Wednesday, October 23, 2013

Qaryah Firaun di Mesir: Napak Tilas peristiwa Masa Lalu

Jika kita berkunjung menuju sebuah negara, dan ingin melihat seluruh tempat menarik di dalam negara itu, tentu akan membutuhkan banyak waktu dan menguras banyak dana. Maka beberapa negara menyiasatinya dengan membuat sebuah tempat wisata yang merangkum seluruh tempat menarik dalam negara tersebut. Tentu saja tujuannya adalah mengenalkan budaya dan tempat-tempat menarik yang ada dalam negara tersebut. Jika di Indonesia kita mengenal Taman Mini Indonesia Indah, di Belanda kita mengenal Madurodam, maka di Mesir ada satu tempat yang menarik yaitu Qaryah Fir’aun atau Pharaonic Village alias Kampung Fir’aun.



Pada hari Senin, 17 Januari 2011 saya berkesempatan mengunjungi Kampung Fir’aun ini. Lokasi perkampungan ini berada di sebuah pulau kecil di tengah aliran sungai Nil, dan banyak ditumbuhi berbagai macam pepohanan dan tumbuhan langka lainnya. Jarak antara pusat kota Kairo ke lokasi ini sekitar 5 km. Saya mendatangi tempat ini setelah mendatangi piramida Giza yang berada tak jauh dari kampung Fir’aun. Jadi saya tiba di lokasi ini jelang siang hari, dan cuaca saat itu sangat cerah, secerah kondisi hati saya.

Kampung Fir’aun ini dibangun oleh seorang arsitek Mesir DR. Ahmad Ragab pada tahun 1977 dan mulai dibuka untuk umum sejak tahun 1984 dengan mempekerjakan sekitar 150 orang yang memakai pakaian tradisional ala zaman fir’aun. Sang arsitek juga tidak lupa menanam sebanyak kurang lebih 5000 pohon sebagai bagian penting dalam pembangunan kampung buatan itu.

Tiket yang ditawarkan untuk memasuki kampung fir’aun ada tiga kategori. Kategori pertama adalah istimewa dengan harga 203 pound (sekitar 400 ribuan) dengan fasilitas makan minum di restoran dan mengunjungi seluruh kampung fir’aun beserta museum. Paket kedua seharga 178 pound dengan meniadakan paket makan di restoran tetapi masih ada paket minumnya. Sedangkan untuk paket ketiga seharga 156 pound tiap orang (sekitar 300 ribu) yaitu hanya mengunjungi semua kawasan kampung dan beberapa museum yang ada di dalamnya, tanpa makan dan minum di restoran.

Saya memilih paket yang ketiga. Untungnya saat itu saya mendapat discount 20%, walaupun saat saya menunjukkan kamera, ternyata si kamera harus bayar juga. Jadi total yg saya habiskan untuk mengelilingi seluruh kawasan ini adalah 267 pounds atau sekitar 500 ribu lebih, karena berdua dengan teman saya, lumayan mahal tapi tak apalah karena saya tak mungkin bisa mengunjungi seluruh tempat di Mesir dalam waktu singkat, maka mengunjungi tempat ini adalah solusi yang tepat. Selama 2 jam, kami disuguhi beberapa tempat di kampung ini dengan dipandu seorang guide.

Setelah mendapat tiket, kami digiring menaiki perahu nil untuk mengitari kampung dan melihat secara langsung aktifitas orang-orang kuno pada masa fir’aun. Ada beberapa bahasa pilihan yang ditawarkan ketika hendak memasuki perahu, diantaranya bahasa arab dan bahasa inggris. Kami memilih bahasa Inggris, karena teman saya lebih menguasai bahasa Inggris.

Saat perahu berjalan, rekaman suara dari speaker memperkenalkan dengan singkat para tuhan orang-orang Mesir kuno mulai dari tuhan Oziris, Isis, Amun, Sobek, Hathor dan beberapa yang lain. Ramsis II sebagai fir’aun yang sangat terkenal juga disebutkan dan patungnya berdiri kokoh di tepian sungai nil.

Keunikan perkampungan ini, karena letaknya berada di tengah-tengah sungai Nil serta terisolasi dari kehidupan masyarakat Mesir secara umum. Warga yang tinggal di perkampungan ini, sengaja dibayar untuk (berpura-pura) menerapkan semua tradisi kehidupan yang dilakukan oleh masyarakat Mesir kuno, pada era kejayaan Fir’aun ribuan tahun yang lalu. Misalnya kita dapat menyaksikan dengan detail, bagaimana kehidupan sosial dan ekonomi di tengah masyarakat Fir’aun. Begitu juga aktifitas seorang seniman lukis, ahli bangunan, ahli mummi, ahli keramik, ahli kimia dan lain sebagainya. Kehidupan yang terjadi ribuan tahun lalu dapat kita lihat dengan jelas di kampung ini. Termasuk bagaimana mereka membuat berhala, serta ritual menyembah dewa-dewa Mesir kuno.

Hebatnya, sebagai pengunjung kita tidak perlu repot-repot berjalan kaki mengitari semua sisi kampung tersebut melalui jalan setapak. Tapi, cukup duduk manis di atas kursi empuk dalam sebuah boat kecil, yang akan membawa kita mengitari semua sisi kampung Fir’aun itu.

Di akhir perjalanan, kita akan disuguhi sebuah pertunjukan mini operet tentang peristiwa penyelamatan Nabi Musa a.s. yang dihanyutkan oleh Ibundanya ke sungai Nil dalam sebuah peti, sebagai upaya menghindari kekejaman Fir’aun yang akan membunuh semua bayi yang terlahir dari keluarga Bani Israil. Seru sekali menyaksikan adegan peristiwa ini yang saya dokumentasikan dalam foto 1.

Turun dari perahu, sebuah istana kuil yang saat ini menjadi museum terbuka terbesar dunia telah menunggu, kuil Karnak yang menjadi ma’bad khusus untuk para fir’aun. Kuil karnak ini aslinya berada di Luxor. Beberapa mumi juga dapat kita saksikan di tempat ini. Seru sekali menyaksikan beberapa peninggalan sejarah Mesir di satu tempat. Maka jika berkunjung ke Mesir, jangan lupa mampir ke tempat ini. Sebenarnya, kampung fir’aun yang asli ada di madinat Thiba (Thebes atau Luxor). Tapi kita dapat menyaksikannya tiruannya di Kairo yaitu di kampung Fir’aun. Kawasan Kampung Fir"aun, memang khusus dikemas secara unik dan spesial. Sehingga menimbulkan daya tarik luar biasa bagi wisatawan manca negara untuk berkunjung ke tempat itu. Di foto 2, bisa kita saksikan map atau peta kampung Fir'aun ini.

Kampung Fir’aun dikelola secara profesional oleh sebuah perusahaan swasta nasional Mesir, di bawah bendera Dr. Ragab Papyrus Academy. Yaitu sebuah perusahaan yang sangat intens bergerak dalam mempromosikan obyek wisata negeri piramida itu ke seluruh penjuru dunia. Sebagai negara yang banyak memiliki peninggalan sejarah, Mesir mendapatkan pemasukan devisa negara yang sangat besar dari sektor ini.

Sekilas tentang pendiri tempat ini yaitu DR Ahmad Ragab yang lahir pada tanggal 14 Mei 1911 di Kairo ini, lulus sarjana dari Fakultas Teknik Universitas Kairo tahun 1933, dan pernah mengenyam pendidikan Diploma de l' Ecole Superieure d' Electricite de Paris pada tahun 1934. Lalu meraih gelar M.Sc. Ilmu Militer pada tahun 1943 dan puncaknya meraih gelar Ph.D. di Institut National Polytechnique de Grenoble pada tahun 1979. Foto  saya bersama sang arsitek ini bisa dilihat di foto 3.

Sang arsitek ini memiliki banyak riwayat karier militer seperti menjadi Kapten dalam Corps of Engineers - Tentara Mesir, Direktur Departemen Survei Angkatan Darat, Kolonel Militer Atase - Kedutaan Besar Mesir di Washington, Direktur Jenderal dan Pendiri Departemen Penelitian & Pengembangan Angkatan Bersenjata Mesir dll. Pada tahun 1965, sang arsitek untuk pertama kalinya menemukan kembali rahasia papirus pembuatan dan mendirikan Papyrus Institute pada tahun 1966. Beliau juga menulis lebih dari 30 karya penelitian dan buku-buku ilmiah, serta dianugerahi banyak penghargaan.

Mengakhiri perjalanan di kampung Fir’aun ini, saya dan teman, sempat berkenalan dengan beberapa turis yang sepertinya berasal dari Pakistan. Lumayan ganteng-ganteng hehe, fotonya bisa dilihat di foto 4. Sempat mengobrol cas cis cus dengan bahasa Inggris, campur dikit dengan bahasa Arab, cukup memberi warna indah dalam perjalanan singkat ke kampung Fir’aun ini. Semoga suatu saat saya dapat mengunjungi Mesir lagi, terutama ke Luxor nya, bersama keluarga saya. Amiin.

Semoga bermanfaat.


Wassalam
Eva  Novita Ungu
Rabu, 23 Oktober 2013 (yang seharusnya untuk hari Rabu, 9 Oktober 2013)
Mengenang kembali saat-saat ke Mesir di tahun 2011, mengalami saat2 mencekam  jelang tumbangnya Mubarak …


1 comment:

  1. Salah satu negara impian untuk kami kunjungi, Va. Moga2 ada rizki-nya nanti. In shaa Allah. ira

    ReplyDelete

Postingan Favorit