Friday, July 26, 2013

AL-‘UDUUL (PENYIMPANGAN) BAHASA ARAB DALAM AL-QUR’AN YANG BERNILAI SASTRA TINGGI



Susunan ayat-ayat al-Qur’an selalu menarik untuk dikaji dan digali maknanya. Bahasa Arab yang digunakan dalam al-Qur’an sebenarnya sederhana, tapi saat turun di jazirah Arab sana, yang saat itu sedang marak dengan para ahli bahasa Arab serta penyair, ternyata kemunculan al-Qur’an mengundang decak kagum, karena walaupun sederhana kata-katanya, tapi ternyata makna dan nilai sastranya sangat tinggi. Terbukti para ahli bahasa Arab, termasuk para penyair saat itu, tak sanggup memenuhi tantangan al-Qur’an, bahkan hanya untuk membuat satu ayat saja, mereka tak sanggup.


Hal inilah yang menarik untuk dikaji, ada apa dengan bahasa Arab yang digunakan dalam al-Qur’an? Sebenarnya ada beberapa struktur dalam ayat al-Qur’an, yang keluar dari tata bahasa Arab yang berlaku saat itu, alih-alih itu bersifat menyimpang, ternyata saat dikaji, mengandung mujizat sastrawi yang tinggi.

Struktur bahasa Arab al-Qur’an yang keluar dari tata bahasa Arab yang berlaku saat itu, disebut deviasi. Istilah Arabnya adalah ‘uduul (penyimpangan). Disebut menyimpang karena kalimat yang digunakan berbeda dengan tata bahasa Arab yang berlaku dan dikenal saat itu. Beberapa contoh ‘uduul diantaranya adalah iltifat (yang sudah dibahas di notes saya sebelum2nya) dan penyimpangan penggunaan kata kerja. Kali ini kita akan membahas tentang penyimpangan dalam penggunaan kata kerja (fi’il).

Jika kita mengenal istilah fi’il madhi (past tense), maka pemahaman kita adalah bahwa kata kerja yang terdapat pada kalimat itu, pastilah mengacu pada pekerjaan yang sudah dilakukan di masa lalu, begitu pula dengan fi’il mudhari’ (present tense), pastilah yang ada di benak kita bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah di masa sekarang atau masa depan. Ternyata, al-Qur’an mendobrak pemahaman itu. Ada beberapa ayat al-Qur’an yang menggunakan fi’il mudhari (present tense), padahal yang dimaksud adalah peristiwa yang belum terjadi.

Hal ini terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 1 :

 أَتَىأَمْرُ اللَّهِ فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.

Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah أَتَى  (telah datang) yang berbentuk fi’il madhi (past tense), padahal ayat tersebut berbicara tentang hari kiamat yang belum terjadi. Seharusnya fi’il yang digunakan untuk peristiwa dimasa depan adalah menggunakan fiil mudhari (يأتي). Ternyata menurut para ahli ilmu balaghah, hal ini termasuk kategori ‘uduul (penyimpangan), tapi bernilai sastra tinggi. Kata kerja bentuk lampau yang digunakan untuk peristiwa di masa yang akan datang adalah bertujuan meyakinkan mukhathab (lawan bicara) akan terjadinya sesuatu yang dianggap besar, yang membuat mukhathab ragu-ragu terhadap kebenaran terjadinya. Atau bisa juga, karena peristiwa kiamat itu pasti terjadi, maka seolah-olah peristiwa itu sudah terjadi.

Contoh lain adalah di surat AZ-ZUMAR : 65

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَىالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَوَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu (telah) mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.

Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah أَشْرَكْتَ (kamu telah mempersekutukan) yang berbentuk fi’il madhi (past tense), padahal ayat tersebut berbicara tentang pengandaian jika kita akan mempersekutukan Allah, maka amal kita akan terhapus. Seharusnya fi’il yang digunakan untuk peristiwa dimasa depan adalah menggunakan fiil mudhari (تُشْرِكُ).Ternyata menurut para ahli ilmu balaghah, hal ini termasuk kategori ‘uduul (penyimpangan), tapi bernilai sastra tinggi. Kata kerja bentuk lampau yang digunakan untuk peristiwa di masa yang akan datang bisa juga bertujuan untuk menyindir. Seolah-olah ayat itu menyindir orang-orang musyrik bahwa mereka sesungguhnya sudah terhapus amalnya.

Bentuk ‘udul  lainnya adalahmenggunakan fi’il mudhari’ (present tense) untuk peristiwa di masa lampau. Contohnya adalah di surat FAATHIR: 9

وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًافَسُقْنَاهُ إِلَى بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاكَذَلِكَ النُّشُورُ

Dan Allah, Dialah Yang (telah) mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.

Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah تُثِيرُ (menggerakkan) yang berbentuk fi’il mudhari’ (present tense), padahal ayat tersebut berbicara tentang peristiwa di masa lampau. Hal ini dapat diketahui dari penggunaan kata kerja sebelumnyayang menggunakan bentuk lampau yaitu أَرْسَلَ (telah mengirimkan). Seharusnya fi’il yang digunakan untuk peristiwa masa lampau adalah menggunakan fiil madhi (أثارت). Ternyata menurut para ahli ilmu balaghah, hal ini termasuk kategori ‘uduul (penyimpangan), tapi bernilai sastra tinggi. Yaitu bermakna mendeskripsikan suatu kondisi di masa lampau dengan menghadirkan gambaran yang asing dalam khayalan atau untuk menyamarkan suatu peristiwa dengan menghadirkan deskripsinya dalam benak pendengar dengan menggunakan kata kerja bentuk masa kini, seolah-olah peristiwa itu masihberlangsung.
                          

Contoh lain adalah disurat AL-HUJURAT : 7

وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْفِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُالإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَوَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
                      
Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah  يُطِيعُ  (Kalau ia menuruti (kemauan) yang berbentuk fi’il mudhari’ (present tense), padahal ayat tersebut berbicara tentang peristiwa di masa lampau. Hal ini dapat diketahui dari konteks ayat tersebut yang berbicara tentang Rasulullah. Seharusnya fi’il yang digunakan untuk peristiwa masa lampau adalah menggunakan fiil madhi (أطاع). Ternyata menurut para ahli ilmu balaghah, hal ini termasuk kategori ‘uduul (penyimpangan), tapi bernilai sastra tinggi. Dalam struktur kalimat bahasa Arab, setelah   لَوْ seharusnya kata kerja yang digunakan adalah kata kerja bentuk lampau. Tapi ayat ini menggunakan kata kerja bentuk masa kini dengan tujuan untuk memberi kesan bahwa peristiwa tentang Rasulullah di masa lalu itu seolah-olah masih berlangsung hingga sekarang.

Demikianlah keindahan bahasa Arab dalam al-Qur’an.

Wallahu’alam. Semoga Bermanfaat

Wassalam
Eva Novita Ungu
Jumat, 26 Juli 2013 (yang seharusnya untuk hari Rabu, 24 Juli 2013)
Mari mengagumi bahasa Arab, yang semakin tergeser dengan bahasa asing lainnya ...

1 comment:

  1. assalamualaikum,,,terima kasih atas ilmu yang di berikan,,,moga senantiasa sehat,,,kalau bisa minta tolong share yang ada rujukan nya atau reperensinya bapak ibuk saya ingin mempelajarinya lebih dalam,,,terima kasih

    ReplyDelete

Postingan Favorit