Saturday, April 15, 2017

Hari Ke-1 : Program 40 Hari Mencari Si Cinta : Perkuat Niat dan Keyakinan







Setelah mendengar kajian Ust Yusuf Mansur beberapa tahun yang lalu tentang riyadhah (latihan) 40 hari agar hajat / keinginan cepat terkabul, saya sempat membagi tips ini pada siswa kelas X saat pertemuan wali asrama. Setelah saya renungkan, alangkah lebih baiknya jika saya juga mempraktekannya langsung tips ini, bukan hanya sekedar menceritakan tips dari Ust Yusuf Manshur. Maka saya pun mulai menyusun rencana hajat / keinginan apa yang paling saya idam-idamkan. Dan saya pun langsung teringat dengan program hamil anak kedua. Mengingat usia saya yang akan menjelang kepala 4, sepertinya keinginan ini yang akan saya jadikan prioritas proposal permohonan pada Allah.

Maka mulailah saya merencanakan, kapan program 40 hari mencari si cinta, atau si adek bayi kedua ini akan dimulai, ibadah apa saja yang akan dijadikan lahan riyadhah, ilmu atau buku apa saja yang dapat menambah keyakinan dan memperkuat niat untuk melanjutkan program ini. Seperti apakah program 40 hari ala Ust Yusuf Mansur ini??

Jadi, Ust Yusuf Mansur mengungkapkan bahwa jika kita punya satu keinginan kuat, daripada kita lelah berikhtiar, mending kita “merayu” Allah melalui ibadah rutin selama 40 hari untuk mengundang terkabulnya keinginan kita. Memang ini dalilnya tak akan ditemukan dimana pun karena didasarkan pada pengalaman pribadi sang ustadz. Jadi sangat empiris dan sudah terbukti keberhasilannya. Beliau sudah pernah mencoba dan hasilnya luar biasa. Menurutnya, pasti berbeda hasil dari orang yang rajin ibadah dengan yang tidak pernah ibadah. Dan janji Allah itu pasti. Allah berjanji akan mengabulkan siapapun yang memohon kepada Nya.

Friday, April 14, 2017

Menikmati Buku Mencari Senyum Tuhan






Sejak menikah, sudah lama saya tidak punya waktu sendiri yang bebas untuk melakukan apapun dalam waktu yang lama. Ada beberapa moment dimana saya bisa memiliki waktu sendiri tapi biasanya waktunya tak terlalu lama. Maka saat mengikuti rapat kerja di pertengahan bulan April ini, Eza tak diajak dan juga tak (boleh) sekamar dengan suami, justru inilah waktu emas dimana saya bisa punya banyak waktu untuk diri sendiri, terutama untuk membaca dan menulis, merenungi banyak hal yang membutuhkan konsentrasi penuh.

Apalagi saat berangkat raker ini, berangkatnya tak berbarengan dengan teman-teman karena saya dan suami harus piket di asrama untuk mengurus kepulangan siswa kelas XII setelah menyelesaikan Ujian Akhir Nasional. Satu bis disediakan panitia untuk peserta rapat kerja yang masih memiliki tugas di sekolah. Peserta lain berangkat resmi pada pukul 7 pagi sementara kami yang menyusul, berangkat pukul 13.30. Bis susulan ini ternyata kosong, jadi beberapa penumpang memanfaatkannya untuk selonjoran dan bersantai ria di bis. Selama perjalanan di bis, saya sudah siapkan satu buku berjudul Mencari Senyum Tuhan karya Miranda Risang Ayu untuk saya lahap dalam perjalanan menuju Hotel Padjadjaran Bogor.

Buku ini menceritakan kisah perjalanan spiritual penulisnya dan refleksi pengalamannya dalam memaknai kehidupan seorang pencari kebenaran. Dalam pengantarnya, sang penulis mengatakan bahwa, “Ketika seorang muslim menjawab kerinduan ilahiah yang terbit dalam hatinya sebagai panggilan untuk memulai perjalanan mendekatkan diri kepada Allah, Yang Awal dan Yang Akhir, maka perjalanan pun dimulai. Artinya sekali melangkah, tidak ada kata mundur. Jika ia lengah, Allah akan mengingatkan. Jika ia berpaling, Allah akan meluruskan. Jika ia jatuh Allah akan menegakkan. Bagaimana jika si pejalan malah ngambek, lantas tenggelam dalam kekecewaan dan penyesalan yang membuatnya meninggalkan semua amal baik yang telah dilakukannya? Allah akan memecutnya. Ya, tidak menghiburnya dengan lemah lembut lagi, tetapi memecutnya untuk tegak dan berjalan kembali. Niatnya untuk menjadi penempuh telah membuat mata hatinya menyaksikan bahwa Allah sesungguhnya selalu menarik hamba-Nya kembali kepada-Nya, dengan sukarela maupun terpaksa”.

Koperasi, Makhluk Apakah Itu?





Awal mula saya berkenalan dengan Koperasi sebenarnya sudah lama yaitu sejak SMP saat saya masuk pesantren, disana koperasi dikelola oleh santri untuk santri. Beberapa santri senior ditunjuk menjadi pengurus, hanya santri yang memiliki integritas lah yang akan ditunjuk menjadi pengurus koperasi. Sayang, saya tidak menyelesaikan pendidikan pesantren hingga akhir jadi saya tidak sempat mendalami perkoperasian.

Pengenalan saya terhadap koperasi berlanjut di tahun 2007, saat saya “dipaksa” menjadi pengurus koperasi yaitu bagian bendahara pada tahun 2007, tepat 3 tahun setelah saya bekerja disitu. Saat itu ada skenario yang dibuat beberapa orang, agar terbentuk kepengurusan koperasi yang baru. Saya sudah menghindar untuk menjadi pengurus, dengan cara mudik saat pemilihan berlangsung. Berharap dengan tidak hadirnya saya, tidak akan dipilih menjadi pengurus, ternyata sia sia saja upaya saya untuk menghindar. Akhirnya dengan sangat terpaksa, saya pun mencoba menjaga kepercayaan para anggota yang sudah memilih saya.

Saya sama sekali tak mengerti makhluk apakah koperasi itu. Ternyata setelah terjun di dalamnya, sangat seru dan menarik. Adrenalin saya rasanya terpacu untuk memajukan koperasi. Saya sadar bahwa jiwa wirausaha yang turun dari kedua orang tua saya, tak bisa hilang sama sekali. Dan 3 tahun masa kepengurusan saya dan teman-teman pengurus lain, alhamdulillah sukses membuat anggota menikmati SHU (sisa hasil usaha) yang besar. 

Postingan Favorit