Serpong,
Sabtu 9 Mei 2020/16 Ramadhan 1441 H, 07.55
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari16
#Karya7TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
Serpong,
Sabtu 9 Mei 2020/16 Ramadhan 1441 H, 07.55
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari16
#Karya7TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
Serpong,
Jumat, 8 Mei 2020/15 Ramadhan 1441 H,
06.55
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari15
#Karya7TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
Serpong,
Kamis 7 Mei 2020/14 Ramadhan 1441 H,
06.55
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari14
#Karya7TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
Secara garis besar, kalam insya’i terbagi menjadi dua yaitu thalabi dan ghair thalabi. Definisi Insya Thalabi adalah yang kalimat yang menghendaki adanya tuntutan atau permintaan. Sedangkan ghair thalabi adalah kalimat yang tidak menuntut adanya suatu permintaan. Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah salah satu contoh dari kalam insya thalabi yaitu terkait dengan fashl dan washl (الفصل والوصل).
Fashl
adalah menggabungkan dua buah kalimat dengan tidak menggunakan kata sambung
(عطف)
sedangkan washl adalah menggabungkan dua buah kalimat dengan menggunakan
kata sambung waw (و).
Ada 3 ketentuan penggunaan washl atau
menyambung yaitu:
·
Jika dua kalimat khabar/berita
dan insya sama dalam
lafadz dan makna
Contoh
dua kalimat khabar terdapat dalam surat al Infithar ayat 13 dan 14 :
إِنَّ الأبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ
dan sesungguhnya orang-orang
yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.
Mereka masuk ke dalamnya
pada hari pembalasan.
Kedua kalimat dalam ayat tersebut sama dan sepadan, baik dari sisi lafadznya maupun dari sisi maknanya, orang durhaka akan masuk neraka dan orang surat akan masuk ke dalam surga, maka digabungkan dengan menggunakan huruf waw.
Contoh
dua kalimat insya terdapat dalam surat As-Syura ayat 15:
فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ ...
Oleh karena itu, Serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman) "
Dua kalimat pada ayat tersebut sama-sama kalimat insya yang sejajar dari segi lafadz dan maknanya, maka digabungkan dengan menggunakan huruf waw.
·
Jika dua kalimat khabar
dan insya berbeda, maka perlu disambung untuk menghindari kesalahpahaman
Contohnya pada ungkapan berikut ini
لا و بارك الله فيك
Tidak, dan semoga Allah memberkahimu
·
Ketika adanya hukum i’rab/struktur yang
disamakan yang terdapat pada kalimat pertama dan kedua
Contohnya terdapat dalam surat Ali Imran ayat 156
وَاللَّهُ يُحْيِي وَيُمِيتُ
Dan Allah menghidupkan dan mematikan.
Kedua kalimat dalam ayat tersebut, I’rab nya
sama.
Ada
beberapa ketentuan penggunaan fashl/memisahkan yaitu :
a.
Dua kalimat yang
disatukan secara sempurna serta terdapat kesamaan makna pada keduanya atau
biasa disebut dengan kamal al ittishal(كمال الاتصال)
·
Keberadaan kalimat
berposisi sebagai badal/kata ganti
Contohnya
terdapat dalam surat asy-Syu’ara ayat 132-133
وَاتَّقُوا الَّذِي أَمَدَّكُمْ بِمَا تَعْلَمُونَ أَمَدَّكُمْ بِأَنْعَامٍ وَبَنِينَ
Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak, dan anak-anak,
Ayat 133 merupakan badal / kata ganti untuk
ayat 132.
·
Keberadaan kalimat yang
kedua merupakan penjelas dari kalimat pertama
Contohnya
terdapat dalam surat Thaha ayat 120
فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ
عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لا يَبْلَى
Kemudian setan membisikkan
pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan
kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?"
Kalimat قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ
لا يَبْلَى
merupakan penjelas dari kalimat فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ.
·
Keberadaan kalimat yang
kedua sebagai taukid atau penguat terhadap kalimat pertama, penguatannya
dengan sesuatu yang menyamai lafadz taukid atau makna taukid
Contohnya
terdapat dalam surat ath Thariq ayat 17
فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا
Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.
Kalimat أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا merupakan penguat dari kalimat sebelumnya yaitu فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ .
b. Diantara dua kalimat terdapat perbedaan yang jelas atau dinamakan kamal al inqitha’ (كمال الانقطاع) yaitu perbedaan dua kalimat dengan perbedaan yang sempurna
Contohnya
adalah ungkapan berikut:
علي
كاتب, الحمام طائر
Ali seorang penulit, merpati itu terbang
c. Adanya ikatan yang kuat antara dua kalimat yang dinamakan syibhu kamal al ittishal (شبه كمال الاتصال) yaitu adanya kalimat kedua sangat kuat hubungannya dengan kalimat pertama, karena sebagai jawaban dari soal yang difahami dari kalimat pertama.
Contohnya
terdapat dalam surat Yusuf ayat 53
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا
مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kalimat kedua yaitu إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ merupakan jawaban tentang nafsu dari kalimat di awal ayat.
d.
Keberadaan dua kalimat
yang sesuai serta memiliki ikatan, tetapi terdapat halangan yang mencegah untuk
menggabungkannya yaitu tidak adanya tujuan untuk menggabungkan dua kalimat
tersebut di dalam hukum. Ini dinamakan tawassuth baina al kamalaini(توسط
بين الكملين) .
Contohnya
terdapat dalam surat al Baqarah ayat 14-15
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا
إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ
يَعْمَهُونَ
Allah akan (membalas)
olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan
mereka.
Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.
Kalimat اللَّهُ
يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ tidak digabungkan dengan
kalimat sebelumnya إِنَّا مَعَكُمْ
إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ karena
kalimat tersebut merupakan dialog orang-orang munafik, jadi tidak sesuai jika
digabungkan dengan huruf waw misalnya. Artinya menjadi
“Mereka
orang orang munafik berkata, “Sesungguhnya kami bersamamu, kami hanya berolok
olok dan Allah akan memperolok olokan mereka.”
Maka kalimat
tersebut tidak pantas jika disambungkan.
Demikianlah pembahasan tentang fashl dan washl yang juga mengakhiri pembahasan tentang ma’aniy dalam ilmu Balaghah.
Wassalam
Referensi
:
·
Al Balaghah
al’Arabiyyah, Haniah,Lc,MA
·
Ilmu Ma’aniy, Basyuni
Abdul fattah fayud, Kairo: Maktabah Wahbah.
Sumber
gambar
·
taufiq.net
Serpong,
Rabu 6 Mei 2020/13 Ramadhan 1441 H,
06.55
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari13
#Karya7TahunPernikahan
Secara garis besar, kalam insya’i terbagi menjadi dua yaitu thalabi dan ghair thalabi. Definisi Insya Thalabi adalah yang kalimat yang menghendaki adanya tuntutan atau permintaan. Sedangkan ghair thalabi adalah kalimat yang tidak menuntut adanya suatu permintaan. Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah salah satu contoh dari kalam insya thalabi yaitu terkait dengan tamanni (berangan angan).
Secara
leksikal, arti tamanni adalah meminta pemahaman atau mencari tahu. Dalam
terminologi ilmu balaghah, tamanni adalah
طلب أمر تحبه النفس وتميل إليه وترغب فيه.
ولكنه لا يرجى حصوله إما لكونه مستحيلا, أو لكونه بعيدا لايطمع في نيله
menghendaki
sesuatu yang disukai tapi tidak bisa diharapkan tercapainya baik karena
mustahil maupun terlalu jauh untuk digapai dalam mendapatkannya. (Basyuni, Ilmu
Ma’aniy, hal 420)
ada 4 lafadz yang digunakan
dalam tamanni yaitu
·
Laita (ليت)/seandainya
Contohnya adalah pada surat
Maryam ayat 23 berikut ini:
فَأَجَاءَهَا
الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ
قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا
Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan".
Lafafz laita bisa bermakna “seandainya” seperti pada ayat diatas, bisa juga bermakna penyesalan seperti dalam surat al Furqan ayat 27 berikut:
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي
اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلا
Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang dhalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul."
·
Hal (هل)/apakah
Contohnya adalah pada Ghafir ayat
11 berikut ini:
قَالُوا
رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا
بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ
Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?"
Ada rahasia ungkapan tamanni dengan menggunakan istifham atau bertanya “apakah?” yaitu menyatakan sempurnanya perhatian terhadap sesuatu yang diangan-angankan, dalam bentuk “mungkin”. Kalau dengan lafadz lain, sepertinya hal yang mustahil, dengan lafadz hal atau apakah ini, ada isyarat tambahan yaitu mempertanyakan, walaupun pada akhirnya, semuanya tetaplah tidak mungkin terjadi, jadi hanya berangan-angan saja.
·
Lau (لو)/seandainya
Contohnya adalah pada surat az
Zumar 58 berikut ini:
أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي
كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab: 'Kalau
sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang
berbuat baik'.
Lafadz lau ini menyatakan bahwa sesuatu
yang disebutkan setelahnya, adalah sesuatu yang sangat “mahal dan berharga”,
walaupun tetap tidak bisa tercapai juga.
·
La’alla (لعل)/semoga/supaya
Contohnya adalah pada surat Ghafir
ayat 36 berikut ini:
وَقَالَ
فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ
الأسْبَابَ
Dan berkatalah Firaun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu,
Lafadz la’alla ini menunjukkan suatu hal yang diharapkan terjadi, tapi terlalu sulit digapai dan tidak mungkin tercapai.
Demikianlah
pembahasan an nahyu dalam kalam insya thalabi dan berbagai
fungsinya serta contohnya dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
untuk memudahkan pemahaman, berikut ada video tentang kalam insya thalabi
sumbernya adalah link youtube dari Arabiyatuna
Semoga
Bermanfaat
Wassalam
Referensi
:
·
Al Balaghah
al’Arabiyyah, Haniah,Lc,MA
·
Ilmu Ma’aniy, Basyuni
Abdul fattah fayud, Kairo: Maktabah Wahbah.
Serpong,
Senin 4 Mei 2020/11 Ramadhan 1441 H,
06.55
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari11
#Karya7TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
Pembicaraan
atau kalam dalam bahasa Arab adalah lafadz yang tersusun dari dua buah
kata atau lebih yang memiliki makna. Dalam ilmu balaghah, kalam terbagi dua
yaitu khabari dan insya’i. Khabari adalah kalimat yang mengandung
kemungkinan benar atau bohong, dilihat dari isi pembicaraannya. Sedangkan insya’i
adalah kalimat yang tidak bisa disebut benar atau bohong. Jika seseorang
mengucapkan suatu kalimat, maka pendengarnya tidak bisa menilai apakah
perkataanya benar atau bohong.
Secara
garis besar, kalam insya’i terbagi menjadi dua yaitu thalabi dan ghair
thalabi. Definisi Insya Thalabi adalah yang kalimat yang menghendaki
adanya tuntutan atau permintaan. Sedangkan ghair thalabi adalah kalimat
yang tidak menuntut adanya suatu permintaan. Yang akan dibahas dalam tulisan
ini adalah salah satu contoh dari kalam insya thalabi yaitu terkait
dengan an nahyu (larangan).
Secara
leksikal, arti an nahyu adalah kalimat larangan. Dalam terminologi ilmu
balaghah, an nahyu adalah
tuntutan meninggalkan suatu perbuatan dari mutakallim (pembicara/pihak
yang lebih tinggi) kepada mukhatab (penerima/pihak yang lebih rendah).
Bentuk
lafadz yang digunakan yaitu la nahyi plus fi’il mudhari’. Contohnya
adalah pada surat al-An’am ayat 151 berikut ini
وَلا
تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
dan janganlah kamu membunuh
anak-anak kamu karena takut kemiskinan.
Pada
ayat tersebut, fi’il nahy yang dimaksud adalah وَلا تَقْتُلُوا yang artinya dan janganlah kamu membunuh.
Ada
beberapa fungsi dari lafadz an nahyu yaitu sebagai berikut:
Pembicaraan atau kalam dalam bahasa Arab adalah lafadz yang tersusun dari dua buah kata atau lebih yang memiliki makna. Dalam ilmu balaghah, kalam terbagi dua yaitu khabari dan insya’i. Khabari adalah kalimat yang mengandung kemungkinan benar atau bohong, dilihat dari isi pembicaraannya. Sedangkan insya’i adalah kalimat yang tidak bisa disebut benar atau bohong. Jika seseorang mengucapkan suatu kalimat, maka pendengarnya tidak bisa menilai apakah perkataanya benar atau bohong.
Secara
garis besar, kalam insya’i terbagi menjadi dua yaitu thalabi dan ghair
thalabi. Definisi Insya Thalabi adalah yang kalimat yang menghendaki
adanya tuntutan atau permintaan. Sedangkan ghair thalabi adalah kalimat
yang tidak menuntut adanya suatu permintaan. Yang akan dibahas dalam tulisan
ini adalah salah satu contoh dari kalam insya thalabi yaitu terkait
dengan amr (perintah).
Secara
leksikal, arti amr adalah kalimat perintah. Dalam terminologi ilmu
balaghah, amr adalah tuntutan
mengerjakan sesuatu dari mutakallim (pembicara/pihak yang lebih tinggi)
kepada mukhatab (penerima/pihak yang lebih rendah).
Ada 4
bentuk lafadz yang digunakan yaitu
Definisi
ithnab adalah
تأدية المعنى بعبارة زائدة عن متعارف الأوساط لفائدة
Yaitu
mengungkapkan suatu makna dengan ungkapan panjang lebar untuk tujuan tertentu.
Ada
beberapa jenis ithnab dan tujuannya yaitu
ü Menyebutkan
lafadz yang khusus setelah umum
Contohnya
adalah dalam surat al Qadr ayat 4
تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ
كُلِّ أَمْرٍ
Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan.
Pada
ayat tersebut, Malaikat Jibril disebutkan setelah kata Malaikat yang sifatnya
umum untuk menyebutkan keistimewaan Malaikat Jibril.
ü Menyebutkan
lafadz yang umum setelah khusus
Contohnya
adalah dalam surat Nuh ayat 28
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ
مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلا
تَبَارًا
Ya Tuhanku! Ampunilah aku,
ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang
beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi
orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan".
Pada
ayat tersebut, kata muminin dan muminat disebutkan setelah lafadz
mumin yang merupakan bagian dari kata setelahnya. Tujuannya adalah
menegaskan keumuman dan menyeluruh, serta memberikan perhatian pada yang
khusus.
ü Menjelaskan
setelah hal yang samar
Contohnya adalah dalam surat al Ghasyiyah
ayat 1 dan 2
هَلْ
أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ
Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?
Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
Pada ayat tersebut, ayat kedua menjelaskan
ayat pertama. Tujuannya adalah memperkuat maknanya.
ü Pengulangan
lafadz karena adanya alasan, seperti panjangnya pemisah
Contohnya
adalah dalam surat at-Takatsur ayat 3 dan 4
كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ثُمَّ
كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
dan janganlah begitu, kelak
kamu akan mengetahui.
Pada
ayat ketiga, lafadz سَوْفَ تَعْلَمُونَ
diulang pada ayat keempat. Tujuannya adalah untuk menegaskan makna dan mengetuk
jiwa pembaca/pendengarnya terhadap makna yang dimaksud, untuk menghindari
kesalahpahaman.
ü I’tiradh
yaitu menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu kalimat atau antara dua
kalimat yang masih berkaitan maknanya karena adanya sebuah tujuan.
Contohnya
adalah dalam surat an Nahl ayat 57
وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا
يَشْتَهُونَ
Dan mereka menetapkan bagi
Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka
tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki).
Pada
ayat tersebut, kata سُبْحَانَهُ
/“Mahasuci Allah” digunakan
sebagai bantahan bagi klaim orang kafir yang menyatakan bahwa Allah memiliki
anak perempuan.
ü Tadzyil
adalah mengiringi suatu kalimat dengan kalimat yang lain yang mengandung makna
tertentu dengan tujuan menguatkannya
Contohnya
adalah dalam surat al Isra ayat 81
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ
زَهُوقًا
Dan katakanlah: "Yang
benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil
itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
Pada
ayat tersebut, kalimat إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا mengikuti kalimat lain untuk menguatkan.
Andai kalimat ini tidak adapun, sudah cukup karena maknanya sudah tercakup dari
kalimat sebelumnya.
ü Ighal
adalah mengakhiri pembicaraan dengan lafadz yang memiliki faidah yang
seandainya tanpa lafadz itu pembicaraan sudah sempurna, seperti makna mubalaghah.
Contohnya
dalam surat al-Baqarah ayat 212
زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ
مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Kehidupan dunia dijadikan
indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang
yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka
di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya tanpa batas.
Pada
ayat tersebut, kata بِغَيْرِ
حِسَابٍ termasuk ighal untuk menguatkan makna.
ü Ihtiras
yaitu mendatangkan ungkapan yang memberi persepsi berbeda dari tujuan, dengan
ungkapan lain yang menolak kasalahpahaman itu
Contohnya
adalah dalam surat al Insan ayat 8
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Pada
ayat tersebut, lafadz عَلَى
حُبِّهِ digunakan untuk memperjelas makna. Biasanya mayoritas kita
menganggap bahwa memberi itu jika harta kita berlebih atau jika sudah kaya,
tapi lafadz ini menunjukkan bahwa dalam keadaan bagaimanapun tetap harus
berbagi misal dengan memberikan makan bagi yang membutuhkan.
Ada beberapa
ayat yang mengandung iijaz dan ithnab sekaligus, contohnya dalam surat
an-naml ayat 18 berikut ini:
حَتَّى
إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ
ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لا
يَشْعُرُونَ
Hingga apabila mereka sampai
di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam
sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadari";
Dalam buku
Ensiklopedia Al-Quran hadits, dijelaskan bahwa ithnab dalam ayat
tersebut terdapat pada lafadz يَا
أَيُّهَا dan
وَهُمْ لا
يَشْعُرُونَ. terkait dengan ya ayyuha, Sibawaih
berkomentar bahwa huruf alif dan ha masuk pada kata ayyun. Fungsi
kedua huruf tersebut adalah sebagai ta’kid (penguat). Jadi seakan-akan
kata ya disebut dua kali. Dengan demikian, nomina vokatif (ya ayyuha)
tersebut menjadi tanbih (peringatan).
Hal senada
juga diungkapkan oleh Zamakhsayri. Menurutnya nida (nomina vokatif)
dalam Al-Qur’an hanya disebut secara berulang-ulang dengan perangkat nida
ya ayyuga, bukan lainnya. Sebab, dalam perangkat nida ini
terdapat sisi penegas, selain juga sebagai hiperbola. Diantaranya, makna yang
terkandung dalam partikel ya adalah penegas dan pengingat, sedangkan
makna yang terkandung dalam partikel ha hanya pengingat. Dengan demikian,
segala sesuatu yang asalnya belum jelas (ayyun) menjadi jelas. Sehingga kedudukannya
menjadi sangat tegas dan kuat.
Sementara
itu kalimat wa hum la yasy’urun sebagai penyempurna pernyataan
sebelumnya dengan tujuan untuk menghilangkan pemahaman yang jelas. Dalam istilah
balaghah, gaya bahasa seperti ini disebut ihtiras. Sebab, ayat
tersebut menisbahkan kezaliman kepada Nabi Sulaiman as. Dalam ayat ini,
seakan-akan semut tersebut mengetahui bahwa para nabi itu terpelihara dari
perbuatan dosa. Mereka tidak pernah salah, kecuali sekadar lupa. Dalam hal ini,
Al-Razi juga berpendapat, “Ini merupakan peringatan besar untuk menetapkan
bahwa para nabi itu terhindar dari perbuatan dosa.”
Demikianlah
penjelasan tentang penggunaan ithnab dan tujuannya.
Semoga
Bermanfaat
Referensi
:
·
Balaghah untuk semua,
Prof. Hidayat
·
Ensiklopedia Mujizat Al
Qur’an dan Hadits, Kemujizatan Sastra dan Bahasa Al Qur’an, Hisham Thalbah dkk.
·
Al Balaghah
al’Arabiyyah, Haniah,Lc,MA
·
Ilmu Ma’aniy, Basyuni
Abdul fattah fayud, Kairo: Maktabah Wahbah.
Wassalam
Serpong,
Kamis 30 April 2020/7 Ramadhan 1441 H,
06.55
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari7
#Karya7TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab