Saturday, April 25, 2020

HARI 2 : BALAGHAH SEBAGAI KEMUJIZATAN TEKS AL-QUR’AN


Saat kita membaca Al-Qur’an yang berbahasa Arab, sebagian dari kita mungkin tidak mengerti isinya, sebagian lainnya membaca terjemah untuk memahami isinya dan bagi yang sudah bisa berbahasa Arab, akan terasa bahwa bahasa Arab dalam Al-Qur’an itu indah, mudah dan menarik. Indah karena susunan kalimatnya luar biasa, sehingga membuat para ahli bahasa Arab berdecak kagum, mudah karena kata-katanya sederhana tapi mengandung makna yang berlapis lapis, menarik karena kadang sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku, seringkali juga malah menyimpang dari tata bahasa baku tapi tetap bermakna.

Hal lain yang merupakan keunikan Al-Qur’an yang membuatnya berbeda dengan yang lain adalah bahwa ia tidak pernah usang meski sering diulang-ulang dan tidak membosankan meski sering dibaca oleh jutaan orang.(Al Quran yang Menakjubkan, Prof DR. Issa, hal, 272) Padahal jika saya membaca novel, sekali baca biasanya cukup dan tidak mau mengulanginya lagi, tapi berbeda dengan Al-Qur’an, puluhan kali kita khatam membacanya, ada kerinduan lagi untuk membacanya lagi dan lagi. Apa yang membuatnya menarik? Ternyata faktor bahasa Arab yang ada dalam Al-Qur’an lah yang menjadikannya indah dan membuat para ahli bahasa tak henti mengkajinya hingga saat ini. Hingga lahirlah berbagai ilmu, diantaranya ilmu balaghah.

Secara bahasa, arti balaghah adalah sampai, contohnya kalimat بلغ فلان مراده

Artinya: telah sampai cita-cita/maksud Fulan

Secara istilah, Balaghah adalah ilmu yang mengkaji bagaimana menggunakan bahasa secara efektif, sehingga pembicaraan pihak pertama (متكلم) mudah difahami oleh pihak kedua (مخاطب), tidak menimbulkan salah paham, tidak menyinggung perasaan, melainkan terasa santun, menarik bahkan dapat menimbulkan rasa keindahan, sehingga pembicaraan (كلام) tersebut memperoleh respon positif berupa perkataan atau perbuatan dari pihak kedua, sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak pertama. (Balaghah untuk Semua, Prof. Hidayat, halaman 1)

Friday, April 24, 2020

HARI 1 : (SEBAGIAN) KEMUJIZATAN FONOLOGI AL-QUR’AN



Fonologi adalah ilmu bunyi yang fungsional atau bidang linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Fonologi ini memiliki efek terhadap keserasian yaitu keserasian dalam tata bunyi Al-Qur’an. Keserasian ini berupa harakat (tanda baca, a, i, u), sukun  (tanda baca, “mati”), madd (tanda baca bunyi panjang), ghunnah (dengung) sehingga asyik untuk didengar dan diresapkan. Keserasian ini akan dirasakan saat kita membaca Al-Qur’an, surat apapun, baik kita mengerti bahasa Arab atau tidak, kita akan bisa merasakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an itu indah saat dibacakan.

Tidak ada satupun kitab atau buku yang ada di dunia ini yang mengulas ruang lingkup suatu kajian, sama seperti bobot kajian yang telah dilakukan oleh al-Qur’an. Kendati kajian al-Qur’an sangat dalam dan luas, al-Qur’an masih terus memotivasi para peneliti untuk bangkit dalam menambah pembahasan mereka seputar isu-isu kajian al-Qur’an yang panjang membentang dan tidak akan habis meskipun terus diselami.

Ada 3 istilah terkait bunyi yaitu fonologi, fonemik dan fonetik. Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa, sedangkan fonemik dan fonetik adalah bagian dari fonologi. Fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Sementara fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.

Pengaruh fonetik Alquran dalam konsistensi fonetik bahasa Arab

Bahasa Arab dan Al Qur’an sangat terkait satu sama lain. Al-Qur’an sangat berpengaruh terhadap keberadaan bahasa Arab. Banyak bahasa yang telah punah, seiring dengan menghilangnya penuturnya, tapi bahasa Arab masih dipelajari saat ini, salah satu sebabnya karena ada Al-Qur’an di tengah-tengah kita. Banyak masyarakat berbondong bondong ingin mempelajari bahasa Arab karena ingin mendalami makna Al-Qur’an. Pengaruh lain diantaranya adalah

Monday, April 20, 2020

Mencari Hikmah Covid-19


Seluruh negara di dunia selama beberapa bulan terakhir ini sedang berjuang bersama menghadapi virus Corona. Virus corona disebut juga COVID 19 (COrona VIrus Disease/penyakit) tahun 2019, karena pertama kali ditemukan di Wuhan Cina pada tanggal 17 November 2019, ada juga yang menyebutkan di bulan Desember 2019. Bahkan penelitian terbaru yang dipimpin ahli genetika dari Universitas Cambridge di Inggris, Peter Foster, mengungkapkan bahwa wabah corona sudah terjadi sebelum pertengahan September 2019, dan lokasi pertama ditemukannya virus ini juga bukan di Wuhan Cina, bisa saja di Amerika atau tempat lain, lokasi tepatnya dimana masih dalam tahap penelitian.

Siapakah penemu virus corona?

Virus corona pertama kali ditemukan oleh seorang perempuan bernama June Almeida yang lahir pada tahun 1930 di June Hart, dibesarkan di rumah petak dekat Alexandra Park di timur laut Slasgow. Almeida adalah putri seorang bis asal Skotlandia yang meninggalkan bangku sekolah pada usia 16 tahun tetapi mendapat pekerjaan sebagai teknisi laboratorium histopatologi di Glasgow Royal Infirmary. Kemudian ia pindah ke London untuk melanjutkan karirnya dan menikah dengan Enriques Almeida, seorang seniman Venezuela, pada tahun 1954.

Setelah memiliki seorang putri, mereka pindah ke Toronto di Kanada dan menurut penulis medis, George Winter, di Ontario Cancer Institute lah, ia mengembangkan keterampilannya yang luar biasa dengan mikroskop elektron. Ia menjadi pelopor metode yang memvisualisasikan virus dengan lebih baik dengan menggunakan antibodi untuk menggabungkannya. Bakatnya diakui di Inggris dan ia dibujuk kembali pada tahun 1964 untuk bekerja di sekolah medis Rumah Sakit St Thomas di London, rumah sakit yang merupakan tempat merawat perdana menteri Boris Johnson ketika menderita Covid 19. Saat kembali ke rumah sakit tersebut, ia mulai bekerja sama dengan Dr David Tyrrell, yang menjalankan penelitian di unit flu biasa di Salisbury di Wiltshire.

Postingan Favorit