Friday, June 16, 2017

Pohon Literasi Day 9 : Akhirnya Melirik Buku Lain Juga



Hari kesembilan dalam rangka menumbuhkan pohon literasi di rumah kami, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya saya begitu putus asa karena Eza tak kunjung mau “move on” dari buku kesukaannya yang membuat saya bosan membacakannya, akhirnya saya berhasil juga membuat Eza berpaling ke buku lain.

Minggu-minggu ini adalah minggu yang hectic dan lumayan padat bagi saya, apalagi mba pengasuh pulang kampung untuk mempersiapkan pernikahannya, maka pikiran dan tenaga saya pun terbelah untuk beberapa urusan diantaranya, yang utama adalah pekerjaan saya sebagai istri, ibu dan guru sedangkan pekerjaan “sunnah” adalah sebagai fasilitator di kelas bunda sayang, manager keuangan nasional, pengurus koperasi dan menulis blog untuk melatih kemampuan menulis saya. Wah ternyata banyak juga ya, pantas saja hampir tiap hari rasanya 24 jam itu terasa kurang. Belum lagi target Ramadhan saya kali ini ingin mengkhatamkan 2 kali baca Al-Qur’an.

Maka agenda membacakan buku kepada Eza sering terlewat, apalagi dia tampak menikmati masa bermain bersama teman-temannya, terutama yang sifatnya outdoor seperti main sepeda, lari-larian dan lain-lain. Sementara si bunda harus menyelesaikan pekerjaan publik dan domestik seperti menyapu, ngepel, mencuci dan menyeterika pakaian. Beruntung ada mamah yang mengamankan urusan masak memasak.

Pagi hari, saya mengantar Mamah jalan dan berbelanja ke Pasar Modern. Setelah beres, pulang ke rumah menyelesaikan urusan setrikaan dan koperasi. Eza tak mau tidur siang, saat saya sedang diskusi via wa tentang pendirian koperasi IIP, Eza ingin main bersama saya, bukan memilih tidur bareng papanya, padahal papanya sudah menawarkan. Mungkin karena tadi pagi dia baru bangun jam 7.30 jadi sepertinya memang tidak ngantuk. Akhirnya saya ajak baca buku.

Saya mencari cara untuk menarik perhatian Eza pada buku “baru”, tidak pada buku favorit nya yang sudah dibaca berulang-ulang. Maka saya ambil buku Alam Kehidupan, Dari tetumbuhan sampai perlindungan kehidupan dari Tira Pustaka yang penampakannya seperti ini :


Thursday, June 15, 2017

Pohon Literasi Day 8 : Saat Kantuk Harus Berhadapan dengan Anak yang Minta Dibacakan



Sejak si mba yang ngasuh Eza mudik seminggu yang lalu, semua pekerjaan rumah praktis saya ambil alih. Alhamdulillah dibantu mamah yang menjaga Eza dan masak, jadi pekerjaan jauh lebih ringan. Tapi tetap saja, berbagai peran publik dan domestik yang harus saya jalankan, membuat jam istirahat saya berkurang. Setelah subuh, saya langsung beres-beres rumah, setelah itu bekerja. Siangnya kembali urusan organisasi dan koperasi menunggu untuk diselesaikan.

Untuk waktu membaca saya sendiri, saya harus mencari waktu khusus untuk membaca, saking padatnya jadwal dan pekerjaan yang harus diselesaikan. Kemarin malam, saya sempatkan membaca diatas jam 12 malam karena sudah tidur saat ngelonin Eza walau hanya dua jam. Setelah itu saya bereskan berbagai kerjaan organisasi dan koperasi dan ternyata tak terasa, waktu sudah menunjukkan waktu sahur.

Esoknya, mata saya terasa perih, mungkin karena kurang tidur. Agenda saya untuk memberikan stimulasi membaca untuk Eza juga, banyak keteteran. Siang hari, Eza lebih suka bermain dengan teman-temannya dibanding membaca. Mungkin karena orang tuanya (saya dan suami) juga jarang memberikan teladan untuk lebih banyak interaksi dengan buku. Saya dan suami memang sering bawa laptop, saya lebih banyak mengerjakan tugas koperasi dan organisasi sementara suami lebih sering download media pembelajaran dan mendengarkan berbagai ceramah. Suami saya lebih senang belajar melalui media audio dibanding membaca buku.

Semalam, saat saya ngelonin Eza, rasanya badan saya sudah remuk, mata saya sudah menuju terpejam, tiba-tiba Eza minta dibacakan buku. Wah anugerah sebenarnya, tapi Eza tuh kalau sudah minta dibacakan, bukunya ga pernah mau ganti. Paling buku Dusty si pesawat pembalap, dan buku ikan Nabi Yunus. Rasanya sudah bosan mulut ini membacakan puluhan kali buku yang sama, tapi herannya Eza tak pernah bosan dibacakan buku yang sama. Saya juga mendapat cerita dari para peserta bunda sayang, bahwa anaknya juga minta dibacakan buku yang sama puluhan kali dan ga mau ganti buku yang lain. Sama ternyata tantangannya.

Wednesday, June 14, 2017

Pohon Literasi Day 7 : Ayo Marah



Setelah peristiwa kemarin yang memancing kemarahan si bunda pada Eza dan papanya juga neneknya, si bunda merasa bersalah. Ia pun langsung melalap habis buku berjudul “Ayo Marah, Buku Komplit Manajemen Marah” karya Irawati Istadi yang diterbitkan tahun 2010. Seingat saya, sudah lama sekali buku ini dibeli tapi belum tergerak untuk membacanya, maka buku ini pun masih bersampul rapih, tersimpan utuh di lemari perpustakaan mini keluarga kami.

Buku ini bukan mengajarkan untuk marah, tapi untuk memahami penyebab kemarahan dan cara mengendalikan kemarahan itu seperti apa. Buku ini juga membolehkan kita marah jika penyebab dan caranya serta tujuannya jelas. Buku ini terbit dilatar belakangi pengalaman penulisnya yang trauma dengan anak sulungnya saat berusia 5 tahun yang menduplikasi cara ibunya marah. Sejak saat itulah, sang penulis bertekad untuk belajar cara mengatasi kemarahan dengan tepat.

Buku ini terdiri dari 7 bagian yaitu

Bagian 1          : Marah dan Kemarahan di Sekitar Kita
Bagian 2          : Munculnya Kebiasaan Marah
Bagian 3          : Cara Marah yang Benar dan Efektif
Bagian 4          : Meredakan Kemarahan Suami Istri
Bagian 5          : Mengatasi Kemarahan Orangtua kepada Anak
Bagian 6          : Lebih Positif di Tempat Kerja
Bagian 7          : Meminimalkan Kemarahan di Sekolah

Setelah minum kopi dan tak bisa tidur lagi, saya memanfaatkan waktu dengan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sempat terbengkalai seperti membereskan pembukuan keuangan koperasi, menyelesaikan tugas bunda sayang sebagai fasilitator dan menyelesaikan buku yang biasanya agak sulit jika dilakukan siang hari yang padat aktivitas.

Alhamdulillah tak sampai satu jam, buku ini sudah saya lahap habis, saking besarnya keinginan saya untuk memperbaiki cara saya marah. Selain marah yang negatif, ternyata sang penulis melihat sisi lain diperbolehkannya marah yaitu saat marah menjadi satu-satunya cara untuk membuat seseorang menyadari kesalahannya. Sementara marah yang destruktif dengan membanting atau melibatkan aktivitas fisik, itu bukan cara yang baik untuk mengatasi kemarahan.

Pada bab satu dibahas tentang mengapa harus marah, efek negatif marah dan bahkan ternyata marah ini seperti “penyakit menular” yang bisa membuat anak meniru cara orangtuanya marah. Sementara pada bagian 2, dipaparkan tentang munculnya kebiasaan marah, bahwa ternyata marah itu bukan bersifat genetis, tapi merupakan dampak dari pola asuh. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua adalah pemeran utama yang patut disalahkan atas tumbuhnya kebiasaan marah pada anak (hal. 37) dan itu bermula dari 5 tahun pertama kehidupan sang anak yang dikenal dengan “Golden Age”. 

Kemauan dan kemampuan otak anak dalam menerima informasi di usianya yang masih balita ini ternyata jauh lebih hebat dari apa yang seringkali dibayangkan dan dipahami orang tuanya (hal. 39). Dan beberapa faktor pemicu kemarahan masa golden age yang harus difahami orang tua adalah Egosentrisme dan meniru orang lain.

Postingan Favorit