Friday, October 25, 2013

Berdoa ataukah Menyuruh Tuhan?

Judul Buku                   : Berdoa ataukah Menyuruh Tuhan?
Penulis                          : Agus Mustofa
Penerbit                        : PADMA Press, Surabaya
TahunTerbit                  : 2009
Jumlah Halaman           : 263

Yang menjadi latar belakang penulisan buku ini adalah adanya fenomena salah kaprah dalam praktek berdoa di kalangan umat Islam. Menurut sang penulis, banyak umat Islam yang tidak lagi berdoa kepada Allah – Tuhannya, melainkan sekedar membaca mantera-mantera: kalimat-kalimat doa yang tidak dimengertinya. Banyak orang berdoa salah kaprah. Menjadikan doa sebagai ladang bisnis, meskipun mereka menyebutnya sebagai bisnis akhirat. Buku ini berusaha mendudukkan kembali fungsi doa yang sudah mengalami distorsi demikian jauh.



Buku ini terdiri dari 3 bab yaitu Bab 1 mengupas tuntas tentang Salah Kaprah Berdoa; Bab 2 mengulas tentang inti buku ini, Berdoa ataukah Menyuruh Tuhan? dan bab terakhir tentang Lima Tingkatan Doa.

Bab 1 menjelaskan tentang fenomena salah kaprah dalam berdoa di kalangan masyarakat kita, seperti berdoa panjang seperti membaca mantera tapi tak faham artinya, berhutang untuk membayar “perantara” dalam berdoa, mendoakan lewat media air, berpuasa agar lulus ujian atau doa yang membosankan. Tentang doa yang membosankan ini, sang penulis mengulas pertanyaan dari seorang kawannya yang ingin tahu tentang alasan mengapa kadang kita sering bosan dalam berdoa. Sang penulis menjawab bahwa ada 4 kemungkinan mengapa kita sering bosan dalam berdoa, pertama, seringkali doa kita hanya hafalan semata, tanpa mengerti isi doa itu; kedua, kebosanan dalam berdoa juga disebabkan oleh perasaan yang “tidak , membutuhkan” ketika berdoa. Misalnya membaca doa karena sekedar ikut-ikutan saat doa berjamaah, bisa juga karena isi doa tidak sesuai dengan apa yang diminta; ketiga, redaksi kalimat yang sama, isi doa yang sama, suasana hati yang sama, juga bisa menyulut kebosanan; dan keempat, doa juga bisa terasa membosankan ketika seseorang merasa doanya tidak segera terkabul.

Bab 2 membahas tentang inti dari isi buku ini yaitu tentang perbedaan meminta (berdoa) dengan menyuruh. Bagaimana penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tentang adab berdoa juga dijelaskan dalam bab ini. Berbagai contoh dari kisah Nabi dan Rasul terkait dengan doa ini, juga disajikan secara menarik dalam bab ini. Silakan baca buku ini jika masih penasaran …

Bab 3 mengulas tentang 5 tingkatan doa yaitu berdoa yang seolah-olah berdagang dengan Allah, doa yang mengiba atau menuhankan Allah, doa meminta yang terbaik, doa dengan cara bersyukur atas segala karunia Allah Swt dan terakhir berbuat seperti Allah atau menjadi “karyawan”-Nya. Adapun dalil dan penjelasan dari setiap 5 tingkatan doa ini, bisa dibaca secara lebih lengkap pada bab 3.

Sang Penulis bernama lengkap Agus Mustofa, lahir di Malang, 16 Agustus 1963. Ayahnya adalah seorang guru tarekat yang intens dan pernah duduk dalam Dewan Pembina Partai Tarekat Islam Indonesia, pada zaman Bung Karno. Agus adalah Sarjana Teknik Nuklir UGM Jogjakarta. Selama kuliah, ia banyak bersinggungan dengan ilmuwan-ilmuwan Islam yang berpemikiran modern seperti Prof. Ahmad Baiquni dan Ir. Sahirul Alim, M. Sc yang menjadi dosennya. Perpaduan antara ilmu tasawuf dan sains itulah yang menghasilkan tipikal pemikiran yang unik pada dirinya, yang disebutnya sebagai “Tasawuf Modern”: Pendekatan Tasawuf dalam kekinian. Pernah menjadi wartawan di Jawa Pos sejak tahun 1990, dan pernah menjadi General Manager di media televise lokal milik Jawa Pos, untuk kemudian mengundurkan diri dan sekarang memfokuskan diri untuk menulis buku serial Tasawuf Modern setiap 3 bulan sekali. Karya-karyanya yang sudah terbit, diantaranya, Indonesia Butuh Nukir?; Ternyata Akhirat Tidak Kekal; Terpesona di Sidratul Muntaha, Pusaran Energi Ka’bah, Mengubah Takdir, Ternyata Adam Dilahirkan, dll.

Buku ini menarik karena menjelaskan filosofi berdoa dan menggambarkan fenomena di masyarakat kita terkait dengan berdoa yang salah kaprah. Menurut sang penulis, kesuksesan kita di masa depan sangat terkait dengan doa-doa kita sekarang. Doa yang salah kaprah akan menjadikan kita menjadi seperti isi doa itu, dan hidup kita di masa depan menjadi salah kaprah juga. Diri kita di masa depan adalah doa-doa kita di masa sekarang. Jadi kita harus memastikan bahwa kita berdoa dengan cara yang benar dan isinya tepat serta kita fahami betul apa yang kita minta.
Selamat Berdoa.


Semoga bermanfaat.


Wassalam
Eva  Novita Ungu
Jum’at, 25 Oktober 2013 (yang seharusnya untuk hari Rabu, 16 Oktober 2013)
Merekonstruksi kembali pemahaman diri tentang berdoa …

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit