Friday, May 18, 2018

Al Zayyan Hari 2 : ASAL USUL KATA RAMADHAN



Kita seringkali mendengar kata Ramadhan, tapi arti kata Ramadhan secara bahasa dan istilah tak banyak kita fahami. Sejarah nama Ramadhan ini seru sekali untuk dikaji karena ternyata banyak sekali teori yang mengupas tentang asal mula kata Ramadhan ini.

Setidaknya ada 5 pendapat yang menjelaskan tentang asal usul nama kata Ramadhan yaitu:

     1.      Menurut beberapa ahli bahasa yang dirangkum An Nawawi dalam kitabnya “Tahdzib al Asma wa al-Lughat”, kata Ramadhan diambil dari kata ar-Ramd ( الرمض) yang artinya panasnya batu karena terkena terik matahari. Bulan ini dinamakan Ramadhan, karena kewajiban puasa di bulan ini bertepatan dengan musim panas yang sangat terik (saat itu). Pendapat ini disampaikan oleh al-Ashma’i – ulama ahli bahasa dan syair arab – (w. 216 H), dari Abu Amr.
      2.      Kata Ramadhan berasal dari kata ar-Ramidh ( الرميض), yang artinya awan atau hujan yang turun di akhir musim panas, memasuki musim gugur. Hujan ini disebut ar-Ramidh karena melunturkan  pengaruh panasnya matahari. Bulan ini disebut Ramadhan, karena membersihkan badan dari berbagai dosa. Ini adalah pendapat al-Kholil bin Ahmad al-Farahidi – ulama tabiin ahli bahasa, peletak ilmu arudh – (w. 170 H)

Thursday, May 17, 2018

Al-Zayyan Hari 1 : MARHABAN DAN TARHIB (RAMADHAN): HA KECIL ATAU HA BESAR?



Saat kita memasuki bulan Ramadhan, kita sering mendengar kalimat marhaban Ya Ramadhan dan tarhib Ramadhan. Penulisan kata marhaban dan tarhib, kadangkala keliru, terutama huruf ha pada kedua kata itu, apakah memakai ha kecil, atau ha besar. Dalam bahasa Arab, perbedaan satu huruf saja bisa menyebabkan salah makna, bahkan bisa saling bertentangan.  

Secara etimologis, kata marhaban dan tarhib berasal dari akar satu kata yang  sama yaitu rahaba yarhabu rahbun (رحب, يرحب, رحب)  yang bermakna keluasan, kelapangan (Kamus Kontemporer Arab Indonesia).

Dalam kamus Al-Munjid,   مرحبا berasal dari kata rahiba yang artinya menyambut.

Kata tarhib terdiri dari dua makna , yaitu yang menggunakan kata ha kecil dan ha besar.

Tuesday, May 15, 2018

Kenapa Saya Diuji? (Bagian Kedua): 5 hal yang harus diperhatikan



Saat kita diuji, entah itu penantian jodoh, penantian buah hati, ujian kelebihan atau kekurangan harta, dan lain-lain, biasanya kita lebih fokus pada ujiannya dibanding mengevaluasi diri sendiri. Padahal ujian yang kita alami, bisa jadi merupakan buah atau balasan dari apa yang kita lakukan. Maka menyalahkan diri sendiri, jauh lebih “berkelas” dibanding mencari-cari kesalahan orang lain atas apa yang kita alami.

Saat menanti jodoh dulu, kadangkala saya bersikap ketus terhadap orang-orang yang mempertanyakan “Kapan” saya menikah, karena seringkali memang menyebalkan sekali, saat kita dituduh macam-macam dalam penantian jodoh, mulai dari pilihan terlalu “tinggi”, milih-milih, mengutamakan karir, dan segala macam alasan yang rasanya “memuakkan” sekali. Seandainya boleh memilih, siapa yang ingin “terlambat” menikah, jika dibilang ga mau berusaha, rasanya ingin saya tunjukkan blog saya untuk dibaca, berapa puluh kali saya mencoba proses taaruf yang tak kunjung berhasil. Tapi yang tak mudah adalah tetap ramah dan berbesar hati dengan berbagai komentar orang.

Maka, setelah saya merenung, satu sisi ujian memang pertanda kasih sayang Allah pada kita, tapi sisi lain, kita juga harus “ngobrol” dengan diri sendiri, mungkin ada beberapa perilaku atau kata-katta kita yang salah, sehingga kita diuji terus, kadang dengan hal yang sama, agar kita lulus menjadi “hamba terbaik” di hadapan manusia, juga Allah.

Berikut adalah 5 hal yang mungkin harus kita perhatikan saat kita mendapat ujian kehidupan:
      
      1.      Pernah menyakiti orang lain
Saat  kita diuji, yuks diingat-ingat lagi perkataan dan perbuatan kita jangan jangan pernah menyakiti orang lain, pernah membuat orang lain kesal, mungkin saatnya kita datangi orang yang kita sakiti untuk memaafkan perkataan dan perbuatan kita.

Postingan Favorit