Saturday, August 12, 2017

Aliran Rasa Mengenalkan Matematika pada Eza



Dulu, saya belajar matematika tak pake metode macem-macem, dengan para guru di desa, dengan cara tradisional, belajar bab baru dijelaskan oleh guru, lalu latihan dari buku, selesai. Hasilnya? Beberapa konsep sederhana berhasil saya fahami. Sementara untuk konsep yang agak rumit bagi saya yang masih usia sd saat itu, seperti konsep jam, itu saya bingung sekali, bahkan saya takut sekali kalau ditanya guru perihal jam.

Game level 6 ini terkait dengan matematika di sekitar kita. Untuk Eza yang masih berusia 3,5 tahun, saya masih mengenalkan konsep sederhana, seperti bunyi bilangan 1-10 dalam 3 bahasa yaitu Arab, Indonesia dan Inggris. Itupun tak ada target khusus harus hafal dalam waktu sekian hari misalnya. Ini saya perkenalkan pada Eza saat kami jalan bersama naik motor, naik mobil, naik kereta dan lain-lain. Kadang sambil jalan-jalan melihat kereta di stasiun kereta, saya ajak Eza menghitung kereta yang lewat. Intinya dengan cara yang menyenangkan hingga membuat Eza tak sadar bahwa sesungguhnya dia sedang belajar.

Untuk bangun ruang, saya memakai media balok dan domino, sering juga menggunakan alam semesta sebagai ruang belajarnya, misalnya saat kami undangan ke pernikahan dua orang murid kami di Bandung, disempatkan main ke alun-alun kota Bandung dan bermain bola disana. Sambil saya perkenalkan bentuk lingkaran. Main bola ini juga sering saya lakukan di depan rumah saat Eza bosan bermain yang lain.

Berangkat Haji hanya dengan 100.000?? Bisa... (Bagian Kelima, habiss)



Bagi yang belum membaca bagian sebelumnya, bisa membaca
bagian pertama, disini
bagian kedua, disini
bagian ketiga, disini
bagian keempat, disini

Kejadian Penuh Hikmah

Ada kejadian penuh hikmah saat di Madinah ini. Teman saya yang melihat berbagai jenis wanita dari beberapa negara, suatu saat melihat seorang wanita Afrika yang memiliki luka cacat tubuhnya dan bergumam dalam hatinya, “Kenapa wanita Afrika ini memiliki bintik-bintik di wajahnya?” hanya lintasan hati sekilas tapi efeknya panjang. Esoknya, ternyata wajahnya yang terkena bintik-bintik, persis seperti wanita Afrika yang dikomentarinya. Maka hati-hati dengan ucapan, perbuatan bahkan lintasan hati, jangan sembarangan mencaci, menghina atau meremehkan orang lain. Fokuslah pada ibadah diri kita sendiri yang masih banyak kekurangan, ketimbang mengomentari orang lain yang tak penting.

Ada juga teman saya yang berangkat bareng orang tuanya, ingin sekali memaksimalnya ibadahnya di Madinah, tapi ibunya yang sudah tua renta, tak kuat jika harus mengejar Arbain dan memilih beristirahat di hotel. Hal ini membuat teman saya kesal dan merasa serba salah, satu sisi ia ingin beribadah di masjid Nabawi, sisi lain ia ingin hormat dan patuh pada orang tuanya, hal ini menimbulkan konflik antara teman saya dan ibunya. Beberapa kejadian buruk pun menimpa teman saya yang akhirnya membuatnya sadar bahwa ia harus memprioritaskan ibunya dibanding ibadahnya.

Berangkat Haji hanya dengan 100.000?? Bisa... (Bagian Keempat)



Menikmati Keindahan Mekah dan Madinah

Setelah berpisah dengan keluarga di masjid at-Tin Jakarta, kami rombongan haji berangkat menuju asrama haji Pondok Gede Bekasi. Kami tiba pukul 09.30 di Bekasi, langsung menuju Cengkareng dan tiba disana pukul 1 siang. Kami berangkat menuju Jedah pukul 18.20, dan ternyata kami berada di pesawat selama satu tahun. Karena ternyata kami berangkat di tanggal 30 Desember 2015 dan tiba disana pada tanggal 1 Januari 2016 tepat pukul 00.15. Moment pergantian kami nikmati diatas pesawat menuju Jeddah. Indah bukan??

Setelah tiba di Jeddah, setelah pemeriksaan dokumen usai, kami sudah dijemput bis untuk menuju Mekah. Kami langsung dibimbing untuk umroh terlebih dahulu. Saat pertama kali kali melihat ka’bah, rasanya tak terkatakan. Tempat ini, yang biasanya ada di sajadah-sajadah tempat kami shalat setiap hari, sekarang ada di hadapan mata. Tempat yang dirindukan jutaan umat Islam di seluruh dunia, akhirnya bisa saya datangi setelah perjuangan panjang yang saya lalui. Saya bersama jamaah lain larut dalam kernduan yang mendalam, air mata tak cukup mewakili keharuan dan kebahagiaan kami saat akhirnya bisa merasakan keindahan ini. Rasanya enggan beranjak dari sini. Pantas saja orang yang sudah pernah merasakan nikmatnya beribadah di Mekah dan Madinah, pasti ingin kembali dan kembali lagi.

Setelah thawaf, bagian dari umroh selanjutnya adalah sai dan tahallul, perjalanan sai dari bukit shafa ke bukit marwa dan selanjutnya adalah perwujudan dari perjuangan Siti Hajar dalam menemukan air zam zam. Saat saya menginjak Mekah tahun itu, kondisi masjid haram sudah nyaman, perjalanan shafa dan marwa “hanyalah” jalanan datar dengan ruang masjid yang ac dan nyaman. Tapi dulu, saat Siti Hajar berjuang, kondisinya adalah bukit padang pasir yang panas dan terjal, tak mudah menempuh perjalanan berbukit saat itu. Umroh ini diakhiri dengan tahallul, memotong rambut sebagai simbol berakhirnya kondisi ihram dan larangannya. Sejak saat itu, kami boleh menggunakan pakaian bebas, dan semua larangan ihram pun batal.

Postingan Favorit