Wednesday, May 21, 2014

SEGENGGAM IMAN ANAK KITA

Judul Buku                : Segenggam Iman Anak Kita
Penulis                       : Mohammad Fauzil Adhim
Penerbit                      : Pro-U Media, Jogjakarta
TahunTerbit                : 2013
Jumlah Halaman         : 287

Yang menjadi latar belakang penulisan buku ini adalah keresahan sang penulis dalam mewariskan sesuatu untuk generasi masa depan. Banyak orangtua yang menginginkan anaknya cerdas, tapi ternyata menurut sang penulis, cerdas saja tidak cukup, cara untuk mengantarkan anak-anak meraih kecemerlangan, juga harus diperhatikan. Jangan sampai ambisi kita menjadikan anak “tampak istimewa” justru menjadi sebab rapuhnya jiwa dan lemahnya iman bersebab kita mengejar yang instan dan melupakan yang fundamental. Dalam rangka menanamkan yang fundamental inilah, buku ini disusun.





Buku ini terdiri dari 5 bagian besar yaitu Menjadi Orangtua untuk Anak Kita, Membekali Jiwa Anak, Menghidupkan Al-Qur’an pada Diri Anak, Sekedar Cerdas Belum Mencukupi dan Menempa Jiwa Anak, Menyempurnakan Bekal Masa Depan.

Pada bagian pertama, penulis mengkritisi teori yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa pencarian identitas diri. Teori ini hanya berlaku apabila kita tidak mempersiapkan arah dan tujuan hidup anak-anak sejak kecil. Jika orientasinya sejak awal sudah ditanamkan dengan bagus, maka masa remaja tak perlu dilalui dengan krisis identitas dan keguncangan jiwa. Tugas orangtua dan guru bukanlah mempersiapkan anak-anak memiliki prestasi akademik yang menakjubkan. Tugas mereka adalah membimbing anak-anak agar mencintai ilmu, sehingga dengan kecintaan yang besar itu mereka akan bersemangat dalam belajar. Selain itu menurut penulis, ada 3 bekal dalam mengasuh anak yang merujuk pada surat An-Nisa ayat 9, yaitu rasa takut terhadap masa depan mereka, takwa kepada Allah dan berbicara dengan perkataan yang benar.

Di bagian kedua, penulis menyajikan beberapa kisah terkait dengan peran ayah dalam menanamkan visi yang kuat pada anaknya, diantaranya kisah Muhammad Iqbal, seorang ilmuwan muslim. Saat ia kecil, ayahnya memberi nasehat, “Bacalah Al-Qur’an seakan-akan ia diturunkan untukmu”, nasehat ini sangat membekas di dada Iqbal hingga ia berkata, “Setelah itu, Al-Qur’an terasa berbicara langsung kepadaku.” Sementara terkait dengan akidah, penulis mengkritisi pluralisme dengan membedakan 2 kalimat berikut “Islam adalah agama yang paling diridhai Allah Swt” dengan “Hanya Islam yang Allah Ridhai”. Sekilas tampak sama, tapi sesungguhnya kalimat pertama, memunculkan persepsi bahwa ada agama lain yang diridhai dengan tingkat keridhaan yang berbeda-beda, maka kalimat kedua lah yang seharusnya diucapkan, karena pluralitas tetap diajarkan bahwa memang banyak agama di dunia ini, tapi bukan pluralisme yang memandang semua agama sama.

Pada bagian ketiga, terkait dengan cara mendekatkan Al-Qur’an pada anak, sang penulis mengatakan bahwa mengajarkan keterampilan membaca dan menghafal Al-Qur’an tanpa menanamkan keyakinan yang kuat sekaligus pengalaman berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, sama seperti meletakkan bertumpuk kitab di punggung keledai. Banyak ilmu di dalamnya, tapi tak bisa mengambil pelajaran darinya. Penulis juga menjelaskan fakta bahwa di zaman keemasan islam, lahir para pemimpin yang disegani dan ilmuwan yang produktif dalam berbagai bidang, ternyata adalah karena kedekatannya dengan Al-Qur’an. Mereka membaca, merenungi, mengamalkan dan berusaha untuk senantiasa memperoleh manfaat yang besar.

Pada bagian keempat, penulis mengkritis beberapa teori psikologi, diantaranya tentang kecerdasan dan kreativitas serta otak kanan. Tentang kecerdasan, penulis menuturkan bahwa anak-anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, atau mereka yang hanya disibukkan dengan belajar secara akademik, cenderung menjadi pribadi yang tidak matang dan rentan masalah jika mereka kurang memperoleh kesempatan berkembang secara alamiah. Sementara tentang kreativitas, menurut penulis, kreativitas itu penting tapi kreativitas harus berdiri diatas akhlak yang mulia. Kreativitas harus lahir sebagai konsekuensi dari pendidikan tauhid dan akhlak. Sementara tentang otak kanan, ternyata semua hal yang berkaitan dengan otak kanan, adalah mitos besar karena tak ada satu pun bukti riset akademik yang mendukung. Begitupula dengan mitos bahwa memperdengarkan music Mozart kepada bayi akan menjadikannya jenius, juga tak ada riset yang mendukung tentang hal tersebut.

Pada bagian terakhir, penulis mengingatkan para orangtua bahwa betapa pun lingkungan sangat berpengaruh, tetapi yang paling berperan adalah bagaimana orangtua membekalkan nilai-nilai hidup kepada anak. Bukan lingkungan, bukan zaman saat ia dibesarkan. Dan terakhir, penulis memaparkan ada 5 kesalahan orangtua dalam memotivasi yaitu membuat anak merasa bersalah, menjadikan anak merasa orantua tidak menganggapnya cukup pandai, menghancurkan harga diri anak, membuat anak defensi dan mendorong anak balas dendam. Penjelasannya ada di bagian akhir buku ini.

Sang Penulis yang bernama lengkap Mohammad Fauzil Adhim ini lahir di Mojokerto, 29 Desember 1972. Ia dikenal sebagai penulis terutama mengenai pernikahan dan parenting sekaligus dai muda yang cukup populer. Ibunya, Aminatuz Zuhriyah, sangat memanjakan dirinya dengan bacaan bergizi. Dia pun sejak kecil amat menyukai buku dan senang berbagi cerita tentang buku yang dibacanya kepada teman sebaya.

Masa remaja dihabiskannya untuk mengasah potensi kreatifnya dalam dunia baca-tulis. Sejak akhir kelas II SMA, ia rajin menulis artikel-artikel tentang pendidikan dan keluarga. Saat itu, ia juga sudah mulai memasukkan nilai-nilai keislaman ke dalam naskah cerpen dan skenario yang ditulisnya -- meskipun tidak verbal. Ia juga ikut bergabung dengan remaja masjid. Kesadaran itu terus berlanjut saat ia kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Ketika itu ia terus aktif menulis, baik cerpen, reportase, maupun nonfiksi.

Diantara karya-karya nya adalah Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Indahnya Pernikahan Dini, Mencapai Pernikahan Barokah, Membuat Anak Gila Membaca, Saat Berharga untuk Anak Kita. Mantan dosen Fakultas Psikologi UII Yogyakarta itu kini hidup sepenuhnya dari menulis. Di samping itu, ia pun mengabdi sebagai guru non akademik di SDIT Hidayatullah Yogyakarta.

Buku ini menarik karena selain baru diterbitkan tahun lalu, juga isinya sangat padat bermakna, sama seperti buku-buku karya penulis lainnya, nama penulis ini memang sudah menjadi jaminan kualitas isinya. Saya bersyukur sekali bisa mendapatkan buku pinjaman ini saat tugas mengawas di sekolah hari Sabtu lalu, dan langsung saya lalap habis buku ini hanya dalam hitungan jam.

Semoga Bermanfaat


Wassalam
Eva  Novita Ungu
Rabu, 20 Mei 2014
Makasih buat yang udah minjemin buku ini, sangat menginspirasi

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit