Sunday, January 5, 2014

Penggunaan kata ganti “KAMI” Dalam Al-Qur’an

Dalam beberapa kesempatan, ada satu atau dua orang yang bertanya pada saya mengapa dalam al-Qur’an, ada kata ganti “kami” yang ditujukan pada Allah. Mengapa Allah menggunakan kata ganti kami? Apakah berarti Allah membutuhkan pihak lain? Atau itu bermakna bahwa Allah itu lebih dari satu? Bukankah kami itu bermakna banyak, apa itu berarti bahwa al-Qur’an mengakui Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Tuhan ROh? Hal inilah yang akan kita coba ulas dalam notes kali ini.



Saat kita membaca al-Qur’an, kita sering mendapati ada 3 kata ganti untuk Allah yaitu dia (هو), saya (انا) dan kami (نحن).

Contoh ayat yang menggunakan kata ganti dia adalah :

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, (QS al-Ikhlash: 1)

Contoh ayat yang menggunakan kata ganti saya adalah :

فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى  إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى  وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى  إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي

Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. (QS Thaha: 11-14).

Contoh ayat yang menggunakan kata ganti kami adalah :

لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ 

sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
(QS at-Tiin: 4).

Untuk penggunaan kata ganti saya dan dia, mungkin tak terlalu masalah karena sesuai konteks dan sesuai penggunaannya yaitu berbentuk tunggal dan menunjukkan ke”esa”an. Yang menarik adalah saat kata ganti “kami” yang digunakan karena kata ganti ini berbentuk jamak. Mungkin kita bertanya-tanya, atau mungkin kita pernah mendengar orang mempertanyakan, “Mengapa Allah menggunakan kata ‘Kami’ yang berarti jamak atau lebih dari satu?”, bahkan mungkin ada yang mengatakan “berarti itu menunjukkan Allah lebih dari satu atau Allah membutuhkan yang lain dalam melakukan sesuatu”.

Ada 3 konteks yang dapat menjelaskan tentang penggunaan kata ganti “kami” dalam perbuatan Allah, yaitu:

A. Konteks Pertama

Bahasa Arab ialah bahasa paling sukar di dunia. Hal ini disebabkan karena dalam satu kata, bahasa arab memiliki banyak makna. Dalam tata bahasa arab, penggunaan banyak istilah dan kata itu tidak selalu bermakna zhahir dan apa adanya.

Selain kata ‘Nahnu”, ada juga kata ‘antum’ yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna `antum` adalah kalian (jamak). Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan ‘antum’ (kalian), maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan ‘anta’ (kamu/anda).

Kata ‘Nahnu` (kami) tidak selalu bermakna banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah SWT. Ini dipelajari dalam ilmu balaghah. Kata kami dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa dihayati oleh orang asing yang tidak mengerti cita rasa Bahasa Arab. Atau mungkin juga karena di dunia barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu.

Al-Quran adalah kitab yang penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi. Dalam al-Qur’an, penggunaan kata ganti jamak tapi bermakna tunggal juga digunakan.  Permasalahannya terjadi setelah al-Quran yang berbahasa Arab, dengan kekhasan tata bahasanya, diterjemahkan ke dalam bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia, yang tak sama kaidah dan struktur tata bahasanya. Akan tetapi, setelah mengetahui perbedaan tata bahasa ini, kejanggalan tersebut, mudah-mudahan segera dapat dimengerti dan dimaklumi.

Jadi, dalam konteks pertama ini, kata ganti “kami” yang mengacu pada Allah, digunakan dengan tujuan untuk mengagungkan dan membesarkan asma (nama) atau sifat-Nya, seperti dalam contoh ayat berikut ini:

ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. (QS al-Baqarah: 52)
Pada ayat tersebut, kata “Kami maafkan” menunjukkan bahwa ada unsur untuk mengagungkan sifat Allah sebagai yang Maha Pemaaf.

B. Konteks Kedua

Kata “Kami” pada konteks kedua ini, bermakna bahwa dalam mengerjakan tindakan tersebut, Allah melibatkan unsur-unsur makhluk (selain diri-Nya sendiri) atau ada proses alamiah (hukum alam) yang berlaku. Bisa juga dimaknai dalam konteks lain bahwa Allah terlalu “mulia” bila langsung turun ke bumi. Seperti halnya saat presiden melakukan sesuatu, mungkin ada yang tak perlu langsung dikerjakan sang presiden, cukup dilakukan oleh ajudannya saja atau menterinya atau wakilnya.

Contoh dalam surat at-Tiin di atas tentang penciptaan manusia, penggunaan kata ganti “kami” dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa dalam penciptaan manusia, ada keterlibatan “orang tua” sebagai perantara kelahiran manusia atau ada proses pernikahan sebagai proses alamiah yang berlaku bahwa kelahiran manusia bukan muncul begitu saja, tapi melalui proses alamiah yang logis dan rasional. Berbeda ketika berbicara tentang penciptaan jin seperti dalam ayat berikut

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(QS adz-Dzariyat: 56)

Atau seperti penciptaan Nabi Adam dalam ayat berikut:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ  فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama. (QS al-Hijr: 28-29)

Dalam kedua ayat tersebut, kata ganti yang digunakan adalah “saya” karena tidak ada keterlibatan pihak lain dalam penciptaannya dan tidak ada proses alamiah yang berlaku. Ini murni hanya Allah yang terlibat dalam perbuatannya dan kita tidak mengetahui seperti apa prosesnya.

C. Konteks Ketiga

Pada konteks ketiga ini, ayat yang menggunakan kata ganti “Kami” menunjukkan sebuah peristiwa besar yang berada di luar kemampuan jangkauan nalar manusia, seperti penciptaan bumi dan langit, penciptaan gunung dan lain-lain. Di sini, selain peristiwa itu sendiri yang bernilai besar, Allah sendiri ingin mengokohkan/memberi kesan “Kemahaan-Nya” kepada manusia, agar manusia dapat menerima/mengimani segala sesuatu yang berada di luar jangkauan nalar/rasio manusia.

Contohnya adalah ayat berikut:

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ  وَجَعَلْنَا فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. (QS al-Anbiya: 30-31).

Ada juga kata ganti “kami” dan “aku” yang digunakan secara bersamaan dalam satu ayat yaitu pada ayat:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".
(QS al-Anbiya: 25)

Pada ayat tersebut, kata ganti “Kami” digunakan saat Allah menurunkan wahyu dengan perantara Malaikat Jibril (Makna konteks kedua), sedangkan kata ganti “Aku” digunakan sebagai perintah menyembah Allah saja (sesuai makna kata ganti tunggal dan menunjukkan ke”esa”an).

Demikianlah pembahasan tentang penggunaan kata ganti “kami” yang mengacu pada perbuatan Allah. Ada 3 konteks yang dapat menjelaskan hal tersebut, yaitu pertama, menunjukkan kebesaran dan keagungan Allah; kedua, menunjukkan adanya keterlibatan pihak lain atau adanya proses alamiah yang berlaku; dan ketiga, menunjukkan adanya peristiwa besar yang berada diluar jangkauan manusia.

Wallahu a’lam bisshowab
Dari berbagai sumber.

Semoga bermanfaat.

Wassalam
Eva  Novita Ungu
Ahad, 5 Januari 2014 (yang seharusnya untuk Rabu, 25 Desember 2013)
Belajar menghayati cita rasa Bahasa Arab dalam al-Qur’an sungguh menarik …

1 comment:

  1. postingan yang sangat mencerahkan..
    kalo boleh request minta perbedaan penggunaan wahid dan ahad didalam al-qur'an... karena menurut yang saya baca dari sumber2 kristen bahwa arti kata ahad di surat al-ikhlas adalah salah satu bukan satu (satu-satunya)

    ReplyDelete

Postingan Favorit