Perjalanan ke kota Kudus dari Tangerang, ditempuh dalam waktu 12 jam dengan bis. Dari Serpong, saya dan suami berangkat jam 5 sore, lalu bis meluncur menuju Lebak Bulus dan langsung menuju jalur Pantura. Saat tiba di kota Kudus yang bersamaan dengan berkumandangnya adzan Shubuh, kami dijemput 2 motor yang mengantar kami menuju rumah suami atau rumah orangtuanya yang sekarang sudah menjadi mertua saya.
Dan pada hari Kamis 6 Juni 2013 yang bertepatan dengan hari Isra Mi’raj 27 Rajab, saya dan suami kembali menjadi penganten di kota Kudus, bersamaan dengan adik laki-laki suami yang sudah menikah sehari sebelumnya. Jadi di sebuah panggung yang lumayan tinggi, dipajang lah 2 pasang pengantin yang menghadap para tamu undangan. Dengan MC yang berbicara dengan bahasa Jawa yang halus, saya pun melongo-longo sekaligus takjub dengan piawainya sang MC yang merupakan Pakdenya suami, melantunkan kata-kata dalam bahasa Jawa halus. Acara berlangsung hingga menjelang dhuhur. Setelah itu, tamu masih berdatangan tapi dalam suasana yang non formal. Di sore hari, saya dan suami, dengan keluarga saya dari Tasik, berjalan-jalan mengelilingi kota Kudus. Karena itu, mari lebih jauh mengenal kota Kudus yang memiliki slogan “SEMARAK” atau "SEhat,aMAn, RApi, Kondusif".
Sejarah Kota Kudus tidak terlepas dari Sunan Kudus yang bernama asli Dja’far Sodiq. Hal ini di tunjukkan oleh Skrip yang terdapat pada Mihrab di Masjid Al-Aqsa Kudus (Masjid Menara), di ketahui bahwa bangunan masjid tersebut didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M.
Mengenai asal usul nama Kudus menurut dongeng / legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat ialah, bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di Tanah Arab, kemudian beliau pun mengajar pula di sana. Pada suatu masa, di Tanah Arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan, penyakit tersebut menjad ireda berkat jasa Sunan Kudus. Olek karena itu, seorang amir di sana berkenan untuk memberikan suatu hadiah kepada beliau, akan tetapi beliau menolak, hanya sebagai kenang-kenangan beliau meminta sebuah batu. Batu tersebut menurut sang amir berasal dari kota Baitul Makdis atau Jeruzalem (Al Quds), maka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta bertempat tinggal, kemudian diberikan nama Kudus.
Sunan Kudus adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung di Jipang Panolan. Semasa hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agama islam di sekitar daerah Kudus khususnya, dan di Jawa Tengah pesisir utara pada umumnya. Beliau terhitung salah seorang ulama, guru besar yang telah mengajar serta menyiarkan agama islam di daerah Kudus dan sekitarnya.
KabupatenKudus terdiri atas 9 kecamatan, yang dibagi lagi atas 123 desa dan 9 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kota Kudus. Kudus adalah kabupaten dengan wilayah terkecil dan jumlah kecamatan paling sedikit di JawaTengah.
Perkembangan perekonomian di kudus tidak lepas dari pengaruh perindustrian. Beberapaperusahaan industri besar yang ada di Kudus adalah PT. Djarum (Industri Rokok), Petra, PR. Sukun (Industri Rokok), PT. Nojorono, PT. Hartono IstanaTeknologi (d/h Polytron - Industri Elektronik), PT. Pura Barutama (Industri Kertas & Percetakan). Selain itu Kudus juga memiliki ribuan perusahaan industri kecil dan menengah. Menurut informasi dari suami, hamper 80% penduduk Kudus adalah buruh atau karyawan diperusahaan rokok, dan 70% dari semua karyawan itu adalah wanita.
Kudus mempunyai beberapa masakan khas, diantaranya Soto Kudus, Lentog Tanjung, Garang Asem, Sate Kerbau Kudus, Pecel Pakis Colo, Sayur Kangkung Santan, Tahu Kecap, Pindang Kerbau dan Opor Bakar Sunggingan. Dari sekian makanan tersebut, saya baru mencicipi Soto Kerbau Kudus. Di Kudus, dibanding sapi, kerbau lebih banyak dikonsumsi. Karena agak kurang terbiasa, saya mencicipi Soto ini tanpa kerbau, karena daging kerbau nya saya berikan pada suami.
Ada juga beberapa minuman khas Kudus, diantaranya: Kopi Jetak, Wedang Alang-Alang Kudus dan Wedang Pejuh. Saya belum sempat mencicipi satu pun minuman khas ini, kebetulan saya tak terlalu suka wedang, jadi tak begitu penasaran dengan minuman khas Kudus ini.
Nah, menjelang pulang dari suatu kota, biasanya kita mencari Oleh-Oleh khas kota tersebut.
Kudus memiliki beberapa Oleh-oleh khas, diantaranya:
- Jenang Kudus
- Kacang Bawang
- Jambu Bol
- Duku Sumber
- Jeruk Pamelo
- Pisang Byar
- Ganyong
- Entik
Untukkepentingan pemasaran pariwisata, Bupati Kudus saat dijabat oleh HM Tamzil, mengambil slogan pariwisata Kudus, The Taste of Java (Rasanya Jawa) yaitu dalam upaya pencitraan kota Kudus sebagai pusat oleh-oleh Jawa.
Kudus sejak dulu telah dikenal sebagai Kota Santri. Sebutan itu tak lepas dari banyaknya pondok pesantren yang ada di Kota Kudus ini. Tercatat, ada sebanyak 86 pondok pesantren di Kabupaten Kudus, yang tersebar di 9 kecamatan.
Kudus sangat dikenal sebagai pencetak ahli Quran. Banyak pondok yang mengajarkan ilmu Al-Quran, namun ada satu pondok yang sangat terkenal dengan ilmu Al-Qurannya, yakni Pondok Pesantren Yanbu'ul Quran, baik menganjar santri putra, putri maupun anak-anak.
Beruntung sekali, walaupun kemaren hanya beberapa hari di Kudus, tapi saya sempat mengunjungi salah satu pesantren Tahfizh, yang kepala sekolahnya adalah teman suami. Pondok Pesantren TahfizhYanbu’ul Qur’an yang terletak di atas gunung ini merupakan salah satu cabang dari Pondok Pesantren Yanbu'ul Quran Pusat yang masyhur sekali dalam mencetak para penghafal al-Qur’an. Pesantren yang terletak di daerah Menawan ini, indah dan nyaman sekali karena berada di atas gunung, mungkin termasuk kawasan gunung Muria.
Di pesantren tersebut, setiap santri dalam waktu setahun harus hafal 5 juz al-Qur’an, jika dalam waktu setahun tidak hafal,maka santri tersebut tidak naik kelas. Sehingga diharapkan selama 6 tahun (SMP-SMA), setiap santri sudah hafal seluruh al-Qur’an. Pesantren yang sementara ini hanya menerima santri putra, baru berdiri 4 tahun, tapi sudah menuai sejumlah prestasi. Beberapa siswanya, sudah hafal seluruh al-Qur’an hanya dalam rentang waktu antara 2-2,5 tahun. Semua santri hanya diperbolekan pulang ke rumah asalnya hanya sekali saja dalam setahun.
Entah kenapa, saya jatuh cinta dengan pesantren ini. Walaupun masih baru dan tampak sederhana karena belum banyak bangunan yang berdiri, tapi ada harapan besar tertancap disini, bahwa suatu saat akan lahir generasi qurani dari pesantren ini. Apalagi kepala sekolah dan istrinya, masih tergolong muda, karena masih seumuran dengan suami, tentu masih banyak idealisme yang akan diterapkan di pesantren ini.
Dibanding wisata kuliner, saya lebih menikmati wisata pesantren. Ada rasa yang berbeda, ada kenikmatan dan kepuasanyang sulit terkatakan. Sepertinya simpul-simpul mimpi saya, mulai terlihat. Saya semakin mengerti mengapa Allah menakdirkan saya menikah dengan orang Kudus. Danrasa syukur itu pun semakin tertumpah ruah … Alhamdulillah …
Semoga bermanfaat.
Wassalam
Eva Novita Ungu
Kamis, 13 Juni (yang seharusnya untuk hari Rabu, 12 Juni 2013)
“yang mulai mencintai kota Kudus dan (salah satu) penduduknya”
No comments:
Post a Comment