Friday, April 24, 2020

HARI 1 : (SEBAGIAN) KEMUJIZATAN FONOLOGI AL-QUR’AN



Fonologi adalah ilmu bunyi yang fungsional atau bidang linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Fonologi ini memiliki efek terhadap keserasian yaitu keserasian dalam tata bunyi Al-Qur’an. Keserasian ini berupa harakat (tanda baca, a, i, u), sukun  (tanda baca, “mati”), madd (tanda baca bunyi panjang), ghunnah (dengung) sehingga asyik untuk didengar dan diresapkan. Keserasian ini akan dirasakan saat kita membaca Al-Qur’an, surat apapun, baik kita mengerti bahasa Arab atau tidak, kita akan bisa merasakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an itu indah saat dibacakan.

Tidak ada satupun kitab atau buku yang ada di dunia ini yang mengulas ruang lingkup suatu kajian, sama seperti bobot kajian yang telah dilakukan oleh al-Qur’an. Kendati kajian al-Qur’an sangat dalam dan luas, al-Qur’an masih terus memotivasi para peneliti untuk bangkit dalam menambah pembahasan mereka seputar isu-isu kajian al-Qur’an yang panjang membentang dan tidak akan habis meskipun terus diselami.

Ada 3 istilah terkait bunyi yaitu fonologi, fonemik dan fonetik. Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa, sedangkan fonemik dan fonetik adalah bagian dari fonologi. Fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Sementara fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.

Pengaruh fonetik Alquran dalam konsistensi fonetik bahasa Arab

Bahasa Arab dan Al Qur’an sangat terkait satu sama lain. Al-Qur’an sangat berpengaruh terhadap keberadaan bahasa Arab. Banyak bahasa yang telah punah, seiring dengan menghilangnya penuturnya, tapi bahasa Arab masih dipelajari saat ini, salah satu sebabnya karena ada Al-Qur’an di tengah-tengah kita. Banyak masyarakat berbondong bondong ingin mempelajari bahasa Arab karena ingin mendalami makna Al-Qur’an. Pengaruh lain diantaranya adalah

Monday, April 20, 2020

Mencari Hikmah Covid-19


Seluruh negara di dunia selama beberapa bulan terakhir ini sedang berjuang bersama menghadapi virus Corona. Virus corona disebut juga COVID 19 (COrona VIrus Disease/penyakit) tahun 2019, karena pertama kali ditemukan di Wuhan Cina pada tanggal 17 November 2019, ada juga yang menyebutkan di bulan Desember 2019. Bahkan penelitian terbaru yang dipimpin ahli genetika dari Universitas Cambridge di Inggris, Peter Foster, mengungkapkan bahwa wabah corona sudah terjadi sebelum pertengahan September 2019, dan lokasi pertama ditemukannya virus ini juga bukan di Wuhan Cina, bisa saja di Amerika atau tempat lain, lokasi tepatnya dimana masih dalam tahap penelitian.

Siapakah penemu virus corona?

Virus corona pertama kali ditemukan oleh seorang perempuan bernama June Almeida yang lahir pada tahun 1930 di June Hart, dibesarkan di rumah petak dekat Alexandra Park di timur laut Slasgow. Almeida adalah putri seorang bis asal Skotlandia yang meninggalkan bangku sekolah pada usia 16 tahun tetapi mendapat pekerjaan sebagai teknisi laboratorium histopatologi di Glasgow Royal Infirmary. Kemudian ia pindah ke London untuk melanjutkan karirnya dan menikah dengan Enriques Almeida, seorang seniman Venezuela, pada tahun 1954.

Setelah memiliki seorang putri, mereka pindah ke Toronto di Kanada dan menurut penulis medis, George Winter, di Ontario Cancer Institute lah, ia mengembangkan keterampilannya yang luar biasa dengan mikroskop elektron. Ia menjadi pelopor metode yang memvisualisasikan virus dengan lebih baik dengan menggunakan antibodi untuk menggabungkannya. Bakatnya diakui di Inggris dan ia dibujuk kembali pada tahun 1964 untuk bekerja di sekolah medis Rumah Sakit St Thomas di London, rumah sakit yang merupakan tempat merawat perdana menteri Boris Johnson ketika menderita Covid 19. Saat kembali ke rumah sakit tersebut, ia mulai bekerja sama dengan Dr David Tyrrell, yang menjalankan penelitian di unit flu biasa di Salisbury di Wiltshire.

Thursday, March 5, 2020

EMPAT KISAH MENARIK TENTANG MUSLIM DAN MUMIN


Saya mengutip seluruh tulisan ini dari pengantar Buku berjudul “MINHAJ: Berislam dari Ritual hingga Intelektual” karya Hamid Fahmy Zarkasyi” agar tidak mengurangi esensi maknanya. Berikut isi pendahuluan buku ini yang sangat menarik ...

 

Ada 4 kisah menarik dalam perjalanan keberagamaan umat Islam yang perlu mendapat perhatian, kepedulian, keprihatinan dan sekaligus jawaban para pakar. Empat kisah tersebut terjadi di 4 tempat yang berbda dan pada waktu yang berbeda pula, tapi bermuara pada suatu masalah yang sama.

Kisah pertama terjadi pada tahun 1884 ketika Syaikh Muhammad Abduh berkesempatan mengunjungi Kota Paris Perancis. Pada waktu itu Paris telah menjadi kota yang teratus rapi, indah dan bersih. Penduduknya memiliki etos kerja tinggi alias pekerja keras, ramah terhadap tamu, bersahabat dan negaranya berkembang maju, bersih dan teratur.

Dari kunjungan ke Paris, Muhammad Abduh berkesimpulan atas performa kota itu dan membandingkannya dengan di Arab:

رأيتُ الإسلام ولم ارَ مسلما ورأيتُ المسلكين في العرب ولم ار إسلاما

“ Aku melihat Islam –di paris- tapi aku tidak melihat Muslim, dan aku melihat Muslim di Arab tapi tak melihat Islam.” 

Apa yang dimaksud oleh Muhammad sederhana, tapi di balik itu terdapat masalah kompleks. Nampaknya, Abduh melihat bahwa amalan-amalan yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam justru dilaksanakan oleh masyarakat Barat. Orang-orang Barat, misalnya, benar-benar menjaga kebersihan kotanya. Sementara, orang-orang Islam di negara-negara Islam pada waktu itu masih jorok dan tidak menjaga kebersihan, padahal kebersihan adalah sebagian dari Iman.

Contoh lain, orang-orang Barat adalah pekerja keras karena etos kerjanya tinggi. Sementara, etos kerja Muslim di negara-negara Islam rendah. Padahal, dalam Islam, -misalnya- derajat profesi saudagar yang jujur sangat tinggi serta orang Muslim yang kaya dan kuat lebih disukai daripada yang lemah dan miskin.

Postingan Favorit