitnya belum terdeteksi.

Postingan Favorit