Dulu, saya belajar matematika tak
pake metode macem-macem, dengan para guru di desa, dengan cara tradisional,
belajar bab baru dijelaskan oleh guru, lalu latihan dari buku, selesai.
Hasilnya? Beberapa konsep sederhana berhasil saya fahami. Sementara untuk
konsep yang agak rumit bagi saya yang masih usia sd saat itu, seperti konsep
jam, itu saya bingung sekali, bahkan saya takut sekali kalau ditanya guru
perihal jam.
Game level 6 ini terkait dengan
matematika di sekitar kita. Untuk Eza yang masih berusia 3,5 tahun, saya masih
mengenalkan konsep sederhana, seperti bunyi bilangan 1-10 dalam 3 bahasa yaitu
Arab, Indonesia dan Inggris. Itupun tak ada target khusus harus hafal dalam
waktu sekian hari misalnya. Ini saya perkenalkan pada Eza saat kami jalan
bersama naik motor, naik mobil, naik kereta dan lain-lain. Kadang sambil
jalan-jalan melihat kereta di stasiun kereta, saya ajak Eza menghitung kereta
yang lewat. Intinya dengan cara yang menyenangkan hingga membuat Eza tak sadar
bahwa sesungguhnya dia sedang belajar.
Untuk bangun ruang, saya memakai
media balok dan domino, sering juga menggunakan alam semesta sebagai ruang
belajarnya, misalnya saat kami undangan ke pernikahan dua orang murid kami di
Bandung, disempatkan main ke alun-alun kota Bandung dan bermain bola disana. Sambil
saya perkenalkan bentuk lingkaran. Main bola ini juga sering saya lakukan di
depan rumah saat Eza bosan bermain yang lain.