Thursday, April 30, 2020

HARI 7 : MA’ANI BAGIAN 2: ITHNAB (اطناب)



Definisi ithnab adalah

تأدية المعنى بعبارة زائدة عن متعارف الأوساط لفائدة

Yaitu mengungkapkan suatu makna dengan ungkapan panjang lebar untuk tujuan tertentu.

Ada beberapa jenis ithnab dan tujuannya yaitu

  ü  Menyebutkan lafadz yang khusus setelah umum

Contohnya adalah dalam surat al Qadr ayat 4

تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

 

Pada ayat tersebut, Malaikat Jibril disebutkan setelah kata Malaikat yang sifatnya umum untuk menyebutkan keistimewaan Malaikat Jibril.

 

  ü  Menyebutkan lafadz yang umum setelah khusus

Contohnya adalah dalam surat Nuh ayat 28

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلا تَبَارًا

Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan".

 

Pada ayat tersebut, kata muminin dan muminat disebutkan setelah lafadz mumin yang merupakan bagian dari kata setelahnya. Tujuannya adalah menegaskan keumuman dan menyeluruh, serta memberikan perhatian pada yang khusus.

 

  ü  Menjelaskan setelah hal yang samar

Contohnya adalah dalam surat al Ghasyiyah ayat 1 dan 2

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?

Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,

 

Pada ayat tersebut, ayat kedua menjelaskan ayat pertama. Tujuannya adalah memperkuat maknanya.

 

  ü  Pengulangan lafadz karena adanya alasan, seperti panjangnya pemisah

Contohnya adalah dalam surat at-Takatsur ayat 3 dan 4

كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ  ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ

Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),

dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.

 

Pada ayat ketiga, lafadz سَوْفَ تَعْلَمُونَ diulang pada ayat keempat. Tujuannya adalah untuk menegaskan makna dan mengetuk jiwa pembaca/pendengarnya terhadap makna yang dimaksud, untuk menghindari kesalahpahaman.

 

  ü  I’tiradh yaitu menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu kalimat atau antara dua kalimat yang masih berkaitan maknanya karena adanya sebuah tujuan.

Contohnya adalah dalam surat an Nahl ayat 57

وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ

Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki).

 

Pada ayat tersebut, kata سُبْحَانَهُ /Mahasuci Allah” digunakan sebagai bantahan bagi klaim orang kafir yang menyatakan bahwa Allah memiliki anak perempuan.

 

  ü  Tadzyil adalah mengiringi suatu kalimat dengan kalimat yang lain yang mengandung makna tertentu dengan tujuan menguatkannya

Contohnya adalah dalam surat al Isra ayat 81

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.

 

Pada ayat tersebut, kalimat  إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا mengikuti kalimat lain untuk menguatkan. Andai kalimat ini tidak adapun, sudah cukup karena maknanya sudah tercakup dari kalimat sebelumnya.

 

  ü  Ighal adalah mengakhiri pembicaraan dengan lafadz yang memiliki faidah yang seandainya tanpa lafadz itu pembicaraan sudah sempurna, seperti makna mubalaghah.

Contohnya dalam surat al-Baqarah ayat 212

زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.

 

Pada ayat tersebut, kata بِغَيْرِ حِسَابٍ termasuk ighal untuk menguatkan makna.

 

  ü  Ihtiras yaitu mendatangkan ungkapan yang memberi persepsi berbeda dari tujuan, dengan ungkapan lain yang menolak kasalahpahaman itu

Contohnya adalah dalam surat al Insan ayat 8

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.

 

Pada ayat tersebut, lafadz عَلَى حُبِّهِ digunakan untuk memperjelas makna. Biasanya mayoritas kita menganggap bahwa memberi itu jika harta kita berlebih atau jika sudah kaya, tapi lafadz ini menunjukkan bahwa dalam keadaan bagaimanapun tetap harus berbagi misal dengan memberikan makan bagi yang membutuhkan.

 

Ada beberapa ayat yang mengandung iijaz dan ithnab sekaligus, contohnya dalam surat an-naml ayat 18 berikut ini:

حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ

Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari";

Dalam buku Ensiklopedia Al-Quran hadits, dijelaskan bahwa ithnab dalam ayat tersebut terdapat pada lafadz يَا أَيُّهَا dan  وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ. terkait dengan ya ayyuha, Sibawaih berkomentar bahwa huruf alif dan ha masuk pada kata ayyun. Fungsi kedua huruf tersebut adalah sebagai ta’kid (penguat). Jadi seakan-akan kata ya disebut dua kali. Dengan demikian, nomina vokatif (ya ayyuha) tersebut menjadi tanbih (peringatan).

Hal senada juga diungkapkan oleh Zamakhsayri. Menurutnya nida (nomina vokatif) dalam Al-Qur’an hanya disebut secara berulang-ulang dengan perangkat nida ya ayyuga, bukan lainnya. Sebab, dalam perangkat nida ini terdapat sisi penegas, selain juga sebagai hiperbola. Diantaranya, makna yang terkandung dalam partikel ya adalah penegas dan pengingat, sedangkan makna yang terkandung dalam partikel ha hanya pengingat. Dengan demikian, segala sesuatu yang asalnya belum jelas (ayyun) menjadi jelas. Sehingga kedudukannya menjadi sangat tegas dan kuat.

Sementara itu kalimat wa hum la yasy’urun sebagai penyempurna pernyataan sebelumnya dengan tujuan untuk menghilangkan pemahaman yang jelas. Dalam istilah balaghah, gaya bahasa seperti ini disebut ihtiras. Sebab, ayat tersebut menisbahkan kezaliman kepada Nabi Sulaiman as. Dalam ayat ini, seakan-akan semut tersebut mengetahui bahwa para nabi itu terpelihara dari perbuatan dosa. Mereka tidak pernah salah, kecuali sekadar lupa. Dalam hal ini, Al-Razi juga berpendapat, “Ini merupakan peringatan besar untuk menetapkan bahwa para nabi itu terhindar dari perbuatan dosa.”

Demikianlah penjelasan tentang penggunaan ithnab dan tujuannya.

 

Semoga Bermanfaat

Referensi :

      ·         Balaghah untuk semua, Prof. Hidayat

      ·         Ensiklopedia Mujizat Al Qur’an dan Hadits, Kemujizatan Sastra dan Bahasa Al Qur’an, Hisham Thalbah dkk.

      ·         Al Balaghah al’Arabiyyah, Haniah,Lc,MA

      ·         Ilmu Ma’aniy, Basyuni Abdul fattah fayud, Kairo: Maktabah Wahbah.

Wassalam

Serpong, Kamis 30 April 2020/7 Ramadhan 1441 H, 06.55

#KolaborasiZaiNovi

#ProyekRamadhanAlZayyan1441H

#AlZayyanHari7

#Karya7TahunPernikahan

#SerunyaBelajarBahasaArab

Wednesday, April 29, 2020

HARI 6 : MA’ANI BAGIAN 1: IIJAZ (ايجاز)


Balaghah mencakup 3 tema besar, yaitu pertama, ilmu ma’ani (معاني), yang mempelajari susunan bahasa dari sisi penunjukkan maknanya dan mempelajari cara menyusun kalimat agar sesuai dengan konteks. Kedua, ilmu bayan (بيان), yang mempelajari cara-cara penggambaran imajinatif. Ketiga, ilmu badi’ (بديع), yang mempelajari karakter lafazh dari sisi kesesuaian bunyi atau kesesuaian makna.

Ilmu ma’ani secara umum membahas 8 hal yaitu isnad Khabari, Musnad Ilaih, Musnad, muta’alliqatul fi;l, qashr, insya, fashl dan washl, serta Iijaz Ithnab dan Musawat. Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah terkait Iijaz (ايجاز).

Dalam terminologi ilmu balaghah, iijaz adalah

الايجاز هو جمع المعاني المتكاثرة تحت اللفظ القليل الوافي بالغرض مع الإبانة والإفصاح

Mengumpulkan makna yang yang banyak dengan lafazh yang sedikit akan tetapi tetap jelas dan sesuai dengan maksud pengungkapannya atau ungkapan untuk menyatakan maksud tanpa ada penambahan kalimat.

Pembahasan iijaz terbagi dua yaitu iijaz dengan hadzf (elipsis) atau menghapus dan iijaz dengan qashr atau meringkas.

Contoh iijaz qashr terdapat dalam surat al-A’raf ayat 199 berikut ini

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.

Tuesday, April 28, 2020

HARI 5 : RAHASIA BAHASA PADA SURAT AL KAFIRUN


Allah berfirman dalam surat alkafirun:

Katakanlah Hai orang-orang yang kafir,

aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.

Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".

 

Ibnu Ishaq meriwayatkan terkait dengan sebab turunnya (asbab an nuzul) surah ini. Menurutnya, ketika Rasulullah Saw tawaf di Ka’bah, beliau menerima para pemimpin kabilah Arab, seperti Al Aswad bin Muthalib bi Asad bin Abd Al-Izzi, al Walid bin Al Mughirah, Umaiyah bin Khalaf, al-‘Ash bin Wa’il as-Sahami. Para pemimpin kabilah ini berkata kepada Nabi Muhammad, “Ya Muhammad, kemarilah. Kami akan menyembah apa yang engkau sembah. Dengan begitu kita bersatu dalam berbagai masalah. Jika yang engkau sembah adalah baik, maka kami juga mendapatkan kebaikan itu. Jika apa yang kami sembah baik, maka engkau juga mendapatkan kebaikannya. Engkau mendapat bagian dari kebaikannya.” Lalu turunlah surat al Kafirun seperti yang sudah disebutkan di awal tulisan ini.

Pada ayat pertama, Surah ini dibuka dengan perintah Tuhan yang tegas, “qul (katakanlah)”. Kata ini menunjukkan adanya bantuan setelah ucapan, yaitu permulaan pemberian wahyu bahwa perintah terhadap akidah ini adalah perintah Allah Swt satu-satunya, bukan karena keinginan Muhammad Saw. Allah lah tidak bisa ditolak perintah-Nya dan Hakim yang tidak bisa ditolak hukum-Nya. Karena itu Rasulullah tidak mengurangi sedikit pun dari wahyu yang beliau terima, walaupun dari segi lahiriah, kata tersebut sepertinya tidak berfungsi “Katakanlah. Wahai orang kafir”.

Lawan bicara dimulai dengan menggunakan kata panggilan ya ayyuha yang berarti panggilan untuk jiwa, hati dan roh. Karena, panggilan dengan kata panggilan ini menuntut yang dipanggil menghadap dengan jiwa, hati dan rohnya.

Postingan Favorit