Wednesday, July 17, 2013

Kudus Part 2 : Mengunjungi Masjid Agung Demak

Setelah acara ngunduh mantu selesai di kota Kudus di hari Kamis tanggal 6 Juni 2013, maka di sore harinya, kami (saya, suami dan keluarga saya dari Tasik dan Tangerang) menghabiskan waktu dengan jalan-jalan. Kali ini tujuan kami adalah Masjid Agung Demak. Kami berniat untuk shalat magrib disana, maka kami pun berangkat kurang lebih pukul 16.30. Hari ini, adalah hari terakhir keluarga saya berada di Kudus, karena besok (Jumat) akan kembali menuju Tasik dan Tangerang.


Sebelum membahas lebih jauh tentang Masjid Agung Demak, masih ada yang menarik tentang Kudus. Saat saya berkeliling kota Kudus dengan suami, di beberapa tempat, banyak anak kecil yang menghabiskan waktu dengan berlatih hadhrah atau shalawat-an. Ternyata di Kudus, nuansa keislaman masih sangat kental. Buktinya  saat seorang anak dapat tampil bersama grup hadhrah atau shalawat nya, itu merupakan kebanggaan tersendiri, baik buat si anak maupun buat keluarganya. Jadi segala kontes nyanyi, atau selebritis sepertinya masih belum laku dijual di Kudus. Semoga, segala perkembangan “symbol kemodernan” seperti mall, televisi dll tidak membuat budaya keislaman di Kudus menjadi luntur. Karena di Tasik yang katanya kota santri, sudah mulai memudar faktor kebanggaan anak dan orangtua. Yang tadinya bangga dengan symbol keislaman, sekarang perlahan-lahan anak dan remaja nya sibuk dengan mengikuti budaya“modern” yang ada di televisi.

Bukti lain tentang nuansa keislaman di Kudus adalah adanya kampus yang diberi nama-nama Islam, walaupun sekaliber universitas (yang terdiri dari beberapa jurusan “umum”) seperti Universitas Muria Kudus. Selain itu, menurut Wikipedia, ada 5 Perguruan Tinggi lain yaitu STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Kudus, STIKES Cendekia Utama, STIKES Muhammadiyah dan 2 Akbid. Ternyata, masih banyak masyarakat yang tertarik dengan jurusan keislaman, contohnya saja di keluarga suami, dari 4 bersaudara, mas dan 2 adiknya kuliah di jurusan tentang keislaman. Ini memang membuat saya tercengang karena biasanya di kota lain, makin sedikit orang tua dan mungkin anaknya sendiri yang berminat untuk kuliah di jurusan keislaman.

Sekarang, mari kita lebih jauh mengenal sejarah masjid agung Demak.

SEJARAH MASJID DEMAK

Menurut legenda, masjid ini didirikan oleh Wali Songo secara bersama-sama dalam tempo satu malam. Babad Demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477) yang ditandai oleh candra sengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi”, sedang pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun 1479. Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor), sultan Demak ke-2 (1518-1521) pada tahun 1520.
Masjid yang dicalonkan untukmenjadi SitusWarisan Dunia UNESCO pada tahun 1995 ini, berlokasi di pusat kota Demak, berjarak + 26 km dari Kota Semarang, + 25 km dari Kabupaten Kudus, dan + 35 km dari Kabupaten Jepara.

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di kompleks ini jugaterdapat MuseumMasjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat Masjid Agung Demak.
Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah.

KEISTIMEWAAN MASJID AGUNG DEMAK

Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat mempercayai masjid ini sebagai tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan Kesultanan Demak Bintoro.

Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada tahun 1466. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477, masjid ini dibangun kembali sebagai masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478, ketika Raden Patah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan tiga trap. Raden Fatah bersama Walisongo memimpin proses pembangunan masjid ini dengan dibantu masyarakat sekitar. Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali menggarap soko guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru dibagian barat laut; Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat sokoguru di sebelah barat daya.

Masjid yang memiliki luas 31 x 31 m2 ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadha-qadar-Nya.

Masjid Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas. Secara umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya, yaitu suatu bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan alun-alun yang berada di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah selatan Masjid Agung dan alun-alun.

Saat kami berkunjung kesana, cuaca sangat cerah, dan karena adzan magrib belum berkumandang, maka kami berpose dulu sambil berjalan-jalan di sekitar kompleks masjid. Tak lama kemudian, adzan magrib pun berkumandang. Setelah kami menunaikan shalat magrib di masjid Agung Demak ini, kami pun menyempatkan berziarah ke makam wali dan raja yang ada di sekitar kompleks masjid. Saat mendekati makamnya, banyak sekali tulisan yang ditempel di sekitar makam ini, yang menurut suami, itu adalah qashidah ketika ziarah ke makam wali. Diharapkan tulisan ini turut membantu pengunjung agar tidak melakukan praktek-praktek syirik. Berikut adalah kalimat qasidah nya:

سَلاَمُ اللهِ وَالَّرحْمَةِ عَلَيْكُمْيَا وَلِيَ الله}
{اَتَيْنَاكُمْ وَزُرْنَاكُمْ وَقَفْنَايَاوَلِيَ الله}
{سَعِدْنَا اِذْلَقَيْنَاكُمْ قَصَدْنَايَاوَلِيَ الله}
{تَوَسَّلْنَا بِكُمْ لِلّه اَجِيْبُوْايَاوَلِيَ الله}
{رَجُوْنَا مِنْ مَزَايَاكُمْ لِتَدْعُوْايَاوَلِيَ الله}
{اِلَى الَّرحْمَنِ مَايُرَامْلَدَينَْايَاوَلِيَ الله}
{طَلَبْنَاوُسْعَةَ اِّلرزْقِ حَلاَلاًيَا وَلِيَ الله}
{وَحَجَّ اْلبَيْتِ فِى اْلحَرَاممِرَارًا يَاوَلي الله}
{وَحُسْنًا فِي اخْتِتَامِنَا كِرَامًايَاوَلِي الله}
{عَسى نُرْضَى عَسى نُحْظَى بِقُرْبٍيَاوَلِي الله}
{وَصَلَّى سَلَّمَ عَلَى مُحَمَّدْيَاوَلِي الله}
{وَحَمْدًالِلْمُهَيْمِنِ وَشُكْرًايَاوَلِي الله}


Semoga bermanfaat.

Wassalam
Eva Novita Ungu
Rabu, 17 Juli 2013 (yang seharusnyauntuk hari Rabu, 10 Juli 2013)
“ternyatamasih harus banyak belajar dari para wali songo yang sudah berjuang menyebarkanIslam di Indonesia”

3 comments:

  1. Sangat menarik sejarah masjidnya. Mana fotonya, Va? ira

    ReplyDelete
  2. Universitas Muria Kudus itu kampusku mbak :)
    Salam kenal.

    ReplyDelete
  3. iya mba ira, masih belum lihai nich memasukkan foto di blog hehe
    mba ika, salam kenal... oh ya? ade ipar saya lulusan situ mba

    ReplyDelete

Postingan Favorit